The Reason is You chapter 30: Fix You
6 chapters left! Keep read, Reasonators hihihi.
***
TIARA ANNISA ADHI MAULIDANTHY’S POV
Setelah akhirnya aku dan Shelly berbaikan, hatiku terasa
lebih tenang sekarang. Setelah sekian lama pertengkaran konyol itu terjadi,
akhirnya aku berhenti mepertahankan egoku supaya kami kembali seperti dahulu
lagi.
Jam menunjukkan pukul 2 dini hari ketika teman
teman sekamarku sudah bersiap siap untuk pergi ke Bromo. Sementara aku masih di
dalam selimut karena demam yang tiba tiba menyerang, Shelly sibuk mencari the
hangat ke Restoran Hotel kami.
Ifa, Valda, Mulan, Adel dan Megan sedang sibuk
dengan kopernya masing masing ketika Nabila menghampiriku. Aku memang sekamar
dengan Nabila tapi aku tidak bicara apapun dengannya. Dia duduk di sampingku.
“Yar, udah enakan?” Tanyanya pelan. Aku tak mau
melihat wajahnya, bagaimanapun ceritanya aku masih kesal dengan Nabila.
“Dikit.” Jawabku.
“Yar… Lo jangan marah terus gini dong.. Gue minta
maaf kalo elo ngerasanya gue ngerebut Shelly, tapi gue gak bermaksud untuk…”
“Cukup, Nab. Kalo lo minta maaf sambil ngebela diri
lo terus, gue makin muak tau gak?”
“Sorry, Yar.. Cuman.. Gue tuh semenjak kejadian itu
puter otak sama Shelly, Audit, Ifa dan temen temen yang lain buat balikin elo
seperti elo yang dulu. Shelly tuh sayang banget sama elo, Yar. Walaupun Shelly
punya banyak temen baru, gak ada yang dia perlakukan seperti elo. Elo yang
istimewa buat dia, Yar.”
Aku terdiam lalu terisak. “Maaf Nab, gue cuman gak
mau kehilangan Shelly..”
“Gue ngerti kok Yar, gue ngerti… Tapi, please lo
jangan diemin gue gini.. Gue mau temenan sama elo secara normal, Yar. Gue gak
berniat ngerebut apapun yang lo punya.”
“Gue emang egois, Nab. Tapi gue sayang banget sama
Shelly.”
“Gue ngerti kok, Yar. Maafin gue ya kalo nyakitin
hati lo.. Udah deh bangun, kan mau liat sunrise!”
“Iya, Nab. Gue juga minta maaf suka marah marah ke
elo terus. Ugh, kayaknya gue gak ikut deh, Nab.”
“Please lo kuatin diri lo, hari ini kan lo ulang
tahun Yar… Jangan sakit, ini kan perjalanan kita..”
Tiba-tiba Shelly masuk ke dalam kamar kami dan
dengan cepat aku menghapus air mataku. Ia membawa secangkir teh manis lalu di
sodorkannya padaku.
“Minum dulu obatnya terus pake jaket tebel dan kita
berangkat ya. Lo gak boleh sakit. We’ll fix it, we’ll fix you.. Happy birthday
my dearest Yara…”
***
WINU ANDICA’S POV
Nugroho baru datang satu jam yang lalu dengan koper
dan jaket tebalnya beserta masker untuk menutupi identitasnya dari anak anak
Vancouver. Belum ada Vancouver yang tahu selain aku, Bhimo, Haekal, Kevin dan
Lega. Aku memang sengaja mengambil kamar yang berenam karena berada dekat
dengan pintu masuk hotelnya.
Nugroho hari ini akan mengajak Icoy balikan. Dia
sudah mempersiapkan semuanya mulai dari bunga, coklat, boneka beruang juga
brownies kukus kesukaan Icoy.
Risma dan Mauren mengetuk ngetuk pintu kamar kami
setelah mengirimi BBM bahwa mereka akan segera kemari memberikan kabar. Aku
membukanya dan menyuruh mereka masuk. Mereka tersenyum sumeringah.
