If This Was a Movie chapter 8
Alhamdulilah, after 2 months left ready to read! Hope you'll like it, ITWAM's readers!
***
Maddi baru bisa membuka matanya ketika
Megan dan Amy memercikan air ke wajahnya. Selama perjalanan dari Vanda
Sinathrya sampai dengan tiba di Asrama, Maddi sama sekali tidak tidur. Ia sibuk
bercandaan dengan Grey yang selalu duduk disampingnya.
Mereka tiba di Asrama Valencia
Internasional Junior High School sekitar jam 6 pagi waktu setempat. Mereka
diberi waktu untuk merapihkan diri selama 1 jam lalu langsung ke gedung olah
raga milik Valencia Junior High School untuk pemanasan pagi. Dari awal
keberangkatan, para murid sudah dianjurkan untuk tidur supaya tidak kecapaian
setelah sampai nanti. Tapi, mana mungkin seorang Maddi Jane bisa tertidur
ketika yang duduk disampingnya adalah orang yang ia sukai?
Selama di pesawat, Maddi mengobrol
banyak hal dengan Grey. Ia sempat hampir tertidur ketika melihat Grey tidur,
tetapi ia tidak bisa. Ia malah memandangi wajah Grey sambil mendengarkan lagu Just The Way You Are – Bruno Mars yang
ia putar berulang ulang kali di iTouch-nya.
Maddi bergegas membuka kopernya,
meraih tas peralatan mandinya, handuk serta kaus putih lengan pendek dengan
celana olah raga Vanda Sinathrya. Sejujurnya ia masih sangat mengantuk dan
ingin tidur, tapi kalau mengingat pasti akan ada games bersama kelompok… Maddi
langsung membuka matanya lebar lebar.
“Maddi, aku dan Megan ke gedung olah
raga duluan ya! Masih banyak yang belum kesana, tapi kau harus bergegas supaya
tidak terkena marah guru guru. Kau tak keberatan kan? Kau tau kan tempatnya?”
tanya Amy setelah mengetuk pintu kamar mandi. “Ah, iya! Aku tahu! Aku nanti
kesana kok!” seru Maddi. Walaupun tadi malam mata Maddi sudah ingin ditutup, ia
sempat mendengar penjelasan Mr. Tomphson kemana arah gedung olah raga Valencia.
Maddi merapihkan tempat tidurnya lalu
meminum sebotol air mineral. Ia lalu menyisir rambut cokelatnya dan memasang earphone-nya. Maddi tersenyum kecil
ketika lagi lagi lagu Just The Way You
Are yang terputar di iTouch-nya.
Maddi jadi teringat saat ia pertama kali mengeluarkan video cover lagu ini di YouTube
dan menunjukannya pada Grey…
“MADDI JANE!” seru seseorang dengan
suara panik dari luar kamar Maddi. Maddi tersentak kaget lalu dengan sigap
melepas earphone-nya dan berlari ke arah pintu. “Maddi Jane! Buka pintunya!”
seru orang itu lagi. Sambil menggerutu, Maddi membuka kunci pintu kamar
tersebut lalu membukanya. Ia langsung melangkah mundur saking kagetnya melihat
Adam shirtless dengan wajah yang
sangat panik. Maddi terdiam tak bisa mengeluarkan sepatah katapun.
“Astaga, Maddi Jane… Kau kemana saja?
Aku panik, aku takut kau menghilang.” kata Adam setelah ia menghela nafas lega
untuk ketiga kalinya. Maddi nyengir lalu berbalik dan berlari ke arah
iTouch-nya lalu kembali ke pintu. “Dam, aku tidak akan hilang.” kata Maddi
sambil tertawa.
“Huft, syukurlah. Ini kan acara Study
Tour yang kau tunggu tunggu. Aku tak ingin kau kehilangan apapun, Maddi. Ayo
pergi!” kata Adam sambil tersenyum. Astaga!
Ini tidak seperti biasanya. Dia manis sekali pagi ini… kata Maddi dalam
hati. “Uhh, Madd?” panggil Adam sambil menatap Maddi heran. Maddi yang jadi
melamun karena melihat Adam langsung tersadar dan tersenyum kaku.
