If This Was a Movie chapter 16
Page 001. 2 hours left to page 002.
I found myself staring at the rain and whispered your name.
***
Mackenzie malam ini terlihat sangat
manis dengan dress berwarna pink dan jaket berwarna coklat. Ia duduk di samping
Megan yang sejak mereka datang sibuk bertengkar dengan Cameron membicarakan
Barcelona dan Real Madrid. Adam tertawa kecil lalu menarik tangan Mackenzie.
Adam
menatap matanya lalu menggenggam tangannya. Pipinya langsung merona.
Mereka
berdua berjalan menuju balkon Café. Dari sini pemandangan indah benar benar
membuat kita berdecak kagum. Lampu lampu di kota yang membuat semuanya tampak
warna warni, bintang yang memenuhi langit dan bulan yang menerangi gelapnya
malam.
“Kamu
suka?’ Tanya Adam setengah berbisik. Mackenzie mengangguk.
“Iya,
suka.”
“Suka
sekali?”
“Seperti
aku menyukaimu.” Jawab Mackenzie spontan. Adam tertawa.
“Menyukai
kamu itu bisa dihitung, beda sama menyayangimu, Zie.”
Mackenzie
menoleh keheranan, “Huh? Apa bedanya coba, Dam?”
“Ada.
Banyak banget. Suka sama kamu tuh penuh dengan karena, sementara sayang sama
kamu tuh penuh dengan walaupun. Jadi aku bingung ngegambarin pake angka berapa
buat rasa sayang aku sama kamu.”
“Hahaha
kamu selalu bisa deh bikin pipi aku merah.”
“Aku
selalu suka sama pipi merah kamu, hangat.”
“Hahaha
dan cuman kamu yang bisa bikin itu memerah.”
“Wah,
aku istimewa dong.”
“Iyalah
hahaha dan satu satunya! Kalo aku, Dam?”
“Kamu?
Kamu juga istimewa.”
“Istimewa
saja atau istimewa dan satu satunya?” Tanya Mackenzie menggoda. Candaan
Mackenzie disambut oleh reaksi tak biasa dari Adam. Adam tersenyum tipis,
“selalu istimewa.” Sahutnya. Mackenzie menggigit bibirnya lalu memutuskan untuk
menundukkan kepalanya.
Ia
lalu berfikir lagi, mungkin ia memang istimewa, tapi bukan satu satunya. Ada
gadis lain yang selalu menempati hati Adam. Iya, pasti ada dan selalu ada.
Bahkan ketika gadis itu sudah memiliki orang yang ia sayangi selama ini,
Greyson Chance.
Bagi
Mackenzie, Maddi sangat beruntung sekali karena ia setelah berjuang mendapatkan
Greyson. Walaupun pada akhirnya Mackenzie juga mendapatkan Adam, tapi Maddi
mendapatkan Greyson seutuhnya, sementara Mackenzie hanya setengah, separuh atau
sebenarnya tidak pernah sama sekali. Mungkin Adam memang menyukainya, tapi
hatinya selalu terpaut pada Maddi.
Mackenzie
selalu mencoba menepis pemikiran tolol itu. Tapi hatinya tak bisa berbohong
untuk menutupi rasa sakit yang terus menerus bergejolak setiap kali melihat
binar mata Adam yang membicarakan kebaikan Maddi dan gestur Adam saat cemburu
melihat Maddi bersama Greyson.
Mackenzie
sebenarnya bisa merasakan Adam tulus berkata bahwa Mackenzie istimewa. Tapi
apalah arti sebuah kata istimewa jika itu ditunjukkan tidak kepada kau seorang?
Terlalu banyak hal yang berkecamuk di kepala Mackenzie membuat ia tidak bisa
menikmati malam ini.
Ia
terus mengaduk aduk Mocca Float-nya sambil tidak menggubris Adam, Megan dan
Cameron yang sedang membicarakan tentang Maddi-Greyson. Mackenzie lagi lagi
iri, kenapa sih Maddi selalu di nomor satukan ditengah tengah mereka?
