If This Was a Movie chapter 7
Chapter 7 ini spesial untuk ITWAM readers & visitors setia blog! Semoga 'feel' dari nulis cerita ini gak hilang timbul terus wkwkwk. This is it, If This Was a Movie chapter 7 by Tipluk Pattinson. Enjoy it guys!
Oh ya, ini emang telat cuman...
Terima kasih ya udah minjemin bahunya. Hehe.
Oh ya, ini emang telat cuman...
Terima kasih ya udah minjemin bahunya. Hehe.
***
![]() |
Cerita sebelumya... |
“Have you find your Study Tour’s group, Madam?” tanya Adam sambil menepuk bahu Maddi. Maddi menoleh lalu tersenyum. “Hai, Adam –not yet. How about you?” tanya Maddi sambil menggeleng. “Me too, I’ll search it now. Well.. I hope We’ll be the same group, Madd –it will be great.” kata Adam sambil memasukan kedua tangannya ke sakunya. “Eum… Ya, I hope so.” Maddi tersenyum miring lalu mengikuti langkah Adam.
Vanda Sinathrya Junior Internasional High School Jakarta akan mengadakan Study Tour tahunan selama 4 hari ke Singapura untuk seluruh murid kelas 2 yang berjumlah hampir 270 orang. Maddi dan Adam berhenti tepat di depan papan informasi. Adam langsung terlihat sibuk mencari nama di papan informasi.
“Eum, Okey… Let’s start. Then… Tiffany Alvord.. Finn Taylor… I get it! Maddi, kau sekelompok dengan Megan… Amy…. Marcel... Joe… dan…” Adam menggigit bibir bawahnya lalu menatap Maddi. “Greyson Chance.” katanya lirih. Maddi tersentak.
“Kau… Bercanda ya, Dam.” kata Maddi sambil tertawa canggung. Ia mendekati Adam lalu Adam menatapnya dan menggeleng. Ia melihat telunjuk Adam yang mengarah ke salah satu kelompok dan langsung membalikan dirinya ketika membaca salah satu nama.
“Adam! Astaga! Apa ini…. Mimpi? Atau kenyataan? Oh, Adam! Aku….. Dengan Greyson?”
***
Aku… Sekelompok dengan Grey? Desah Maddi dalam hati sambil memasukan beberapa bukunya. Bukannya Maddi tidak merasa senang, hanya saja dia merasa terlalu gembira sampai sampai tak percaya bahwa ia akan selalu bersama Grey selama 4 hari dalam Study Tour tahunan ini.
Ini memang bukan kali pertama Maddi sekelompok dengan Grey. Maddi sering satu kelompok dengan Grey dan pernah hanya bekerja berdua untuk mengerjakan salah satu tugas dari kelas Agama. Mungkin pada saat itu Maddi hanya menggap Grey patner kelompok biasa, tapi sekarang….
Ketika Maddi sedang asyiknya melamun bagaimana serunya Study Tour nanti bersama Grey, tiba-tiba seseorang menepuk bahunya lalu tertawa kecil. “Hi, Maddi. How’s your day?” tanya orang itu sambil menaruh tas ransel abu abunya di meja. Maddi menoleh lalu tertawa.
“Hi, Greyson. Great. Uhh.. It’s so funny.” kata Maddi di sela tawanya. Grey menatap Maddi heran lalu duduk disamping Maddi. “Um, wait for minute, Maddi. You said… Funny? Seriously?” tanya Grey tak percaya.
“Hihihi ya, it’s funny, Grey. I just thinking about you and you’re coming..” kata Maddi sambil tertawa. Grey terdiam tak percaya. Ia bisa merasakan wajahnya memerah karena apa yang Maddi katakan tadi. “Serious?” tanya Grey ragu ragu. Maddi menghentikan tawanya lalu menatap mata Grey lekat lekat. Ia lalu mengangguk sambil tersenyum. Grey lalu tertawa kecil dan berdehem. “Eum, honestly… Me too –I mean, I’m thinking about you in the way to class.” kata Grey pelan.
Maddi terdiam, ia seperti tidak bisa bernafas. Oh, Greyson.. Kenapa kau… Greyson semakin membuat Maddi terpikat. Dulu Maddi tidak pernah melirik Grey dalam urusan percintaan. Sekarang, semakin ia mengenal Grey, ia semakin tidak bisa lepas dari cowok yang selalu sibuk dengan laptopnya.
“Anyway, kau sekelompok denganku kan, Madd?” tanya Grey.“Kelompok apa dulu nih? Aku sering sekali sekelompok denganmu.”