“Uhh,
Dam. I guess… You should take your shirt and we can go there.” kata Maddi
terbata bata. Adam melihat kaku ke tubuhnya lalu tersenyum jahil. “Hihihi, I’m sorry, Maddi. Tadi bajuku
basah karena aku bermain basket bersama yang lain, begitu aku sadar kamu tak
ada aku langsung pergi tanpa memakai bajuku. Anyway, lock your room now and take my shirt at mine. Hurry up!”
seru Adam jahil. Maddi tersenyum kecil lalu meraih kartu kamar asramanya,
“sure, Dam!” seru Maddi.
Maddi dan Adam bergegas ke kamar Adam
lalu berjalan menuju gedung olah raga Valencia. Adam memerhatikan Maddi yang
sedari tadi tersenyum sendiri. Gadis berambut cokelat ini terlihat sangat manis
jika sedang tersenyum.
“Jadi.. Apa yang terjadi denganmu, Madd?”
tanya Adam sambil tersenyum jahil.
“Eum, me? Nothing!” seru Maddi malu malu.
“I
know you, Madd. Kamu memang ceria, tapi tak biasanya kamu seceria ini..”
“Hehehe.. I guess every girl in this world will be happy when she knows she’ll be
with her crush when he’s birthday coming! March 3rd! Yuhuuu, really
can’t wait for that day!” seru Maddi cerita. Oh, shit. Greyson, again. umpat Adam dalam hati.
Sebenarnya Adam sudah mulai terbiasa
dengan Maddi yang sering sekali membicarakan Grey. Adam juga sudah mulai
melupakan perasaannya pada Maddi. Tapi terkadang, walaupun sudah melupakan,
tapi sisa perasaan itu masih ada di hati. Walaupun hanya sedikit, perasaan itu
akan tetap membuat luka ketika orang yang kita cintai membicarakan orang lain.
“And..
Guess what, Adam! I have a present for Grey!” seru Maddi sambil tertawa lebar.
“Oh ya? Kurasa saat ulang tahunku
saja, kau tak memberikan hadiah padaku…”
“Hihihi I’ve bought you some cake kan? Apakah itu tak cukup?!” tanya Maddi.
“No! I
want another present, Madd!” seru Adam sambil tertawa.
“Uhh,
damn. Yayaya, I’ll buy something for your next birthday… If you’re still alive.
Hahaha!”
“Damn girl
So, what’s your present?”
“Eum..
It’s not special at all, Dam..”
“Oh come
on, Maddi. I think everything will be special thing when someone get something
from the one they love.” kata Adam jahil. Maddi tersentak. “Wait. Maksudmu… Grey juga menyukaiku?!” tanya Maddi panik.
Terlihat wajah putih Maddi berubah kemerahan. Adam langsung menutup mulutnya.
Wajahnya memerah menahan tawa.
“Uhh,
you’re so funny.” kata Maddi dengan nada kesal sambil meninju
bahu Adam.
“Hehehe maaf, Madd! Memangnya apa
kadomu untuk Grey?”
“Eum.. Aku sempat bertanya padanya apa
yang ia inginkan, dan dia bilang dia tak ingin apa apa…” kata Maddi ragu ragu.
“Lalu?” tanya Adam dengan nada setengah penasaran. “Ya, akhirnya.. Eum.. Ya
begitu.” kata Maddi tak yakin.
“Maddi!
How can I know what is your present for him if you’re not tell me? I’m not
Edward Cullen.” kata Adam dengan nada frustasi. “Err.. Just promise me to.... Not laughing.
Don’t.”
“Sure,
apa kau memberikannya semacam jam tangan? Dompet? Baju?”
“Almost,
Dam! But I remember he loves to play games in his laptop. So I asked him and I
bought it at bookstore when I want to buy a new comic. Aku membelikannya….
Karena dia suka warna biru jadi.. Aku membeli mouse berwarna biru.” jelas Maddi. Adam langsung berbalik, menutup mulutnya dan menahan tawa. Astaga, Maddi. Mouse? Yang benar saja!
seru Adam dalam hati.
