SPEAK NOW chapter 5


TAYLOR ALISON SWIFT'S POV

Pagi ini adalah minggu ke 2 aku di Pelita Harapan. Yeah, I really like this school. Aku menenteng iPad 2-ku menuju kelas sambil menyusun rencana hari ini. Pergi makan siang bersama Austin di Paper Lunch, les vokal dan menjemput kakakku, Yana Swift di Bandara. Hari ini pasti sangat menyenangkan, apalagi nanti ditambah dengan ngobrol dengan Taylor -maksudku, Daniel.

Nomor absenku 25 dan Daniel 26. Kami duduk satu bangku dan sering mengobrol layaknya teman dekat. Ia bercerita tentang Lili mantan pacarnya dihari ke 2 setelah MOS padaku ketika aku bercerita tentang mantanku padanya. Ia benar benar sangat dewasa, aku menyukainya. Benar-benar menyukainya.

"Hai, Alice." Seru Daniel ketika kami bertemu di depan pintu kelas. Ia sedang berdiri didepan mesin absen sidik jari sekolah kami. Aku tersenyum lalu menyeka rambutku.
"Hai, Daniel. Sudah absen?" Tanyaku sambil mendekatinya.
"Ladies First." Katanya sambil tertawa dan mundur beberapa langkah. Aku terkekeh dan menatapnya setelah itu aku baru absen. Aku terlalu terburu buru sehingga tertulis di layar mesin absen itu 'Try Again'. Dan ketika keempat kalinya aku mencoba, akhirnya berhasil absen juga. Aku mundur dan menyuruhnya untuk absen. Ia tidak bergerak.
"Aku sudah hehehe." Katanya sambil terkekeh.
"Kau sangat lucu, sangat sangat sangat lucu. Sangat." Kataku dengan nada sinis. Ia mendesah. Aku tidak menghiraukannya lalu berjalan masuk ke kelas, duduk ditempat dudukku. Barisan pertama, meja ketiga dari meja guru. Daniel menyusulku lalu duduk disampingku.
"Jadi bagaimana dengan lagu barumu, Swift?" Tanyanya sambil meraih iPad-ku. Aku menoleh lalu mengambil iPad-nya. Aku sudah banyak cerita dengannya. Aku sudah cerita kalau aku suka main gitar, aku suka menyanyi. Dua hari yang lalu, saat Ia memintaku menyanyi, aku menyanyikan lagu Fifteen, tapi belum selesai. Aku berjanji menyelesaikannya kemarin dan menyanyikannya hari ini dikelas Musik.
"Laguku? Eum... Ya, sejauh ini..... Lumayan." Kataku sambil memainkan iPad Daniel. Daniel tiba tiba tertawa saat melihat catatan lagu Fifteen-ku yang kutulis di iPad.

"Kenapa kau tertawa?" Tanyaku penasaran. Ia menoleh lalu menatapku.
"Kau belum 15 tahun, baru 12 tahun." Katanya sambil tersenyum.
"Itu lagu yang kubuat untuk kakakku, Yana. Ia tinggal di Singapura dan akan pulang hari ini." Kataku cuek sambil terus memainkan iPad Daniel.
"Yana? Setahuku keluarga Swift hanya mempunyai anak 2. Taylor Swift dan Austin Swift." Kata Daniel heran. Aku mendesah.
"Yana bukanlah kakak kandungku, Ia kakak angkatku -bisa dibilang seperti itu. Ayah dan Ibunya meninggal 5 tahun yang lalu, mereka menitipkan Kak Yana kepada Ayah. Ayahku dan Ayahnya Kak Yana adalah sahabat dekat semenjak kecil. Nama Kak Yana juga sebenarnya bukan Yana Swift, tapi Yana Carlista Evenson." Jelasku sambil menatapnya.
"Oh." Kata Daniel pelan. Ya Tuhan, nyebelin banget sih! Aku meninju bahunya pelan.
"Kenapa, Swift?" Tanyanya sambil mengelus bahunya, pasti dia pura-pura kesakitan.
"Kau sangat menyebalkan, Lautner." Kataku sambil menatapnya sinis. Ia hanya tertawa.

Miss Alix tiba-tiba masuk kelas lalu menyuruh anak-anak untuk duduk rapi. Ia terkenal sangat disiplin dalam mengajarkan Musik disekolah ini. Katanya, Ia akan menyuruh murid murid maju kedepan dan menyanyi. Dan Ia akan memilih muridnya secara acak!