“Hahahaha rupanya kau muak ya satu kelompok denganku…”
“Astaga, thanks God! Aku tidak perlu bilang pada Grey! Ia sudah tau dengan sendirinya!”
“Uhh, Maddi… Aku juga muak denganmu.”
“Hahahaha ya, aku satu kelompok study tour denganmu. Kita akan bersama sama terus dan itu… Memuakan.” kata Maddi dengan nada sangat meyakinkan. Grey menatap Maddi sinis lalu terdiam beberapa saat. Maddi menatap mata Grey dan ia tau, Grey menganggap ucapannya tadi serius.
“Haaaaa, Greyson. Jangan marah! Aku tadi hanya bercanda! Sejak awal aku berharap aku bisa satu kelompok denganmu. Kau tau, akan sangat menyenangkan bersamamu setiap saat.” kata Maddi dengan wajah memelas. Tiba-tiba saja jatung Grey berdegup kencang. Ia lalu menoleh dan menatap mata cokelat milik Maddi.
Maddi… Maddi.. Andaikan cewek ini menjadi milik Grey. Andaikan Grey sesempurna Adam. Andaikan Maddi juga menyukai Grey. Grey lalu menepis fikirannya lalu tersenyum kecil. Ia tahu, Study Tour kali ini akan menjadi Study Tour paling menyenangkan yang pernah ada.
“Ya.” kata Grey akhirnya.
“Kau… Tidak marah kan, Greyson? Tidak kan tidak?” tanya Maddi genit. Grey menggeleng.
“Haaa katakan sesuatu.”
“Apa yang harus aku katakan?” tanya Grey heran. Ia lalu menunduk dan membenarkan tali sepatunya yang lepas. “Eum.. Maddi cantik gitu?” tanya Maddi jahil.
“Hahahaha you wish, Maddi!” kata Greyson sambil tertawa. Maddi menatap mata Grey lekat lekat lalu tersenyum kecil.
“Grey, kau tahu?”
“Eum… Apa?”
“Kau terlihat sangat tampan saat tertawa, serius.” kata Maddi malu malu. Maddi melihat kesekeliling kelas lalu menyadari dikelas itu hanya ada mereka berdua. Maddi lalu melihat Grey. Grey masih terdiam. Entah apa yang sekarang ada dipikirannya. Ia hanya tidak bisa mengucapkan apa apa.
Maddi melihat wajah Grey yang memerah lalu cepat cepat ia berdiri dan berjalan menuju pintu kelas. Maddi tau, Grey mulai menyadari Maddi tertarik padanya. Maddi berharap, Grey punya perasaan yang sama pada Maddi. Ia tersenyum kecil sambil berjalan keluar kelas lalu melihat ke arah koridor ada Mr. Iman membawa map besar berisi pamphlet. Maddi langsung menghampirinya.
“Hi, Sir! Ada yang bisa aku bantu?” tanya Maddi. Ia dan Mr. Iman memang sudah dekat sejak lama. Mr. Iman tersenyum gembira. “Ah, Maddi Jane! Untung bertemu denganmu. Aku sedang menempelkan pamphlet Study Tour angkatanmu, tetapi lem ku habis dan aku ada rapat 5 menit lagi. Sedangkan aku harus menyelesaikan memasang pamphlet hari ini. Bisakah kau membantuku, Madd?”
Maddi tersenyum miring. Ia sedang asyik mengobrol dengan Grey namun tidak tega melihat Mr. Iman kesulitan seperti ini. Ia lalu berfikir sejenak dan mengangguk pasti. “Absolutely, I’ll help you, Sir.” kata Maddi sambil membayangkan rencana barunya.
***
“Ah, Maddi! Kau yang membeli lemnya!” seru Grey sambil menaruh tasnya di loker. Maddi mengunci lokernya lalu berjalan menuju Grey. “Tapi kau mau kan menolongku? Ayo, Grey!” seru Maddi sambil menarik tangan Grey.
Maddi memegang kuat lengan Grey supaya Grey tidak melarikan diri. Terkadang Grey sering meninggalkan Maddi ketika ia meminta tolong. Biasanya Grey akan memberontak, tapi kali ini ia pasrah. Maddi berjalan menuju koperasi sekolah yang berada di samping kafetaria. Ia lalu melepas lengan Grey ketika sudah memastikan Grey tidak akan kabur.