“Nug! Kita ada kabar buat lo!” Seru Mauren.
Nugroho yang sedang duduk di pinggir tempat tidur
langsung bangkit dan menghampiri mereka berdua. “Ada apa, Ur?”
“Lo harus tau tadi sekitar jam 1an pas lagi pada
tidur, gue sama Mauren ngedenger Icoy nangis sambil megang HP dan bilang
seandainya elo ada disini, kalian gak putus dan bisa liat sunrise bareng
bareng! Kesempatan buat lo tuh, Nug!”
Kami semua lalu menatap Nugroho dengan tatapan
mendukung sementara yang tertatap sedang terkulai lemas di lantai. Ia sempat
merasa hopeless karena mendengar cerita dari Risma bahwa Icoy punya pemikiran
untuk move on karena Nugroho tidak menghubunginya sama sekali.
Padahal Nugroho tidak menghubunginya karena ia
ingin tahu apakah Icoy akan perduli padanya atau tidak. Aku lalu mendekati
Nugroho dan mengulurkan tanganku. Ia meraihnya sambil menatapku dalam dalam.
“Kesempatan lo bro, semangat!”
Dia tersenyum sumeringah. “Pasti, Win. Doain gue ya
semua!”
Aku tersenyum kecil sambil berfikir andai aku bisa
memperjuangkan gadis yang aku sukai juga….
***
FAISAL ABDUL MAJID’S POV
Melihat Silvy bersama Lega adalah hal yang paling
menyakitkan dan aku akan terus melihat itu karena aku duduk di belakang Silvy
dan Silvy duduk bersebrangan dengan Lega.
Aku sudah menyukai Silvy semenjak lama dan
perasaanku tidak pernah berubah bahkan ketika Silvy tidak pernah menyadarinya.
Walaupun Silvy dekat denganku ketika ia sedang sedih atau patah hati saja, aku
akan terus menunggu Silvy karena aku menyayanginya.
Lebih daripada Alvan ataupun Lega.
Kurasa Lega sendiri jadi berubah semenjak berpacaran
dengan Silvy. Ia malah jarang memperhatikan Silvy dan sibuk sendiri. Itu yang
membuat Silvy lebih banyak menghabiskan waktunya denganku daripada dengan Lega.
Tapi aku mau terus berusaha supaya Silvy sadar bahwa aku lebih baik daripada
Lega.
Apapun resikonya, aku harus menyatakan cintaku pada
Silvy supaya Silvy sadar bahwa ada yang lebih baik daripada Lega. Aku tidak
ingin merebut Silvy secara kasar, aku
hanya ingin Silvy memilih dan melihat yang lebih baik. Walaupun aku
takut Silvy jadi memusuhiku, aku harus tetap maju.
‘Cause when you love someone, you must be brave to
say.
***
ABIZAR BAGAS PRATIATAMA’S POV
Aku meraih tangan Ninis dan berjalan menuju tempat yang
tidak terlalu ramai. Aku ingin menunjukkan pada Ninis samudera di atas awan
karena dia sangat ingin melihatnya. Ninis mengikuti langkahku dengan tergesa
gesa. Dia mengigil tapi sejak tadi terus menutupinya. Aku hanya tersenyum kecil
melihatnya.
“Nis, sudah sampai!” Seruku saat kami sudah berada
di tempat yang menurutku tepat. Ninis melepas genggamannya dan memasukkan kedua
tangannya ke dalam saku jaket tebalnya. Ia mengigil lagi.
“Dingin banget, Zar.” Keluhnya. Aku terkekeh.
“Ini belum seberapa.. Dipuncaknya jauh lebih
dingin. Eh kamu lihat kesana deh.” Kataku sambil menunjuk ke puncak Mahameru
yang terlihat dari tempat kami berdiri.
Ninis masih sibuk menggosokan tangannya ke jaketnya
dan tidak memperhatikanku. “Apa sih, Zar? Duh takut dicariin Jaffles…”
Aku menyerengitkan dahiku. “Jadi kamu lebih milih
Jaffles daripada aku?”