"Alice, beruntung kau bisa bernyanyi. Suaramu cukup bagus." Bisik Daniel disela-sela ocehan Miss Alix. Aku mendesah.
"Terima kasih, Dan. Tapi aku sedang tidak ingin di hina saat ini." Kataku pelan.
"Apa katamu?! Aku tidak menghinamu!" Seru Daniel, suaranya tiba-tiba membesar.
"Kau menghinaku! Aku tidak bisa menyanyi!" Seruku tak kalah keras.
"Suaramu begitu bagus, Swift!" Seru Daniel.
"Bohong!" Seruku sambil menatapnya sinis.
"Miss Swift, Mister Lautner.. Sedang apa kalian? Kalian pikir ini pasar apa?!" Seru Miss Alix sambil menggebrak mejaku dan Daniel. Aku dan Daniel kaget, kami lupa kalau ini sedang ada dikelas. Semua mata memperhatikan kami, termasuk Demi dan Edward yang duduk tak jauh dari kami. Semuanya. Tuhan, betapa malunya aku!

"Kalian berdua yang akan maju terlebih dahulu! Kau! Kau bisa bernyanyi bukan? Maju!" Seru Miss Alix dengan nada mendramatisir, sok perfeksionis. Aku maju kedepan kelas dengan pulpen ditanganku.
"Dan kau, Mister Lautner! Aku pernah melihatmu bermain gitar diacara Murid Berprestasi tahun lalu. Kau bermain gitar dan bernyanyi bersama dia!" Kata Miss Alix sambil menyodorkan gitar pada Daniel. Daniel mendesah pasrah lalu berjalan kedepan membawa gitar cokelat itu, berdiri disampingku lalu menatapku iba.

Wait, Daniel bisa main gitar?

"Menyanyilah." Kata Miss Alix sambil duduk di kursinya. Aku mendesah.
"Menyanyi apa?" Bisikku takut takut, semua mata memerhatikan kami. Ke-28 manusia yang belum terlalu aku kenal menungguku bernyanyi. Tuhan, selamatkan aku.
"Lagumu?" Tanyanya pelan.
"Kau kan tidak tau kuncinya!" Seruku sambil meninjunya pelan. Ia tersenyum.
"Eum.. Westlife. More Than Words?" Tanya Daniel pelan. Miss Alix menatap kami dengan tatapan menantang.
"Aku tidak bisa..." Kataku pelan.
"Kau bisa, Alice. Aku akan menjadi backing vocal-nya. Suaramu sangat bagus, sungguh. Jangan takut, Alice. Semua menunggumu, menunggu kita.." Katanya dengan nada penuh wibawa. Cih, sok bijaksana kau, Dan.
"Tapi, sejak kapan kau bisa main gitar?" Tanyaku tiba-tiba. Daniel menghela nafas.
"Ya Tuhan, itu sangatlah tidak penting, Lice. Ayo kita mulai. Sebelum wanita itu memakan kita." Kata Daniel sambil melirik Miss Alix. Aku mengangguk.

"Tunggu apa lagi? Ayo mulai!" Serunya sambil tersenyum sinis. Ya, Taylor Swift. Percayalah. Kau bisa!

Aku menarik nafas, dan Daniel memulai intronya. Semua menatap kami takjub, More Than Words memang cukup susah dinyanyikan, apalagi akustik seperti ini. Aku mulai bernyanyi dan semua mata menatapku. Daniel tersenyum bahagia karena aku tidak malu untuk bernyanyi. Miss Alix kali ini tersenyum tetapi tidak sinis, Ia cukup manis jika tersenyum seperti itu.

Saat intro kedua, aku menatap Daniel, lalu berfikir. Ia bisa bermain gitar, hebat. Jenius! Walaupun permainan gitarnya masih sederhana, aku menghargainya. Sesungguhnya, aku masih bisa lebih baik daripada dia. Tiba-tiba, aku terfikir sebuah kalimat. Itu akan aku taruh di laguku untuknya nanti..


He never tell you but he can play guitar.


To Be Continued...

7 komentar:

  1. Ka ti aku masih muda loh ;;) ahahahaha

    BalasHapus
  2. Tip mau dibikin ampe part berapa ini kalo setiap part ceritanya berdasarkan satu baris I'd Lie -_-\

    BalasHapus
  3. yana : wehehehe :p
    Dhea : enggak kokkk :p kira-kira.... 26 part ;)

    KENAPA 26?!

    soalnya.. you know laaa~

    BalasHapus
  4. Daniel bisa main gitar? *bayangin Taylor dengan otot kekerdi tangannya main gitar*
    di FBWL malah Tay main piano sama lukis xD

    itu emang dipelesetin atau gaksengaja? mantan Taylor kan Lily bukan Lili.

    Paling seneng kalo ada cerita taylor lautner nya ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwkwk kalo disini SN ada beberapa sisi Taylor Lautner yang aku tambahin kak. Sengaja dibikin bisa main gitar=))

      Iya maksud ku Lily. Kak Lizh perhatian aja;;)

      Hapus
    2. perhatian gimana? :O

      Hapus

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.