[SHORT STORY] Abu-abu Restu

Karena sesungguhnya, cinta itu jauh lebih samar daripada warna abu abu sekalipun. Seperti ketika aku ingin melupakanmu dan kamu datang lagi. Aku kembali berpijak di pintumu lalu kamu meninggalkanku. Hitam atau putih aku tak tahu mana yang dominan. 
Jadi, haruskah aku pindah hati?

***

Kamu berjalan di sampingku, namun aku tak merasakan bahwa kamu ada disana. Kamu menerawang jauh sambil menggigit bibirmu, namun aku tak bisa merasakan kehadiranmu disana. Kamu tiba tiba tersenyum kecil, namun aku tak merasakan bahwa senyummu itu karena aku disisimu.

Kamu masih disana, Restu?

Aku memutarkan bola mataku lalu duduk di sampingmu setelah beberapa detik kamu berhenti dan memutuskan untuk duduk di salah satu anak tangga itu. Aku menarik nafasku sambil mencoba berfikir dan merasakan bahwa aku sedang bersama Restu, orang yang aku sayangi selama satu tahun ini.

Tapi tak ada getaran itu lagi, Tu.

Aku tak mengerti kenapa semua yang kurasakan jadi berubah drastis. Apakah aku sudah tak bisa lagi merasakan perasaan deg degan yang selalu kamu berikan padaku, Tu? Apakah aku sudah benar benar berjalan menjauh dan melupakanmu?

Karena sekarang, duduk di depan, samping atau belakangmu saja itu semua tak berarti apa apa.

Kamu menoleh lalu menatapku, "kamu kenapa diam saja?" Tanya kamu heran. 
Aku menggeleng. "Tidak, Tu."
Kamu tertawa dan menunjukkan gigi gingsulmu, yang membuat senyummu lebih manis daripada madu sekalipun. "Restu tau kamu sedang berbohong."
Aku menatapnya sinis. "Restu-sok-tahu."
Kamu tertawa lagi. "Kita bersahabat sudah 3 tahun, Alyssa. Mana mungkin Restu tak tahu kamu?" Tanyamu lagi. Aku terdiam.

Iya, Tu. Kita bersahabat. Hanya sahabat.

Aku menatapmu lagi, namun kali ini aku semakin yakin dengan apa yang aku rasakan semenjak 3 bulan terakhir ini. Kita semakin jauh daripada dulu. Jauh sekali, jauh sekali Tu. Kita memang masih bicara, namun bukan seperti dulu. Kita sudah tak seperti dulu.

Kita memang duduk berdekatan, tapi seperti dalam dimensi yang berbeda.

Aku dan kamu memang berbicara, tapi pembicaraan kita bukan kita yang dulu. Aku dan kamu memang masih saling tertawa, tapi tawa kita bukan tawa yang dulu. Dulu sudah berubah jadi sekarang. Dan aku benci keadaan sekarang yang membuat aku dan kamu seperti ini.

Aku tahu kamu tahu aku menyukaimu, Tu.

Kamu mengacak acak rambutnya."Aihhh, Naufal kemana sih, Lyss?" Tanyamu. Kita memang disini karena ada perkerjaan kelompok, bukan seperti dulu.

Dulu aku dan kamu selalu bersama kan Tu? Kemanapun, apapun dan dimanapun. Tapi sekarang, aku butuh seribu alasan supaya bisa bersama kamu selama ini. Karena kamu telah menjauhi aku. Kamu meninggalkan aku tanpa alasan yang jelas dan seakan akan semua yang kita lalui hanyalah masa lalu yang harus dibuang.

Mungkin untukmu semua yang sudah kita lalui hanyalah 'cerita lalu' Tu. Tapi untukku, itu segalanya.

"Alyssa mau ngomong sama Restu."
"Oh.. Yaudah tinggal ngomong."
"Alyssa cuman bingung harus mulai darimana."
Restu tertawa canggung. "Sejak kapan Alyssa Pane jadi gini? Biasanya juga ada apa apa asal ceplos aja. Hahahaha."
Kamu masih tertawa tapi wajah ramahku sudah berubah menjadi air mata yang menetes. Wajahmu berubah panik. "Lyss, kamu kenapa sih?"

Kamu selama ini tidak pernah tahu kan perasaanku yang sebenarnya?

Kamu bahkan tidak pernah tahu bahwa rasa sayangku padamu lebih dari apapun yang pernah kutahu. Semua orang bilang, mustahil jika aku dan kamu bisa jadi kita yang lebih daripada sahabat. Akupun sadar mungkin itu hal yang mustahil dan hanya angan anganku. Tapi Tu...

Aku menyayangimu. Sangat menyayangimu.

Kenapa sih kamu tidak pernah bisa melihatku sebagai wanita?

"Kamu jangan nangis tanpa alasan, Lyss. Aku khawatir."
"Kamu khawatir atau pura pura khawatir?"
"Lyss, aku gak se-careless itu."
"Elyss cuman butuh kepastian dari kamu, Tu." Kataku akhirnya. Kamu memang lebih sering memanggilku Elyss daripada Alyssa. Tapi dulu, dulu sekali. Sebelum gossip mengenai aku yang menyukaimu menyebar, sebelum kamu pergi jauh dariku.