Ninis tertawa. “Enggaklah, Zar.. Apaan sih?”
“Aku inget banget kamu mau liat samudera di atas
awan yang kayak ada di buku 5cm kan ? Tuh, seinget aku itu puncak gunung
Mahameru dan… Happy months-anniversary, Nisrina..” Kataku sambil mengarahkan
Ninis ke arah gunung Mahameru.
Pacarku ini berdecak kagum melihat keindahan
samudera di atas awan. Ia tidak henti hentinya tersenyum dan tak kunjung
memberikan komentar. Aku senang sekali melihat reaksinya.
“Ini sama indahnya seperti saat aku bisa bermain
gitar dengan baik ataupun mendapat kehormatan untuk memegang tongkat
Rafflesia…”
“Dan bisa ikut banjar tempur juga…”
“Dan bisa tahu yel yelnya. Ini indah sekali, Zar!
Aku suka banget!”
Aku merangkulnya. “Syukurlah kalo kamu suka. Aku
janji kita bakal kesana bareng bareng dan liat pemandangan paling indah dari
puncak Mahameru. Suatu saat nanti ya, Zar.”
Ninis menoleh. “Kamu yakin bakal sama aku terus?”
Aku mengangkat bahu. “Aku gak punya pilihan lain,
aku sayangnya cuman sama kamu.”
“Tapi kita masih SMP, Zar.”
“Siapa yang tahu masa depan sih, Nis?”
“Aku berharap kita akan terus terus dan terus… Kamu
tau sendiri sebelum sama kamu, aku melewati banyak orang dan berdiam diri untuk
beberapa saat.”
“Iya, aku juga gitu dan aku rasa ada perbedaan di
kamu.”
Ninis tersenyum kecil lalu menggenggam tanganku.
“Aku juga gitu. Aku kira aku bakal stuck di Ghorby tapi kamu datang dan you’ve
fix my heart, Zar. Aku bingung kenapa aku bisa pindah, kenapa aku bisa yakin di
kamu, kenapa sejak dulu aku gak bisa bener bener move on dari mantan dan sama
kamu aku bisa, kenapa aku terus berjalan tanpa tahu kapan berhentinya… And I
know, the reason is you.”
Aku langsung memeluk Ninis dan mengusap usap
rambutnya lembut. “Thank you, Nis. Kamu juga alasan aku tetap berdiri disini.
Aku gak bisa janji lebih banyak sama kamu, tapi aku cuman bisa berharap kita
terus begini… ” Kataku lembut. Ninis mengangguk lalu mempererat pelukannya. Aku
terkekeh mendapati semua hal yang terjadi.
Semuanya begitu cepat semenjak kelas 9 awal dan
sekarang aku berada di bulan November. Saat aku berusaha untuk mendapatkan
Ninis, terhalang oleh Ghorby dan sekarang merasakan hal paling bahagia di
dunia, jatuh cinta.
Aku fikir aku akan berhenti memperjuangkan Ninis
dan memberikannya pada Ghorby. Tapi aku baru sadar, ketika kamu mencintai
seseorang, seberat apapun hal yang kamu hadapi untuk membahagiakannya dengan
caramu sendiri bisa kamu lewati dengan bersabar dan perjuangan.
Aku berjuang membuat Ninis dan Ghorby move on lalu
aku mendapatkan apa yang aku mau. Aku bahagia dan Ghorby juga bahagia. Sempat
aku bertanya tanya kenapa aku terus memperjuangkan Ninis jika hatinya saja
masih berada di Ghorby. Tapi setelah semua perjalanan ini, setelah semua
pelajaran tentang cinta dan persahabatan yang aku lalui, akhirnya aku mengerti.
The reason
is you, Ninis.