Ketika melewati lapangan futsal Vanda Sinathrya, ada sekelompok anak laki laki yang sedang bermain futsal. Maddi melihat selintas lalu mengalihkan pandangannya menuju bahu Grey yang berada di kiri Maddi. Grey lalu tertawa kecil.
“Itu… Ada Seth ya?” tanya Grey sambil tertawa. Maddi tersentak lalu memukul bahu Grey. “Ah, apa sih kamu!” seru Maddi sambil tetawa. “Ah, cie Maddi… Seth tuh, Madd!” seru Grey dengan girangnya. Seth Clearwater adalah seseorang yang pernah Maddi suka sewaktu SMP. Maddi pernah bercerita tentang Seth pada Grey jadi Grey tahu segala hal tentang Maddi dan Seth.
“Ah.. Maddi masih suka?” tanya Grey.
“Suka sama siapa?”
“Ya sama Seth lah. Masih suka kan?” tanya Grey dengan nada menggoda.
“Ih! Sok tahu kamu, Grey!” seru Maddi sambil mengarahkan tangannya untuk memukul bahu Grey. Tetapi tangan kanan Grey menepis tangan kiri Maddi dan memegangnya. Maddi terdiam, begitu juga dengan Grey. Ketika mereka sadar mereka sedang berpegangan tangan, mereka secara bersamaan melepaskannya.
Sepanjang perjalanan menuju koperasi, Maddi dan Grey banyak diam. Maddi tersenyum kecil selama perjalanan, sementara Grey sibuk melihat ke sana kemari. Mereka berdua sama sama merasakan kecanggungan. Sesampainya di koperasi, Maddi membeli lem lalu menarik lengan Grey lagi menuju madding pertama.
“Huh! Gara gara Maddi aku jadi gak bisa main!” seru Grey akhirnya. Maddi hanya tertawa sambil memberikan lem pada sisi terakhir di pamphlet itu. “Ini, Grey.” katanya pelan. Grey mengambilnya lalu menempelkannya. Maddi dan Grey saling bercerita selama mereka sedang memasangkan pamphlet. Maddi bertanya banyak hal tentang keluarga Grey dan semua hal tentang Grey yang belum ia ketahui. Itu membuat Maddi semakin merasakan suka pada Grey.
“Ah, madding terakhir!” seru Grey.
“Finally yah, Grey! Sesuatu!” seru Maddi sambil menaruh lem pada pamphlet terakhir yang ada di tangannya lalu menempelkannya. Grey dan Maddi menarik nafas lega bersamaan lalu tertawa kecil.
“Ah, lihat Madd! Akan ada penataran tentang Study Tour sebelum keberangkatannya.”
“Kau baru tahu, Grey? Kemana saja?!” seru Maddi jahil. Grey tertawa lalu membaca pamphletnya lagi. “Kita berangkat jam 2 malam ya… Jadi penatarannya malam dong?”
“Iya. Sekitar jam 8 di Ruang Serbaguna. Jam 10 kita berangkat ke bandara. Jam 11 sampai, setengah 12 check in dan jam setengah 2 pagi boarding. Aku sudah tidak sabar!” seru Maddi bersemangat. Grey tertawa lalu mengangguk.
“Aku juga!”
“Kita akan membuat Study Tour ini berkesan kan, Grey?” tanya Maddi sambil menatap pamphletnya. Grey tersenyum lebar lalu mengangguk. Ia senang saat Maddi menyebutkan kata ‘kita’.
“Sure. It will be the greatest study tour ever!”
***
Vanda Sinathrya Internasional High School Jakarta, 29 Februari 2012, 8 p.m
“Untuk seluruh murid kelas 2 diharapkan segera memasuki Ruang Serbaguna. Terima kasih.” kalimat itu menggema beberapa kali dari sumber suara. Sudah banyak kelompok yang hadir di Ruang Serbaguna tersebut termasuk kelompok Maddi dan Grey.
Setiap kelompok diharuskan duduk sesuai kelompoknya. Amy duduk disamping Joe lalu disebelahnya ada Marcel lalu Megan lalu Grey dan Maddi. Grey duduk di sebelah kiri Maddi. Penataran mengenai Study Tour ke Singapura ini baru dimulai jam 8 lebih 15 menit.
Seluruh murid Vanda Sinathrya akan sampai di Changi Internasional Airport sekitar jam 5 subuh. Mereka langsung bergegas menuju asrama murid pertukaran pelajar milik salah satu SMA internasional Singapura. Mr. Tomphson selaku ketua pelaksana menjelaskan agenda Study Tour.