Kamu meninggalkanku sedikit demi sedikit lalu hilang begitu saja semenjak gossip diluar sana mengatakan bahwa aku menyukaimu. Aku tahu dan sadar betul kamu pasti merasa risih dengan semua itu. Aku tahu, Tu.

Tapi kenapa pilihanmu adalah menjauhiku?

Bukannya semakin kamu menjauhiku, semakin aku mencoba mendekat, semakin kamu risih?

Kamu memutar bola matamu. "Lyss, bisa dibicarain lain kali aja?"
"Gak bisa. Satu tahun bukan waktu yang sebentar untuk menunggu."
"Nah tuh kamu tahu. Kalo gitu kamu kan tinggal move on aja."
Aku mendengus pelan. Tolol, kalau move on semudah mengatakannya, aku sudah pergi darimu semenjak dulu!

"Masalahnya melupakan kamu itu sulit sekali."
Kamu mengerutkan keningmu. "Apa yang sulit coba? Tinggal lupain masa lalu aja."
"Tu, aku tahu kamu udah suka sama Tiffany..."
Aku menarik nafas satu dua sementara kamu terdiam. Wajahmu mengeras.

Iya, Tu. Aku tahu kamu sudah dan masih menyukai mantanmu, Tiffany. Aku tahu aku tak lebih baik daripadanya. Tapi pernahkah kamu berfikir kenapa aku tetap menunggu?

"Kamu bisa move on, Lyss. Jangan menungguku terus."
"Jika aku bisa, tapi aku terus menyayangimu."
"Kenapa sih kamu terus menungguku?"
"Kamu tahu kan aku menyayangimu?"
Kamu terdiam lalu mengangguk. "Aku tahu."
"Nah..."
"Kamu juga tahu kan Lyss aku masih menyayangi Tiffany?"
Kali ini aku terdiam lalu mengangguk. "Ya."
"Lalu kenapa masih membuang waktumu?"
"Kamu dulu bilang butuh kepastian dan pembuktian bahwa perasaanku bukanlah sekedar candaan kan? Bahwa perasaanku bukanlah sekedar pelarian kan? Aku sudah melakukan semuanya. Kamu datang ketika aku memutuskan untuk pergi dan kamu pergi ketika aku memutuskan untuk kembali berdiam diri menunggumu disini. Apa kamu tidak bisa merasakan betapa besar cintaku padamu, Restu Rahardiansyah?" Cecarku dengan emosi yang meluap luap.

Wajahmu semakin mengeras. Matamu menerawang jauh. Aku sudah bicarakan tentang perasaanku padamu 4 bulan yang lalu dan kamu bilang kamu butuh kepastian dan pembuktian hingga kamu percaya bahwa aku benar benar menyukaimu.

Kamu bilang kalau aku ingin sesuatu, aku harus berjuang. Karena pada akhirnya apa yang kuinginkan pasti akan datang padaku. Aku sudah memperjuangkan semuanya, namun kenapa kamu tak datang juga?

"Lyss. Aku memang harus meninggalkanmu supaya kamu bisa melupakanku. Ketika kamu sudah jauh, aku mendekat lagi berusaha membuat semuanya kembali seperti dulu. Tapi kamu kembali lagi.... Dan itu membuatku bingung, Lyss. Astaga, kamu menyikasaku juga."
"Kamu tuh seperti warna abu abu, Tu! Kamu tak pernah benar benar hitam ataupun putih. Kamu bisa membuatku senang bisa membuatku sedih. Aku tak mengerti, kenapa sih sampai saat ini kamu tak kunjung sadar betapa aku mencintai kamu? Apa pernah dia melakukan hal yang sama sepertiku untuk menunjukkan cintanya padamu?"
"Lyss. Jangan bodoh."
Tangisku pecah. Aku tak bisa berkata apa apa.
"Lyss. Terima kasih untuk semua yang kamu lakukan. Aku sudah tahu dan percaya semua hal yang kamu lakukan itu tulus. Tapi.... Aku menyayangi Tiffany."
Aku menjerit dalam hati. Sia sia.. Kenapa aku harus terus jatuh cinta?!
Sambil terisak aku bangkit dan menatapnya dalam dalam.

"Kenapa kamu menghabiskan waktumu menunggu Tiffany ketika aku, dihadapanmu, menyediakan cinta begitu besar padamu? Kepastian di hadapanmu, Tu. Kenapa harus dicari lagi?"
"Maaf membuatmu sakit selama 355 hari itu. Aku harap ini hari terakhir kamu menungguku. Kamu harus pindah hati."
"Tidak bisa. Aku menyayangimu."
"Bukan tidak bisa. Kamu belum mencobanya."

Aku terduduk. Ini puncak dari penungguanku. Restu memang tak pernah bisa mencintaiku...