“You’ve
promised me to not laughing. But you do it.” kata Maddi kesal sambil berjalan
mendahului Adam menuju pintu masuk gedung olahh raga Valencia. Adam langsung
berbalik dan berlari kecil mengejar Maddi. “I’m
so sorry, Maddi. Aku hanya terkejut saja. itu bagus, pasti Grey suka.”
Maddi menghentikan langkahnya lalu
berbalik. “Benarkah? Kau berfikir begitu?” tanya Maddi tak yakin. “Iya, pasti
Grey suka! Kurasa kau adalah satu satunya gadis yang pernah memberikannya
hadiah ulang tahun.. Itu pasti akan jadi istimewa!”
“I hope so! Then.. I want to call him
at 12 o’clock and sing Just The Way You Are for him!” seru Maddi yakin. Adam tersentak.
Saat ulang tahunnya, Maddi tak memberinya kado. Saat mengetahui Grey
mendapatkan kado, Adam sangat cemburu sekali. Kini ketika mengetahui gadis ini
akan menelpon Grey…. Adam tertegun, ia benci untuk mengakuinya, tapi ia sangat
cemburu pada seorang Greyson.
“Adam? Adam?” panggil Maddi
membuyarkan lamunan Adam. Adam tersentak.
“Ya, Maddi?”
“What do
you think? Is it too much?”
“No, it’s
enough. Perfect.”
“Are you
sure? Hihihi I hope so. Will he love it?”
“He.. will be loved.” kata Adam
lirih sambil berjalan memasuki gedung olah raga Valencia meninggalkan Maddi
yang sedang berharap sendirian.
***
Sesi lari pagi ini Maddi buka dengan
canda tawa bersama Greyson. Dari sudut manapun sudah terlihat bahwa dua remaja
yang sedang dekat ini tak bisa terpisahkan. Bahkan Adam dan Mackenzie pun yang
sudah saling menyukai dan tinggal menunggu tanggal jadian tak terlalu menyita
perhatian murid murid lain.
Maddi dan Greyson saling mendahului
ketika berlari. Mereka saling tertawa satu sama lain. Walaupun sudah bisa
dibilang sangat dekat, belum ada kepastian apakah mereka akan melanjutkan
hubungan mereka lebih lanjut. Sampai saat ini Maddi selalu bilang bahwa Greyson
hanyalah temannya, begitu juga Greyson.
“Hihihi Maddi dan Grey lucu ya, Gan…”
kata Mackenzie dengan tawa halusnya. Megan menoleh melihat Maddi dan Grey yang
sedang istirahat di sebrang lalu tersenyum tipis.
“Iya, Zie.. Aku penasaran bagaimana
kisah kelanjutan mereka.”
Cameron tiba tiba menepuk pundak Megan
lalu memberikan gadis itu sebotol Pocari sambil tertawa riang. “Kurasa mereka
akan menjadi satu, entah kapan, tapi pasti.”
“Iya… Kuharap juga begitu.”
“Pastilah, Maddi dan Grey pasti sudah
saling suka!” seru Cameron. Megan hanya tertawa. Tiba tiba Adam menaruh dengan
kasar botol air mineralnya lalu menatap sinis ke arah Maddi dan Greyson.
“Belum pasti, semua dapat berubah.” kata
Adam sinis lalu beranjak pergi. Mackenzie terdiam lalu menunduk. Wajahnya
langsung berubah sedih. “Adam kenapa ya…”
“Iya, Zie belakangan ini Adam sering
marah marah enggak jelas.” kata Cameron.
“Iya dan itu semua pasti karena Maddi
dan Grey…”
“Aduh, Kenzie! Apa sih yang kau
fikirkan? Paling Adam sedang banyak fikiran atau saja dia sedih karena sekarang
Maddi yang merupakan sahabat baiknya sudah menemukan cowok yang ia sukai jadi
mulai jauh dengan Adam!” seru Megan sambil tertawa terpaksa.
“Apa iya? Kurasa…. Ada yang lain..”
“Apa maksudmu, Zie?” tanya Cameron
heran.
