If This Was a Movie chapter 21
And you're right, Greys. Sometimes better alone without anyone inside our heart.
Because a heart need to take rest too.
***
“Tenang Grey, tenang.” Ujar Adam
sambil menaruh bola basketnya. Greyson menggeram.
“Bagaimana
aku bisa tenang?”
“Kau
harus bisa, jika kau menyayangi Maddi.”
Greyson
berjalan mendekati Adam dengan mata penuh kekesalan. “Jelaskan padaku sekarang
atau kau…”
“Eits,
sabar bung. I’ll tell you.”
“Ini
konyol, aku tidak pernah membayangkan harus datang kesini dan memarahimu
seperti anak perempuan. Tapi kau sungguh keterlaluan, Dam.” Cecar Greyson
mencoba meredakan amarahnya. Greyson berbalik dan mengambil barang barangnya.
Ia berjalan menuju pinggir lapangan dan duduk di salah satu kursi pemain.
Adam
berjalan di belakangnya sambil menarik nafas satu dua. Apa yang harus dia
katakan sekarang? Apa dia harus menceritakan semuanya dari awal? Tapi kalau
Greyson menanyakan perasaan Adam saat ini? Adam sendiri tidak tahu harus jawab
apa karena ia tidak yakin dengan perasaannya.
Adam
duduk di samping Greyson lalu menelan ludah. Ini tidak akan berakhir dengan
baik.
“Aku
tidak perlu bertanya apa saja yang aku curigai kan?” Tanya Greyson sinis.
Adam
berdehem. “Tidak.”
“Aku
juga tidak perlu memberi tahumu kenapa aku curiga dan marah kan?”
“Tidak.
Aku tahu.”
“Jadi
jika kau laki laki dan kau menganggap Maddi adalah gadis yang penting seperti
apa yang biasanya kau katakan, jelaskan padaku. Sekarang!”
“Grey,
aku sendiri bingung harus bicara apa.”
“Sialan,
kita harus menyelesaikan ini dengan cara apa?!” Bentak Greyson.
“Oke
cukup. Aku dulu memang menyukai Maddi, kau puas?”
Greyson
mendengus pelan. Dia tak tahu perasaan apa yang mampir di hatinya. rasanya
seperti dikhianati tapi bukan itu yang terjadi, karena semuanya kan dulu.
“Jika
kau menyukai Maddi kenapa kau tidak bersama Maddi saja? Kenapa kau malah
bersama Mackenzie?” Cecar Greyson.
“Maddi
tidak menyukaiku, Grey.” Jawab Adam pelan. “Lagian kami hanya bersahabat. Tidak
mungkin lebih.” Lanjutnya. Greyson mendengus. Dan kau tidak pernah tahu kan bahwa Maddi begitu tersiksa semenjak kau
bersama Mackenzie? Tanya Greyson dalam hati.
“Apa
kau mencintai Mackenzie?”
“Pertanyaan
macam apa itu?”
“Kenapa
tidak kau jawab saja?”
“Kau
tidak akan mengerti perasaanku.”
“Kau
masih menyukai kekasihku.”
“TIDAK!”
Bentak Adam. Raut wajah Greyson berubah kaget. “Bukan, maksudku bukan seperti
itu, Grey. Aku tidak ada pikiran untuk merebut Maddi. Aku hanya bingung dengan
perasaanku saat ini.”
“Kau
tahu kan Maddi sedang bersamaku? Kenapa
kau malah berduaan dengannya seperti itu?” Tanya Greyson kesal.
“Karena
Maddi bertengkar denganmu. Iya kan?” Tanya Adam. Dan dia juga kecewa padamu yang benar benar tidak peka. Sambung
Adam dalam hati.
“Aku
tidak perduli atas perasaanmu pada Maddi karena aku percaya Maddi hanya sayang
padaku seperti aku yang hanya melihatnya seorang.”
“Tentu
saja, dia sangat mencintaimu.”
“Kau
tahu betul itu dan aku juga tahu, kau akan melakukan apapun demi kebahagiaan Maddi,
sahabat kesayanganmu. Iya kan?”
Adam
menatap Greyson keheranan. “Grey…”
“Jika
kau menyayanginya dan kau adalah laki laki….”
Adam
memutar otak. Tolong, tidak meminta hal itu. “Greyson…”
“Jauhi
Maddi.”
***
“Jadi
kau dekat dengan Matty, Mi?” Goda Maddi pada adik semata wayangnya yang sedang
sibuk dengan iPhone hitamnya. Gadis kelas 1 SMP itu tertawa kecil lalu
melemparkan bantal ke arah kakaknya. Maddi melempar bantal lagi pada adiknya.
Mereka tertawa bersama.