"Aku hanya menganggapmu sebagai sahabat yang kusayang, tak lebih."
"Kenapa tidak bisa lebih?"
"Karena aku tak pantas untuk kamu."
"Maksudmu?"
"Kamu terlalu baik untukku. Aku tak mau menyakitimu."
"Aku hanya ingin membahagiakan orang yang aku sayangi, Tu..."
"Bukankah dengan melihat orang yang kamu cintai bahagia dengan apa yang dia pilih sudah membuatmu bahagia, Lyss?"
"Tapi, Tu..."
"Tidak bisa, kita hanya sahabat. Tidak bisa."
"Tapi kamu bilang kamu menyanyangiku!"
"Sebagai sahabat iya, tidak untuk yang selebihnya."
"Kamu harus move on, Lyss."

"Aku ingin."
"Jangan terjebak pada permainan hati yang kamu buat sendiri."
"Ya Tuhan....."
"Lyss... Move on, Lyss. Semua orang satu tahun ini sudah berpindah kesana kemari. Kamu? Kenapa kamu stuck di aku yang gak bisa ngasih kamu lebih?"
"Karena aku gak butuh hal yang lebih dari kamu. Cukup kamu disampingku."
"Nah, berarti.. Gak perlu aku bales kan cinta kamu?"
Aku terdiam. Tangisku mulai mereda.
"Cinta benar benar tidak di paksakan, Lyss."
"Aku tau, Tu."

"Di luar sana, masih banyak yang lebih baik daripada aku. Jangan terjebak pada warna abu abuku. Disana ada warna hitam dan putih yang jelas jelas menunggu kamu. Jangan menunggu sesuatu yang tidak pasti, karena pada akhirnya pasti semuanya sia sia."

Kamu berjalan meninggalkanku sendirian di tangga itu. Perasaanku kacau, aku semakin hancur setiap kali otakku mengingatkanku bahwa kamu.. Kamu yang kutunggu... Bukanlah orang selanjutnya yang akan kutempati hatinya.

Aku lelah berjalan sendirian. Memilah milih warna hitam atau putih yang cocok untukku. Kenapa sih ketika aku jatuh cinta pada kamu, malah kamu berwarna abu abu, warna samar, warna yang tidak mempunyai kepastian yang jelas untukku.

Tapi kamu benar, Tu. Jika aku benar benar mencintai kamu, aku harus melepaskan kamu dan mencari yang lain. Aku bahagia karena kamu. Kamu akan bahagia bersama Tiffany. Jadi aku harus berkorban......

Ah ya, jika kamu menginginkan sesuatu kamu memang harus berkorban. Dapat satu, kehilangan satu. Dapat yang baru, kehilangan yang lama. Siklus alam. Aku  tak bisa menolaknya.

You said move on, where do I go, Tu? 

Aku memutuskan untuk menghapus air mataku, melupakan semua hal yang membuatku tertahan pada Restu. Aku harus kembali menjadi aku yang dulu dengan nya. Hanya sahabat, tak lebih. 

Ketika kamu mencintai seseorang dan ternyata dia tidak bisa bersamamu, itu adalah saat dimana kamu harus berhenti berjuang dan mencari warna hitam atau putih yang tepat untukmu. Bukan warna abu abu  yang samar dan tak jelas kepastiannya.

Jujur, melupakan masa lalu adalah hal yang sulit untukku dan aku masih tak kuat untuk memulai hal yang baru. Tapi...... Ini jalan terbaik. Terjebak pada masa lalu tak akan membuat aku bisa bersama Restu.

Aku hanya berharap yang terbaik. Jika memang Restu adalah jodohku, pasti Restu akan datang padaku. Jika tidak... Toh aku akan bertemu dengan yang lain? Karena persahabatan jauh lebih penting daripada cerita cinta yang mungkin akan pudar seiring dengan berjalannya waktu.

Aku memang menyayangi Restu, aku sudah berjuang dan sampai titik akhir dimana aku memang harus berbalik dan meninggalkan Restu. Kembali menjadi Alyssa Thalita Pane yang dulu, sahabat dari Restu Rahardiansyah. Tanpa perasaan cinta, tanpa perasaan benci. Kembali bersahabat seperti dulu.

Aku memutuskan untuk melepaskan semua hal yang membuatku berhenti di Restu. Aku harus berjalan lagi. Walaupun itu sulit tapi aku harus melakukannya. Daripada aku stuck dan tak dapat apa apa?

Jadi, aku harus mencari lagi supaya aku tak salah jatuh cinta. Mencari orang yang bisa aku singgahi dan memiliki warna hitam atau putih, bukan abu abu seperti Restu.





Cirebon, November 6th 2012 from 20.03-20.55
For G.
Rizki Rahmadania Putri

6 komentar:

  1. gak abis pikir kenapa kamu bisa bikin ilustrasi kalo cinta restu itu abu-abu...cool!!!

    BalasHapus
  2. ceritanya bagus, leadnya bikin saya langsung terinspirasi bikin tulisan :D

    BalasHapus
  3. Diksinya keren banget untuk Tipluk dari 8 tahun lalu 👍

    BalasHapus

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.