“Mungkin saja…. Adam mempunyai
perasaan pada Maddi.” kata Mackenzie terbata bata. Megan langsung merangkul
Mackenzie lalu tertawa lagi. “Kau kenapa sih? Jangan begitu dong, Adam kan
sudah menyatakan cintanya padamu. Hanya saja dia belum bisa berpacaran
sekarang. Kamu harus mempercayai Adam, Zie!” seru Megan.
“Ah iya, Zie! Megan benar! Jangan
berprasangka buruk begitu. Lagipula kau tahu kan Adam dan Maddi memang dari
dulu dekat? Mungkin karena sekarang Maddi lebih sering bersama Grey jadinya
Adam kehilangan orang yang sering bertengkar dengannya…”
“Apa mungkin?” tanya Mackenzie tak
yakin.
“Kenapa tidak mungkin?” tanya Cameron
makin heran.
“Aku takut..”
“Takut? Takut apa?”
“Aku takut hanya aku saja yang bahagia
bersamanya, sedangkan dia hanya terpaksa. Senyumnya bersamaku dan bersama Maddi
itu berbeda…”
“Mungkin tidak sih kalau Maddi itu
sahabatnya dan kau adalah gadis yang Adam sayangi? Jangan begitu, Zie….”
“Aku menyayanginya, Gan. Mangkanya aku
takut.”
“Aku mengerti perasaanmu, Zie…” kata
Megan lirih.
“Cobalah untuk lebih berpikir jernih
ya? Jangan terbawa perasaan..” kata Cameron pelan.
“Tapi jika sampai Adam bersama Maddi
bukan denganku bagaimana?” tanya Mackenzie pelan. Megan terdiam, menghela
nafas, lalu tersenyum kecil.
“Itu pilihannya, kau harus terima
apapun itu. Pilihannya akan membawanya ke tempat yang bahagia. Cinta selalu
senang melihat orang yang kita cintai bahagia kan?” tanya Megan.
Mackenzie mengangguk
pelan. Pikirannya kacau, tapi tujuannya
tetap satu. Ia hanya ingin selalu bersama Adam. Ia takut tempatnya
direbut Maddi. Tapi.. Bagaimana ia bisa selalu bersama Adam jika dalam hati dan
fikiran Adam selalu hanya Maddi seorang?
***
“Kau sudah makan?” tanya Maddi sambil
membawa roti cokelat yang ia bawa. Grey menoleh lalu menggeleng. “Belum. Tapi aku
tak merasa lapar..”
“Kurasa kau belum makan semenjak kemarin
malam. Betul?”
“Bagaimana kau tahu?”
“Di pesawat kau tak makan, kau
bercerita banyak denganku..”
“Hahahaha sudahlah, sebentar lagi juga
jam makan pagi.”
“Yasudahlah, aku makan saja…”
“Hahaha, aku mau main bola dengan yang
lain, ya!” seru Grey sambil tersenyum lalu berlari ke lapangan bola. Yang bermain
di sana tak ada yang merupakan teman dekat Grey. Teman temannya seperti Adam
dan Cameron duduk di samping lapangan.
Ketika Maddi sedang asyik melahap roti
cokelatnya, Grey yang tadinya sedang bermain, berlari ke arah Maddi. Ia
tersenyum kecil lalu mengeluarkan handphone biru hitamnya.
“Titip handphone dulu ya.” katanya
sambil tertawa. Maddi meraihnya dengan perasaan linglung. Sebagian hatinya
merasa senang sekali tapi sebagiannya lagi merasa bingung. Kenapa Grey
menitipkannya pada Maddi sementara masih banyak temannya yang lain?
Maddi memutuskan untuk berjalan
mendekati lapangan lalu duduk di sampingnya. Ia melihat permainan sepak bola
Greyson. Maddi selama ini tak pernah mengamati cowok bermata cokelat ini sangat
pandai bermain sepak bola. Maddi tersenyum kecil ketika lagi lagi Greyson dapat
membobol gawang milik lawan.
Ketika Greyson berdiri tepat di depan
Maddi, entah apa yang Maddi fikirkan, bibirnya refleks terbuka. “Greyson!”
serunya. Grey menoleh lalu menatap Maddi. Nafasnya yang satu dua membuat ia
hanya menggerakan bibirnya, terlihat ia mengucapkan “Apa?”