Tidak
bisa dipungkiri lagi kecantikan, keramahan, keuletan serta sederet talenta dan
prestasi yang dimiliki oleh Maddi tidak ada pada diri Mackenzie. Maddi dan
Mackenzie adalah dua gadis cantik dengan senyum manis yang memikat, namun ada
daya tarik berbeda pada diri Maddi yang membuatnya menang lagi dari Mackenzie.
Mackenzie
memang gadis yang ramah, namun ia terlalu ramah sampai terasa tertutup dan
begitu alim. Berbeda dengan Maddi yang lincah dan memiliki banyak teman. Maddi juga orang yang ulet,
bisa jadi pemimpin dan bertanggung jawab. Sementara Mackenzie lebih suka diam
dan tidak suka berada di tengah orang banyak.
Bagaikan
film, rasa iri Mackenzie pada Maddi makin banyak sedikit demi sedikit seiring
dengan ingatan Mackenzie tentang apa yang dimiliki Maddi berputar di kepalanya.
Mackenzie tahu hal ini adalah hal tolol untuk dipikirkan. Tapi dia tidak bisa
melawan hasrat kecemburannya pada Maddi.
Mackenzie
ingin Adam hanya menatapnya seorang. Tapi nyatanya Adam tidak begitu. Adam juga
menatap ke arah yang lain, bahkan untuk waktu yang lama dan ia menatap seorang
Maddi Jane, cewek yang tidak pernah sadar betapa Adam juga mencintainya.
Mackenzie
tidak bodoh, ia bisa melihat cinta di antara empat sahabat ini. Megan dan
Cameron sudah sama sama jatuh cinta, hanya saja mereka terlalu sering
bertengkar sampai sampai tidak sadar dengan apa yang sudah terjadi di hati
mereka.
Adam
sudah lama menyukai Maddi dan sampai detik ini pun, Mackenzie yakin benar jika
ia bertanya pada hati kecil Adam, jawaban iya akan ia dapatkan ketika bertanya
apakah Adam masih mencintai Maddi atau tidak.
Sementara
Maddi… Mackenzie rasa Maddi sama sekali tidak peka dan Adam terus menunggunya
sampai akhirnya ia lelah dan menemukan aku. Maddi selalu berhenti pada orang
orang yang tidak pernah mencintainya juga sehingga Adam selalu bisa berada
disisi Maddi. Namun pada akhirnya Greyson juga ternyata mencintainya dan itu
membuat Adam tidak punya pilihan lain selain benar benar melepaskannya.
Mackenzie
tahu semua itu. Mackenzie juga tahu sebenarnya Greyson sudah lama merasakan hal
yang sama pada Maddi tapi ia pura pura
tidak mau tahu tentang hal itu sampai akhirnya Maddi yang maju duluan.
Mackenzie
tahu, Maddi adalah cewek yang menyenangkan sehingga semua mata bisa tertuju
padanya. Tidak seperti Mackenzie yang bisa dibilang anti sosial. Mackenzie
hanya berteman dengan orang orang yang memang dibutuhkan saja.
Mackenzie
senang Maddi mempunyai keistimewaan seperti itu. Ia yakin hal itu pula lah yang
membuat Greyson jatuh cinta pada Maddi. Namun jika hal istimewa itu membuat
orang yang dicintainya berpaling pada Maddi, ia tidak bisa terima.
Karena
hidup ini bukan film yang tidak bisa dikuasai oleh satu gadis dan menindas
gadis yang lain. Adam hanya milik Mackenzie, titik. Mackenzie tersenyum lebar.
“Kamu
kenapa, Sayang?” Tanya Adam setelah akhirnya memperhatikan pacarnya itu yang
sedari tadi diam saja. Mackenzie menoleh.