***
VALDA NURUL IZAH’S POV
Rianthy berlari meninggalkan Yoga
setelah mereka berdua foto di pertengahan jalan menuju Kawah Gunung Bromo
ketika aku sedang berjalan menuju Yoga. Yoga melambaikan tangannya padaku
sambil tersenyum kecil.
Andai saja Rianthy itu aku.
Aku sudah membulatkan tekadku tadi
malam. Jika aku tidak bisa mendapatkan Yoga, setidaknya aku akan mengatakan hal
yang sebenarnya pada Yoga sehingga Yoga bisa tahu apa yang aku rasakan. Dengan
begitu perasaanku akan lebih tenang dan mungkin saja aku bisa move on.
Teman temanku tidak ada yang benar
benar mau membantuku kecuali Ifa. Mereka semua marah padaku karena aku dulu
tidak percaya dengan mereka yang berkata bahwa Yoga menyukaiku.
Aku lalu berfikir mungkin aku tidak bisa mendapatkan Yoga lagi karena Yoga sudah mempunyai Rianthy dan tampaknya ia bahagia. Tapi aku tidak bisa move on karena hatiku masih perpaut padanya. Jadi aku putuskan untuk memberi tahu perasaanku padanya.
Aku tahu ini terlalu gegabah dan terbilang sangat berani. Tapi aku begitu menyayangi Yoga dan setidaknya dia tau jika aku juga menyukainya. Aku terus berjalan mendekati Yoga di tengah kerumunan turis Kawah Gunung Bromo dan Vancouver yang memadati jalan menuju kawah ketika tiba tiba seseorang menarik tanganku dengan halus tapi tegas. Aku menoleh dan tersentak kaget, Rianthy.
"Aku mau bicara sama kamu, Valda. Aku tahu kamu mau ngapain ke Yoga. Ikut aku."
Aku meringis. Keep calm Valda! You can fix it!
***
ALDA ZERLINA AMELIA'S POV
Suara hentakan kaki kuda itu memberhentikan perjalananku menuju Kawah Gunung Bromo. Aku menoleh dan menemukan seorang cowok dengan alis tebal, jaket kulit coklat dan mata coklat menatapku lembut. Aku terdiam tak bisa berkata apapun. Dia selalu begini.
He's too enchanted to believe, Muhammad Rasyid Ridho.
"Alda gak capek?" Tanya Ridho basa basi. Aku mengigit bibirku lalu menggeleng.
"Sejauh ini sih enggak, kenapa? Ridho mau nyuruh Alda naik kuda?" Tanyaku jahil. Ridho mengacak acak rambutnya lalu tersenyum kecil.
"Kalo enggak keberatan sih.. Mau nunggang kuda sama Ridho gak? Ridho jago lho..." Kata Ridho sambil turun dari kuda coklat itu. Sang pemilik kuda berdiri di belakang kuda yang Ridho tunggangi sambil memakan roti isinya. Aku menelan ludah.
Ya Allah, ini bukan mimpi kan?
"Alda mau gak?"
"Nanti Bani marah lagi liatnya." Kataku sinis. Ridho tertawa.
"Aku udah gak ada apa apa lagi sama Bani, dia udah milih Haekal."
"Terus kamu mau balik ke aku gitu?"
Hening panjang melanda. Ridho berjalan mendekatiku. "Harusnya aku yang nanya, Al. Pas aku pergi, kenapa kamu baru datang?"
"Karma." Jawabku singkat. Ridho tertawa.
"Bukan karma, tapi waktunya yang belum tepat."
"Kamu tau gak? Sulthan ternyata suka juga lho sama aku, pas kamu suka sama aku, Ridh."
"Nah terus kenapa gak jadian sama Sulthan?"
"Dia kira aku sukanya sama kamu."
"Padahal?"
Aku terdiam. "Awalnya enggak, lama lama iya."
Ridho menatapku menggoda. "Sekarang?"
"Privasi, gak bisa dilanjutin pembicaraan ini!" Seruku sambil berusaha mengelak.
"Kenapa kamu jual mahal sih, Al? Kalo dari dulu ngomong, aku gak perlu pindah pindah gini."