“Matty
sangat baik sekali, Kak.” Ujarnya. Maddi menggelengkan kepalanya melihat
kelakuan adiknya yang baru menginjak usia remaja.
Maddi dan Mia terpaut usia 5 tahun, tetapi Maddi masih mengerti apa yang Mia alami. Matty, anak cowok yang sedang
dekat dengan Mia itu adalah adik sepupu Greyson, pacar Maddi. Maddi tau pasti
Matty anak yang baik. Karena itu Maddi tidak melarang Mia dekat dengan cowok
itu.
“Jadi
bagaimana Kakak dengan Kak Greyson? Apa kalian baik baik saja?”
Maddi
mengigit bibirnya lalu melepas kuciran rambutnya. “Entahlah Mi. Aku sendiri
bingung.”
“Kau
bingung kenapa, Kak? Apa karena…. Adam?” Tanya Mia hati hati. Maddi menoleh
lalu tertawa. “Bukan, sok tahu.”
“Tapi
kau sendiri yang bilang kalau kau merasa ada yang mengganjal dalam hatimu
karena tidak pernah mengutarakan perasaanmu secara langsung. Jadi mungkin saja
kau kembali memikirkan Adam, Kak…”
“Dan
meninggalkan Greyson?”
“Tidaklah!
Itu konyol. Kau hanya terbawa suasana masa lalu. Hatimu ada di Greyson.”
“Bagaimana
kau tahu itu?”
“Karena
Greyson adalah kepastianmu. Sementara Adam adalah masa lalumu.”
Maddi
mengerang kesal. Hati kecilnya mengiyakan perkataan Mia tapi ia merasa sudah lelah dengan Greyson.
“Kau tahu? Aku ingin segera putus dari Greyson.”
Mia
bangkit dengan cepat dan berjalan menuju meja kecil di samping tempat tidur
Maddi. Ia lalu mengeluarkan sebuah binder hijau yang cukup tebal. Ia lalu
menyodorkannya pada Maddi. “Setelah semua yang kau lakukan pada Greyson, kau
mendapatkannya dan kau ingin meninggalkannya begitu saja? Apa itu tidak terlalu
konyol, Kak?”
Maddi terdiam. Ia lalu membuka
binder itu. Binder itu Maddi pakai untuk tempatnya menempel segala macam pernak
pernik berbau Greyson Chance. Karena saat itu ia tidak punya stok scrapbook,
jadi ia memakai bahan seadanya. Maddi tertegun melihat satu foto Greyson yang
ia ambil diam diam saat mereka sedang berada di Singapura.
Greyson
begitu sempura dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ia punya. Tapi
kekurangannya terlalu menonjol dan membuat Maddi lama kelamaan lelah sendiri.
Greyson tidak peka dan terlalu cuek. Greyson berbeda dengan Adam.
Adam
begitu perhatian. Adam begitu mengerti apa yang Maddi mau. Adam juga tidak
mudah mengambil keputusan sepihak. Adam memikirkan perasaan Maddi. Adam rela
berkorban demi Maddi. Adam selalu ada untuk Maddi.
Maddi
menarik napas satu dua. Apa yang ia pikirkan? Kenapa ia malah membandingkan Greyson
dengan Adam? Sebenarnya apa yang membuat dia tidak bisa melupakan Adam?
Padahal
kan Adam sahabatnya.
“Mia…
Apa yang harus aku lakukan?” Tanya Maddi sambil bergetar. Mia jadi panik saat
melihat kakaknya menangis sampai bergetar. Maddi tampaknya harus berperang
dengan dirinya sendiri, dengan perasaannya sendiri.
“Mia..
Aku tak tahu apa yang aku mau.”
“Kau
membutuhkan keduanya.”
“Tentu
saja.”
“Tapi
Greyson mempunyai hatimu sebagai pacar. Sementara Adam…”
“Adam…”
Aku menghela nafas. “Adam mungkin juga punya.”
“Tidak,
itu hanya perasaanmu saja.”
“Oh
ayolah, Mia. Aku tidak mau hidupku seperti film.”
“Kau
mau Adam sebagai apa, Kak?”
“Aku
mau Adam tetap seperti ini. Perhatian dan tidak pernah berubah. Tapi rasanya
ada yang mengganjal dalam hatiku…. Aku belum bilang pada Adam bahwa aku pernah
punya perasaan yang sama. Tapi aku tidak sanggup bilang sekarang karena itu
akan menyakiti hati Greyson dan Mackenzie.”
“Sebaiknya
kau bilang pada Greyson tentang perasaanmu ini. Sebelum ia salah paham.”
“Mana
perduli dia?”
“Dia
perduli padamu. Dia menyayangimu.”
“Dia
tidak seperti Adam.”
