If This Was a Movie chapter 19

Setelah sebulan yang panjang gara gara mager menuju Graduation, ngurusin The Reason is You dan ngebanyakin makan-tidur, akhirnya.... Happy reading guys!

Note: Gue udah naro foto foto tokoh If This Was a Movie disini. Untuk Megan Quinka diperankan oleh Megan & Valda Valencia diperankan oleh Valda, kedua sahabat gue yang ITWAM Readers & Speakers. Hihihi^^

***




“Megan?” Panggil Mackenzie dengan suara begitu lembut. Megan yang sedang asyik dengan iPod-nya menatap Mackenzie hangat dan memberinya kode untuk duduk di hadapannya. Mackenzie tersenyum kecil lalu mengikuti perintah Megan.

                “Yes, Zie? Can I help you?” Tanya Megan ramah.

                “Eum.. Can I ask you something?”

                “Anything!” Seru Megan. “What’s up?”

                “Bagaimana keadaan Maddi dan Greyson?” Tanya Mackenzie pelan. Megan memutarkan bola matanya dan menatap Mackenzie heran.

                “Kenapa, Gan? Ada yang salah?” Tanya Mackenzie heran.

                “Nothing, Zie. Hanya sedikit aneh saja. Ku kira kau akan menanyakan tentang Adam.”

                Raut wajah Mackenzie berubah. “Ah, tidak. Aku dan Adam baik baik saja.”

                “Senang mendengarnya… Maddi dan Greys sedang dalam penyesuaian. Maklumlah pasangan baru. Seperti kau dan Adam saja. Butuh waktu untuk saling mengerti satu sama lain…”

                “Tapi rasanya ada yang aneh, Gan. Seperti bukan Maddi yang disamping Greys dan bukan Greys yang ada di mata Maddi.”

                “Kau bicara apa sih…” Megan pura pura tidak mengerti pokok pembicaraan Mackenzie. Padahal sebenarnya ia tahu, Mackenzie bicara tentang Maddi dan Adam. Mackenzie mengigit bibirnya.

                “Kurasa Maddi dulu pernah menyukai Adam.”

                Oh shit, aku harus bicara apa? Gerutu Megan. Megan jelas sangat panik. Dia adalah penyambung perasaan antara Adam dan Maddi. Megan tahu persis kedua sahabatnya itu saling menyukai satu sama lain. Tapi tidak pernah ada yang bicara.

                “Aduh, Kenzie.. Mereka hanya sahabatan kok.”

                “Masa sih? Tapi aku tahu kok, Gan.”

                “Kau tahu apa?”

                Mackenzie menghela nafas. “Sebelum aku, ada Maddi kan di hati Adam?”

                “Zie.. Apapun yang terjadi antara hati Adam dengan Maddi adalah masa lalu. Sekarang kita sudah tidak tinggal di masa lalu. Kau yang mendampingi Adam dan Maddi didampingi oleh Greyson. Berhentilah mencari cari masa lalu pasanganmu. Kau sendiri tidak mau kan diperlakukan seperti itu oleh Adam?”

                “Tapi aku hanya ingin tahu yang dulu Adam suka siapa…”

                “Lalu jika kau tahu apa untungnya bagimu?”

                “Mungkin aku bisa…”

                “Zie, Adam telah memilihmu. Jalani  saja hubunganmu dan berhenti melihat ke belakang. Jangan mencari masalah dengan hatimu. Hidup ini bukan film yang jika kita sakit hati akan mudah untuk diobati.”

                Mackenzie terdiam. Matanya menerawang jauh. Sementara Megan terus mengigit bibir bawahnya. Dia kalut. Dia bingung kenapa dia harus berada di posisi seperti ini. Dia tahu apa yang Mackenzie bicarakan itu betul, walau sebenarnya di sisi Adam. Adam yang masih melirik Maddi, bukan sebaliknya.

                Dia ingin menyelesaikan masalah ini, tapi otaknya berkata untuk berhenti. Megan sudah berkali kali menjelaskan pada Adam dan sekarang jika ia tidak mau mendengarkan kata kata Megan, toh dia sendiri yang akan kena batunya.

                Megan tahu bahwa Maddi tahu kalau Adam menyukainya. Sementara dia tidak tahu apakah Adam sudah  tahu kalau Maddi punya perasaan yang sama. Yang jelas Maddi sudah bisa melupakan perasaannya sementara Adam tidak pernah bisa.

                Karena semakin lama Megan semakin yakin bahwa hati Adam tidak pernah benar benar bersama Mackenzie.


***


                Setelah seminggu lebih Cameron merasa kesal pada Greyson, akhirnya mereka berdua kembali berbaikan karena Cameron membutuhkan bantuan Greyson. Dia ingin bercerita pada seseorang tentang perasaannya tapi tidak mungkin dengan Adam. Dia bisa saja bicara dengan Maddi tapi dia tidak mau merepotkan sahabatnya itu. Dia tidak terlalu dekat dengan Mackenzie. Sementara Megan…

                Tidak. Tidak akan pernah bisa.