"Ya aku kan awalnya suka sama Sulthan baru ke kamu... Gimana sih?"
"Jadi kamu sekarang percaya aku tulus sama kamu?"
"Iya. Tapi aku terlambat kan? Kamu udah suka sama yang lain kan?" Tanyaku dengan suara parau. Ridho terkekeh.
"Aku sih fleksibel aja, bisa suka bisa enggak.. Tergantung pesanan."
Aku meninju bahunya. "Serius! Aku butuh kepastian!"
"Yang butuh itu aku, aku yang nunggu lama. Lebih lama daripada kamu."
Aku mengigit bibirku. "Iya.. Aku suka kamu dan bodohnya baru sadar di detik kepergian kamu. Puas?" Tanyaku sinis.
"Belum puas sampai kamu mau ikut aku naik kuda dan jadi pacar aku, setuju?"
Aku menarik nafas dalam dalam. Apakah ini mimpi? Aku di tembak oleh Ridho? Di Bromo? Subahanallah.... Semuanya benar! Penungguan, perjuangan dan ketulusan akan membuahkan hasil manis dan bahagia.
Aku pura pura berfikir sambil berusaha menutupi pipiku yang memerah. Aku menatapnya dengan penuh tantangan.
"Kalo kamu bisa jamin aku gak bakal jatuh, sakit dan nunggu lagi, aku mau."
Ridho terkekeh. "Aku jamin kamu bakal bahagia sama aku."
"Kamu yakin? Kamu gak capek berusaha bikin aku bahagia?"
Ridho mengangguk lalu menyodorkan tangannya. "Sure. Cause the reason is you, Alda."
Aku tersenyum kecil lalu aku meraih tangannya. Aku menaiki kuda coklat itu lalu Ridho duduk di belakang. Agak sedikit menakutkan karena ketinggian dan anak anak Vancouver yang sudah ribut di kanan kiri menyoraki kami, tapi aku senang sekali.
Sulthan yang sedang bersama Novi menatapku lalu tersenyum kecil. Ia bagaikan merestui dan menyemangatiku untuk melangkah dengan Ridho, cowok yang aku sayangi selama ini. Setelah semua perjalanan cinta konyol ini aku menyadari, ketika kita jatuh cinta kita harus memperjuangkan segalanya.
Bahkan ketika cinta yang kita rasakan itu adalah bagian dari karma karena sempat menolaknya, kita harus bangkit dan berjuang untuk mendapatkannya. Aku awalnya pesimis untuk mendapatkan hati Ridho kembali. Tapi setelah perjuangan dan penantian yang cukup membuatku mengusap dada setiap harinya, Ridho dengan sendirinya datang kepadaku kan?
Karena sesungguhnya jika orang yang membuatmu terus bersedih dan menangis adalah pasangan masa depanmu, dia akan datang sendiri kepadamu dan membereskan luka yang telah ia buat untuk kamu.
Dan Ridho walaupun datang dengan sangat tiba tiba, ia kembali tanpa basa basi dan langsung memikat hatiku. Karena di setiap perjuangan pasti ada alasan untuk tetap bertahan walau badai menerpa, karena semua penungguanku itu tidak sia sia, karena semua perjuanganku membuahkan hasil yang bahagia.
Alasannya itu adalah kamu, Ridho.
***
MARISSA SAPPHIRA RACHIM | ICOY'S POV
Sesampainya di Kawah Gunung Bromo, aku kehilangan jejak sahabat sahabatku. Risma, Mauren, Tiara, Nadia dan beberapa anak cewek 9A & 9F menghilang meninggalkanku di antara turis yang sibuk melihat kawah.
Keadaan di atas sangatlah dingin dan aku sulit bernafas. Mungkin karena bau blerang yang tidak sedap dan mengganggu pernafasan. Aku memotret beberapa kali lalu berjalan menuju tangga untuk segera turun.