“Aku
cuman pengen kamu tau, aku akan membuat diriku sebagai gadis yang istimewa dan
hanya satu satunya bagi kamu. Aku berjanji.” Sahut Mackenzie sambil tersenyum
kecil. Ia lalu bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju toilet
meninggalkan Adam, Megan dan Cameron yang kebingungan melihat tingkah Mackenzie
malam ini.
“Dam,
bilang padaku kalo kamu sudah tidak memikirkan Maddi lagi.” Kata Megan sambil
menatap Adam tak percaya. Cameron langsung menoleh.
“What?
Jadi selama ini… Adam suka juga sama Maddi?”
“Sorry,
Cam. Aku gak pernah cerita.” Kata Adam membeku.
“It’s
ok. Tapi sekarang udah enggak, kan?”
Adam
terdiam, tidak ada suara sedikit pun. Megan menatapnya dalam dalam.
“Dam,
are you kidding me? Oh come on, kamu sudah punya Mackenzie dan kamu juga sudah
berjanji pada dirimu sendiri akan melepaskan Maddi. Sekarang Maddi sudah
bahagia dan kamu….”
“……
I’m human, Megan.” Kata Adam pelan, breathless.
“Dam,
kamu gak bisa gitu. Kalo kamu sukanya sama Maddi, ya kamu perjuangin Maddi
bukannya semangatin dia ke Greyson.” Kata Cameron dengan bijak.
“Aku
gak bisa, Cam. Kita kan bersahabat.”
“Nah,
kalo gitu kamu relain dia.”
“At
the first time, iya aku relain. Tapi… Tapi aku gak bisa terima kalo liat dia
jadian.”
“Gak
bisa gitu, kamu kan sudah punya Mackenzie sekarang. Kamu lho yang milih dia.”
Cameron meningatkan. Adam menghela nafas.
Hening
panjang.
“Dam,
listen to me. Wajar kalo kamu belum sepenuhnya lupain Maddi, tapi belajarlah
untuk menutupi perasaan kamu supaya orang yang mencintai kamu tidak terluka.
Mackenzie peka dan aku yakin dia merasakan semuanya selama ini. Apalagi masalah
percakapan tentang keistimewaan tadi.” Cecar Megan dengan lembut seperti
seorang ibu.
Adam
menghela nafas lagi.
“Dam,
ini bukan film. Kamu gak bisa milih dua duanya sekaligus. Kamu gak bisa pacarin
Mackenize tapi hati kamu ada di Maddi. Itu egois namanya, Dam.”
“Tapi
kalo aku tetep di Maddi, Maddi gak pernah lihat ke aku, Gan! You know it.”
Cameron
mendengus kesal. “Jadi kamu pacaran sama Mackenzie karena terpaksa, Dam?”
“Oh
no, bukan gitu. Aku emang sayang sama Mackenzie cuman.. Astaga, ini sulit. Aku
kira kalian mengerti situasi hatiku.”
“Kami
mengerti, Dam. Cuman hati kamunya yang terus menolak untuk memperbaiki sikap.”
“Walaupun
kini ada Mackenzie, hatiku tetap mempunyai ruang yang sangat besar untuk Maddi
dan itu membuatku gila. Kalau begini terus, lebih baik aku putus saja dengan
Mackenzie dan kembali mengejar Maddi.” Kata Adam kesal.
“Lalu
kamu mau membuang sebuah kepastian demi mengejar sebuah ketidakpastian? Dam,
jangan bodoh. Jangan mempermainkan orang yang begitu menyayangimu.”
“Hatiku
kacau, Gan. Semua gara gara Maddi.”
“Bukan,
ini semua karena kamu. Karena kamu yang tidak rela melihat Maddi dengan
Greyson. Karena kamu yang tidak rela hatimu ditempati bukan oleh gadis yang
benar benar kamu inginkan. Karena kamu tidak rela melihat Mackenzie sedikit
demi sedikit menempati ruangan Maddi dihatimu.”