                “Kesalmu sudah selesai, Cam?” Tanya Greyson sambil tertawa. Cameron tersenyum tipis.

                “Sebenarnya masih.”





                “Well, tidak biasanya kau seperti ini…”

                “Entahlah Grey, mungkin aku sudah gila. Tapi aku menyukai seseorang.”

                Greyson yang sedang meneguk kopinya langsung tersedak. “Apa? Eum, maksudku ini semakin aneh. Kenapa kau tidak cerita saja pada Maddi, Adam atau Megan? Kenapa harus aku? Aku kan orang baru dalam persahabatan kalian..”

                “Justru karena kau orang baru, Grey.” Cameron tertawa. “Mangkanya aku memilihmu. Aku percaya padamu.”

                “Thanks, Cam. Jadi ini tentang siapa?”

                “Orang yang tidak mungkin aku ajak bicara tentang ini.” Kata Cameron sambil menerawang jauh. Aku memutar otakku. Maddi? Tidak mungkin, Maddi punyaku. Mackenzie? Dia sudah bersama Adam. Lalu… Astaga, Megan!

                “Jangan bilang kau….”

                “Sssssh, aku sudah lama menyukainya.”

                “Astaga! Hahaha aku sudah lama mengiranya.”

                “Yah, kurasa Megan juga sudah merasakannya. Aku tidak mau maju karena kurasa Megan menyukai orang lain.”

                Greyson menaikan alis kanannya. “Orang lain?”

                “Adam Young. Mereka begitu dekat, kau tahu…” Jawab Cameron lesu. Greyson terkekeh. Ia mengerti perasaan Cameron. Dulu juga dia pernah merasakan hal seperti itu saat Maddi terlihat dekat sekali dengan Adam. Tapi akhirnya Greyson berani untuk maju.

                “Aku juga dulu begitu, Cam. Tapi pada akhirnya aku bisa melewati semuanya. Kau kan tahu sendiri Adam itu cowok segala umat. Dia sahabat dekat Maddi dan Megan. Sekarang dia sudah bersama Mackenzie. Kau tidak perlu mengkhawatirkan dia..”

                Cameron tersenyum tipis. Otaknya terus berfikir, andai saja Greyson tahu yang harusnya mengkhawatirkan Adam itu dirinya bukan Cameron. Cameron memang yakin Megan pernah menyukai Adam dan ia yakin perasaan gadis itu tak sedalam Maddi pada Adam dulu..

                Cukup, Cameron tak mau bicarakan perasaan Adam dan Maddi lagi. Biarlah waktu yang berjalan. Mereka sudah dewasa dan sudah punya pasangan masing masing. Cameron lalu meneguk kopinya dan menghela nafas.

                “Aku ingin memperjuangkan Megan, tapi aku takut ditolak karena kami sahabat.”

                “Apa masalahnya jika kalian bersahabat?” Tanya Greyson heran.

                “Grey.. Tak ada yang bisa menjamin hubungan seseorang. Aku takut jika kami putus, kami akan menjadi orang asing dan menjauh satu sama lain.”

                “Cam.. Dengar. Kalau kau terus takut, tak akan ada hasil dari perasaanmu. Hidup ini singkat, Cam. Layaknya film yang berkisar 2 jam. Jangan sia-siakan waktumu, Cam. Nyatakan saja jika kau menyukainya. Memangnya apa yang salah jika kita jatuh cinta pada sahabat kita sendiri?”


***


                Entah siapa yang memulai semua ini tapi aura kerenggangan sangat terasa diantara Maddi dan Greyson. Maddi sudah beberapa hari ini tidak berangkat dengan Greyson. Maddi juga terkesan menghindari Greyson.

                Hari ini puncak kerenggangan terlihat. Mackenzie sedang pergi ke Canada untuk menghadiri pernikahan sepupunya selama 1 minggu sehingga kursi di samping Adam pun kosong. Dua menit sebelum bel masuk, Maddi baru datang dan ia langsung duduk di samping Adam, tempat duduknya dulu sebelum bertukar tempat dengan Mackenzie.

                Rasa cemburu langsung merasuki diri Greyson. Dia tidak terima melihat gadis kesayangannya duduk di samping cowok yang ia tahu dulu menyukai Maddi dan pernah disukai oleh Maddi. Semua mata menatap Greyson aneh termasuk mata milik Megan dan Cameron.

                Tapi Greyson diam saja, dia pura pura tidak mengerti.

                Greyson sudah mencoba mendekati Maddi lagi, tapi gadis itu selalu menjauh. Itu sebabnya Greyson berpikiran untuk memberi Maddi ruang sejenak. Tapi lama kelamaan Maddi malah semakin dekat dengan Adam dan jauh dari dirinya.