Ketika berjalan, aku menabrak sesuatu dan refleks aku langsung berhenti. Ketika aku mendongak yang kutemukan adalah sekotak brownies kukus dan..... Dia. Nugroho disini?!
"Balikan yuk!" Ajaknya tanpa rasa berdosa di tengah tengah turis yang sedang sibuk berfoto dan menikmati pemandangan. Aku menatapnya heran sekaligus kaget. Bagaimana bisa dia ada disini?!
"Kamu ngajak balikan tanpa rasa berdosa sedikit pun? Astagfirullah..."
"Coy.. Aku masih..."
"Kalo masih sayang kenapa kamu gak ngehubungin aku sih, Nug?!" Tanyaku sambil terisak. Astaga kenapa aku harus menangis? Aku cepat cepat menghapus air mataku dan menerobos kerumunan. Aku berjalan cepat menuruni tangga sambil menangis. Nugroho berada di belakangku.
Semudah itukah dia kembali setelah pergi dan membuatku berfikir untuk melupakannya bukannya memperjuangkannya?
"Coy please dengerin aku. Aku tuh kemarin cuman mau ngebecandain kamu, tapi aku gak liat sikon dan akhirnya kita putus. Aku nunggu saat yang tepat buat hubungin kamu tapi kamu malah gak ngasih tanda tanda sama sekali...."
"Alibi banget sih, Nug! Di Manado banyak kok cewek cewek yang lebih cantik daripada aku. Kamu cari aja disana!"
"Icoy.. Jangan gini dong Coy, please. Kamu mikir deh, kalo aku gak bener bener sayang sama kamu, ngapain aku jauh jauh bela belain buat datang kesini untuk nyamperin kamu?"
Aku terdiam. Tangisku makin menjadi jadi. "Kamu bikin aku mikir untuk lupain kamu, Nug dan itu bener bener bikin aku sakit..."
"Icoy, aku tau aku salah. Tapi aku sayang banget sama Icoy. Sayang aku gede banget. Lebih gede daripada kawah tadi."
"Terus? Segampang itu, Nug? Segampang itu?"
Nugroho menjatuhkan kotak brownies itu. "Icoy udah gak sayang sama Nug?"
"Bukan gak sayang, aku cuman gak bisa kehilangan kamu. Kamu ngerti gak sih?"
"Aku juga Coy! Mangkanya sejauh apapun kita, aku bakal berusaha untuk nemuin kamu, untuk memperbaiki semua ini, karena apa? Karena aku sayang sama kamu!"
Nugroho menangis lalu memelukku. Aku terus terisak sambil bersyukur pada Allah di umurku yang baru 14 tahun ini aku sudah menemukan cowok yang tulus menyukaiku apa adanya, karena aku adalah aku, karena aku bukan orang lain.
Aku jadi mengerti sekarang, kita harus berfikir berulang ulang kali untuk menentukan suatu hal supaya tidak salah dan tidak menjadi bencana kedepannya. Jika aku sudah move on, atau Nug benar benar menyukai orang lain, aku akan kehilangan orang yang benar benar aku sayangi...
Dan aku sadar, ketika kita jatuh cinta, banyak hal konyol yang akan kita perjuangkan karena perasaan nano nano tersebut. Sejauh apapun jarak yang memisahkan, ketika kita saling menyayangi dan mau berusaha, jarak itu bisa terkalahkan oleh perasaan cinta yang kita miliki.
Awalnya aku takut sekali aku dan Nug tidak akan kembali seperti dulu, tapi ternyata kami mampu bertahan. Walau aku sering sekali terjatuh, aku masih bisa bangkit dan membereskan hatiku yang seringkali kacau itu.
And I know, the reason is him. Nugroho Kurnianto.
Gimana, Reasonators? Masih ada beberapa friendship&love story yang belum tamat nih, stay tune at www.saya-tipluk.blogspot.com ! Target gue Januari ini selesai, doain yah! Yang belum baca dari awal, baca aja dulu biar ngerti dan lebih seru. To be continued...
Tidak ada komentar:
Leave me some comment! Thank you, guys:}