“Semangat yaaa, Grey!” seru Maddi
dengan nada sangat ceria. Greyson tersenyum lalu mengangguk dan mengucapkan “iya,
terima kasih” tanpa suara. Entah apa yang Maddi fikirkan, tapi ia merasa
seperti ia adalah pacar Greyson.
Ia tiba tiba mengkhayal apa yang
terjadi jika ia adalah pacar dari cowok yang memakai baju hitam itu. Apa mereka
akan tetap dekat seperti ini? Apa pandangan orang orang? Apa mereka bisa
berpacaran seperti yang lain? Bagaimana dengan Vald? Bagaimana dengan Adam?
Adam… Adam.. Hah, Maddi kini tak
terlalu memikirkan Adam. Semenjak Grey berhasil merebut hatinya, Maddi hanya
terpesona oleh ketampanan Adam, tak lebih dari itu. Kini Maddi merasa bingung,
apa yang akan terjadi jika Vald tau ia menyukai Grey?
Tak terasa pertandingan pun selesai. Grey
berlari ke pinggir lapangan dan langsung di sambut oleh Maddi yang membawakan
handphone dan air mineral untuk Grey. Setiap orang yang melihat kedua remaja
ini pasti berfikir mereka adalah sepasang kekasih. Tapi sebenarnya tidak.
Maddi memang menyukai Grey, tapi ia
tak tau apa yang ada di fikiran Grey. Apakah Grey juga menyukainya atau tidak. Ia
memang merasa Grey sangat baik padanya, tapi baik saja tidak cukup untuk
menyimpulkan bahwa perasaannya terbalas. Tapi kini, Maddi tak terlalu perduli
dengan perasaan Grey padanya. Kini yang terpenting adalah Maddi bisa terus
dekat dengan Grey selamanya.
“Uhh, Grey…” panggil Maddi pelan.
“Iya, Madd?” tanya Grey sambil menoleh
ke arah Maddi.
“Ulang tahunmu tanggal 3 Maret kan?”
“Iya.. Kenapa?”
“Provider kamu Simpati kan?”
“Aku tak tahu.”
“Eum.. Telkomsel?”
“Iya… Memangnya kenapa?”
“Apa.. Tanggal 2 malam kamu akan tidur
malam?”
“Aku tak tahu, mungkin iya. Memangnya kenapa?”
“Bagus! Kalau begitu aku akan
menelponmu tepat jam 12 malam.” kata Maddi ceria.
“Untuk apa, Madd?” tanya Grey kaget.
“Astaga, Grey! Itu kan hari ulang
tahunmu! Aku ingin menjadi yang pertama mengucapkannya.”
“Hahahaha tak usah repot repot. Kamar kita
bersebrangan.”
“Iya sih.. Aku memang bisa melihatmu
dari balkonku. Tapi kan jaraknya jauh.”
“Ah, tidak juga…”
“Aku tak mau tau! Pokoknya tanggal 3
malam kau harus angkat telponku. Terima atau tidak aku akan tetap menelponmu!”
“Kejutan itu tidak pernah diberi tahu…”
“Tapi kau tak akan mengangkatnya jika
aku tak memberi tahumu. Sudah, makan dulu sana!” seru Maddi salah tingkah. Grey
tersenyum kecil lalu berjalan meninggalkan Grey.
Entah mengapa, ia mempunyai firasat
ulang tahunnya kali ini akan menjadi ulang tahun yang berbeda dari yang
sebelumnya. Sebenarnya… Ia sangat senang Maddi bilang ingin menelponnya saat
ulang tahunnya. Tapi... Grey merasa, Maddi mungkin sebenarnya tak benar benar
menyukainya. Ia hanya merasa nyaman pada Grey.
Padahal jika boleh jujur, Grey merasa
hatinya tak bisa melepaskan bayangan Maddi. Walaupun hanya sedetik. Ia tak tahu
apa ini namanya, tapi jika ada kata kata yang bisa menggambarkan kata lebih
dari nyaman, mungkin itulah perasaannya pada Maddi Jane sekarang.
To be continued...
Tidak ada komentar:
Leave me some comment! Thank you, guys:}