                Greyson memutar otaknya, sebenarnya apa sih salahnya? Maddi sendiri tak mau bercerita, ia selalu menghindari Greyson. Jadi bagaimana Greyson tahu kalau Maddi sendiri tak pernah memberi tahu?


***


                Bell pulang sekolah pun akhirnya berbunyi. Hari ini cukup melelahkan sekali untuk Maddi apalagi mengingat nilai Matematikanya yang turun karena tragedi bertengkar dengan Vald beberapa waktu lalu. Setelah Maddi berbincang dengan beberapa temannya termasuk Cameron, Megan dan Adam, ia memutuskan untuk segera pulang.

                Ketika keluar dari pintu kelas, laki laki dengan sepasang mata coklat dan jaket abu-abu berdiri di samping pintu. Maddi menghela nafas. “Kamu gak pulang?” Tanya Maddi ketus.

                Greyson tersenyum lebar. “Aku pikir kamu gak mau ngomong lagi sama aku, Madd..”

                “Enggak kok.” Jawab Maddi singkat. “Duluan ya, Greys.” Sambung Maddi sambil berjalan meninggalkan Greyson. Greyson gelagapan. Ia langsung mencengkram lengan gadis itu.

                “Mad.. Please, don’t leave me.”

                “I won’t go anywhere.” Jawab Maddi pelan.

                “Kenapa telponku tidak diangkat?”

                “Maaf, aku belajar tadi malam.”

                “Kamu masih marah sama aku? Tapi apa masalahnya?”

                Maddi mendengus pelan. Greyson tidak peka! “Sok tahu, aku capek. Aku ingin pulang.”

                Greyson menatap mata Maddi dalam dalam. “Aku gak tahu apa yang terjadi, apa salahku, apa yang membuat kamu kayak gini.. Aku minta maaf, sayang. Aku sayang kamu dan aku gak mau kehilangan kamu. Sungguh, jika hidup ini film aku ingin kembali ke saat aku membuatmu marah dan memperbaiki semuanya…”

                Air mata Maddi tumpah. Greys, apa kamu benar benar tidak tahu? Bisik Maddi dalam hati. Maddi hanya capek dengan sikap Greyson yang terlalu cuek. Maddi kesal kenapa Greyson tidak perduli perasaannya setelah bertengkar dengan Vald. Kenapa Greys bukan Greys yang dulu..

                “Jadi kalau hidup ini bukan film, kau tidak akan memperbaiki semuanya? Jangan telpon aku, aku mau sendiri. Duluan ya.” Kata Maddi dengan mata berkaca kaca. Belum sempat Greyson bicara, gadis itu sudah berlari meninggalkannya. Greyson menghela nafas.

                Sebenarnya apa sih salahnya?

                Ia lalu menoleh ke arah dalam kelas. Anak anak banyak yang memperhatikan kejadian tadi melalui jendela. Ketika mata mereka bertemu dengan mata Greyson, semua langsung pura pura tidak melihat kecuali Megan. Ia langsung berjalan keluar kelas tanpa bicara sepatah katapun.

                Greyson sungguh merasa serba salah saat ini.


***


                “Aku sudah bicara pada Maddi, Gan.. Kau lihat sendiri kan, dia tidak mau bicara padaku!” Seru Greyson penuh kekecewaan. Tadi malam Greyson memutuskan untuk menelpon Megan dan bercerita keluh kesahnya. Megan menyuruhnya untuk mencoba bicara lagi pada Maddi dan ia langsung melakukannya walaupun pada akhirnya Maddi tidak perduli.

                “Ya usaha lagi dong, Grey!”

                “I’ve tried, Gan. Mungkin Maddi ingin kami selesai…”

                Megan meninju bahu Greyson. “Bicara apa kau?”

                “Aku tak tahu apa yang salah padaku karena Maddi sendiri tak pernah bicara. Jadi bagaimana aku memperbaiki semuanya, Gan?”

                “Usaha dong, Grey..”

                “Harus bagaimana lagi? Kau pasti tahu kan?”

                Megan terdiam, ia tak bicara lagi. Ia sebenarnya sudah  bisa menebak kenapa Maddi marah. Maddi pasti sedang kesal dengan sikap Greyson yang super cuek. Tapi ia tidak mau memberi tahu Greyson. Ia mau Greyson introspeksi dirinya.

                “Aku tahu, tapi aku tidak mau memberitahumu.”

                “Oh ayolah, Gan…”

                “Kalau kau benar benar menyukai Maddi, kau harusnya bisa memutar otak dan menyatukan jawabannya dengan hatimu, Grey. Jangan selalu menuntut Maddi untuk bicara, kau harus ikut berpikir juga. Karena hubungan itu harus saling mengisi dan mengerti satu sama lain, Greyson…”



To be continued...

Tidak ada komentar:

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.