Adam
terdiam lalu menarik nafas panjang. “Apa yang harus aku lakukan?”
“Kau
berusaha, jika kau gagal, putuskan saja Mackenzie. Itu jauh lebih baik daripada
dia harus menderita karena melihat kau seperti ini.”
Mackenzie
yang dari kejauhan mendengar langsung jatuh. Ia tidak mau kehilangan Adam,
tidak! Tidak apalagi untuk orang yang tidak mencintai Adam juga! Tidak! Ia rela
melepaskan Adam pada siapapun jika itu membuat Adam bahagia, tapi tidak untuk
mengejar Maddi tanpa kepastian yang jelas.
Karena
Mackenzie tahu betapa sakitnya digantung oleh sebuah ketidakpastian dan ia
tidak ingin, lelaki yang ia cintai merasakan pahitnya dari perasaan hati yang
tidak terbalas.
***
Setelah
ketegangan itu, akhirnya Maddi dan Greyson tiba. Seketika Adam merubah mimik
wajahnya lebih tenang dan Cameron mengusap usap pundak Megan supaya membuat
gadis itu tidak kesal lagi.
“Mana
Kenzie?” Tanya Greyson. Adam mengangkat bahu.
“Tadi
tiba-tiba pergi, sepertinya ke toilet. Bagaimana harimu, Madd?”
Maddi
tersenyum lebar. “Menyenangkan sekali! Hehehehehe.”
“Pasti
menyenangkanlah, kan sudah ada Grey.” Goda Cameron. Maddi menyikut sahabatnya
itu.
“Apa
sih kau! Oh iya, itu kenapa rangkul rangkul Megan?” Tanya Maddi sinis sekaligus
geli. Cameron yang sedari tadi mengusap pundak Megan langsung melepaskan
tangannya. Wajah Cameron dan Megan memerah berasamaan.
“Biasa
fansku, Madd. Dia kayaknya pengen banget rangkul aku, hahaha.” Sahut Megan.
“Hahahaha
kau mau pesan apa, Madd?”
“Gak
tahu nih. Eh ya, ada barang yang ketinggalan di mobil. Greys, temenin…” Kata
Maddi manja. Greyson langsung tersenyum kecil dan bangkit dari kursinya. “Sebentar
ya, guys..”
Mereka
berlalu meninggalkan meja bernomer 52 itu sambil tertawa kecil. Keduanya tampak
serasi malam ini. Greyson bisa mengimbangi Maddi yang mungil. Sementara Maddi terasa
seperti pemanis di samping Greyson.
Megan
menghela nafas. “Aku yakin Kenz lagi sedih banget.”
“Aku
tahu aku salah, tapi ini masalah hati, Gan.”
“Aku
ngerti, Dam. Cuman masa kamu gak bisa atur hati kamu? Kan kamu yang milih
Mackenzie.”
“Dam..
Hidup itu bukan film yang bisa di putar ulang dan di skip jalan ceritanya kalo
kamu gak suka. Ketika kamu sudah memilih, kamu harus berjuang untuk pilihan
kamu dan gak bisa ninggalin pilihan kamu gitu aja. Itu pengecut namanya.”
“Tapi……”
“Dam,
sekarang kamu berjuang aja melepaskan rasa cemburu itu. Aku yakin cuman
selintas kok, lama lama juga kamu lupa sama semua itu. Kamu berusaha dulu,
fokusin ke Kenzie. Kalo gak bisa, kamu harus cepet cepet berhenti. Jangan
dilanjutin kalo kamu terpaksa.”
Adam
tersenyum tipis mendengar kalimat demi kalimat dari Cameron. Megan lalu
melanjutkan.
“Karena
keterpaksaan adalah hal yang terburuk setelah sebuah ketidakpastian.”
To be continued.....
Amazing story's...
BalasHapuskerrrennN
thank youuu
Hapus