“Aduh, aku ngantuk, Madd. Ini terlalu bertele tele.” kata Megan berbisik pada Maddi. Maddi mengangguk pasti lalu langsung membuka mulutnya. “Iya! Aku ingin tidur sekali, Meg!” seru Maddi. Megan melirik Grey yang duduk ditengah tengah mereka.
“Maddi.. Ada bahu nganggur nih.” kata Megan sambil tertawa. Maddi melihat arah pandangan Megan lalu tertawa. “Hahahaha boleh juga, Gan! Ngantuk sekali ini.” kata Maddi jahil. Grey melihat gelagat tak beres pada Megan dan Maddi. Ia langsung mengubah posisi duduknya sehingga bahunya menjadi rendah. Maddi menggeram pelan.
“Ah! Grey! Tegakan bahumu dong!” seru Maddi.
“Untuk apa, Maddi? Aku mengantuk.”
“Aku juga. Please.. Pinjam sebentar bahunya.” kata Megan memelas.
“Ah, tidak!”
“Grey… Please…”
“Ayolah Grey…” kata Megan pelan.
“Tidak tidak.”
“Greyson.. Kumohon?” tanya Maddi sambil menatap mata Grey. Grey terdiam sebentar lalu menarik nafas. Ia menegakan posisi duduknya lalu terdiam. “See?” tanyanya kesal.
“Ah! Thank you, Mia-Greyson!” seru Megan sambil menjatuhkan kepalanya di bahu Grey. Megan langsung menutup matanya semetara Maddi masih terdiam. Ia ragu ragu. Tetapi, secara perlahan ia menjatuhkan kepalanya dibahu Grey lalu berusaha tetap terjaga untuk melihat situasi, apakah Grey akan bergerak atau tidak. Tetapi Grey terdiam, ia malah mencoba untuk menutup matanya.
Maddi lalu menarik nafas dan berulang kali mengingatkan pada dirinya bahwa ini tidak apa apa –Maddi dan Grey berteman, Grey mau membantu Maddi. Maddi akhirnya mencoba menutup mata. Walaupun ia masih ragu, tapi rasa kantuknya melawan semuanya. Ia akhirnya tertidur sama dengan Grey yang sudah tertidur.
Tetapi ternyata dibahu kiri Grey, Megan sama sekali tidak tidur. Ketika Megan sadar Grey dan Maddi sudah tertidur, Ia terbangun lalu terdiam lagi menatap kedua orang itu. Ia merasa, Grey memang benar benar menyukai Maddi dan Maddi pun begitu. Ia merasa, Adam memang sudah tidak ada dihati Maddi. Sebenarnya itu bagus bagi hubungan Adam dan Mackenzie, tapi mengingat seberapa sayangnya Adam pada Maddi… Megan jadi tak tega.
Akhirnya Megan memutuskan untuk tidak memikirkan kisah cinta segi empat tersebut. Ia menatap Maddi dan Grey lalu tersenyum kecil. Ia berharap semoga Maddi dan Grey bisa bersatu. Karena Megan tau, seberapa sakitnya melihat orang yang dicintai mencintai orang lain…
***
Setelah hampir 20 menit, Maddi terbangun. Matanya terbuka, tetapi kepalanya tidak mau beranjak dari bahu Grey. Ia melirik ke atas dan melihat Grey tertidur. Ia lalu melirik ke samping dan melihat Megan sudah terbangun. Ia lalu buru buru bangun dan menegakkan posisi duduknya.
Mr. Tomphson masih asyik memberikan pengarahan ketika Maddi baru sadar bahwa ia sedang berada di penataran Study Tour dan dia tertidur dibahunya Grey cukup lama. Ia melirik ke arah Grey lalu tersenyum.
Grey… Aku tadi tidur dibahumu. Kata Maddi dalam hati. Grey… Aku tadi tidak bermimpi, tapi tidur dibahumu adalah mimpi terbaik yang pernah ada… Kata Maddi lagi. Grey… Aku ingin selalu bersamamu, sedekat ini, tidak pernah menjauh.
Maddi menepuk bahu Grey lalu tersenyum kecil. “Terima kasih ya untuk bahunya.”
To be continued...
kunjungan gan.,.
BalasHapusbagi" motivasi.,.
fikiran yang positif bisa menghasilkan keuntungan yang positif pula.,..
di tunggu kunjungan balik.na gan.,.,
terima kasih (:
BalasHapusTi!!! Chapter 8nya jangan lama-lama :(
BalasHapusAs soon as possible:))
Hapus