“Oh
ayolah Kak, berhenti membandingkan Greyson dengan Adam. Kau sendiri dulu yan
berhenti memperjuangkan Adam. Sekarang jangan begini. Kau sudah punya Greyson.”
“Tapi
hatiku tak bisa melupakan Adam…”
Mia
menghela nafas. “Coba tanyakan pada hatimu kenapa kau terus memikirkan Adam.
Tanyakan apakah itu perasaan atau hanya sekedar penasaran?”
***
“Greyson
konyol. Kau juga konyol. Kalian konyol.” Ujar Megan setelah mendengar cerita
Adam tentang Greyson yang tadi siang meminta Adam menjauhi Maddi.
“Kau
mana mungkin bilang iya sih, Dam.. Maddi kan sahabatmu.” Sahut Cameron.
“Tapi
hanya itu satu satunya cara supaya Greyson tidak menuduhku macam macam.”
“Lho
bukannya kau memang masih ada rasa dengan Maddi?” Tanya Megan sinis.
“Gan….”
Cameron melirik Megan dengan lembut. Megan mendengus pelan.
“Maaf.”
Ujarnya ketus. Adam hanya tersenyum kecil.
“Aku
sendiri tidak tahu arti perasaan ini apa. Aku terus menerus memikirkan Maddi
tanpa alasan. Tapi aku sendiri tidak mau merebut Maddi dari Greyson. Apa
mungkin karena aku sudah bilang pada Maddi tentang perasaanku tapi Maddi belum
bicara apa apa?” Tanya Adam pelan.
“Nah,
itu yang selama ini ingin aku sampaikan. Kalian hanya perlu bicara berdua.”
Kata Cameron sambil tersenyum lebar. “Dari hati ke hati.. Menjelaskan perasaan
satu sama lain untuk melegakan hati yang terlalu lama memberikan ruang untuk
orang tersebut. Tentu saja tanpa meninggalkan pasangan kalian saat itu.”
“Tapi
jika Kenzie dan Greyson tahu semuanya akan gawat.” Wajah Adam berubah cemas.
“Mangkanya
kau harus bicara dengan Kenzie. Biar Greyson urusan aku dan Cameron.”
“Gan….
Aku sudah berjanji pada Greyson untuk menjauhi Maddi.”
“Lalu?
Kau akan lakukan itu?” Tanya Megan melecehkan.
“Ya
mungkin itu yang terbaik, Gan. Aku pikir tidak ada salahnya Adam menjauh
sebentar dari dunia Maddi. Supaya Greyson bisa membenarkan kembali hubungan
mereka dan Maddi berhenti membandingkan Adam dengan Greyson.” Jelas Cameron.
Adam dan Megan saling bertatapan lalu beralih pandang ke mata biru laut milik
Cameron.
“Membandingkan
Adam dengan Greyson?”
“Sudah
terlihat jelas dari matanya. Maddi terlalu lama dekat dengan Adam jadinya dia
tidak terbiasa dengan Greyson yang cuek…”
“Jadi
apa rencanamu sekarang sob?” Tanya Megan mengalihkan pembicaraan.
“Entahlah,
menjauhi Maddi, belajar, memantau Maddi, mencari celah supaya semua kembali
lagi….”
“Bagaimana
dengan Kenzie?” Tanya Cameron heran.
“Iya,
Dam. Kau sepertinya tidak memikirkan
Kenzie.”
Adam
hanya bisa tersenyum menanggapi kedua sahabatnya itu. Mereka memang benar. Adam
sampai tidak berpikir tentang Kenzie lagi. “Eum.. Gan, Cam.. Aku mau bertanya.”
“Silahkan,
dengan senang hati akan kami bantu.”
“Apakah
kalian pernah merasa jenuh pada seseorang tanpa alasan sampai sampai tidak mau
memikirkan mereka lagi?” Tanya Adam hati hati. Yang ditanya malah bertatapan
lalu menghela napas bersamaan seolah mengerti kata hati Adam.
***
“Halo,
Maddi…” Sapa Greyson gugup dari sebrang. Ia langsung mematikan mesin mobilnya
ketika terdengar Maddi berdehem dari sebrang sana.
“Iya
halo Greyson…”
“Aku
ingin bicara denganmu.”
Mia
yang masih ada di kamar Maddi pun bertanya siapa yang menelpon Maddi. Maddi tersenyum
kecil sambil menunjuk foto Greyson yang ia pajang di meja belajarnya.
“Bicara
apa?” Tanyanya ketus padahal dalam hatinya ia sungguh bahagia.
“Ya.. Banyak hal. Lagian besok juga libur dan aku
sudah menelpon Ibumu. Kau boleh keluar malam ini denganku.” Kata Greyson sambil
diselingi tawa. Maddi terperajat kaget.
“Oh
no… Ini penculikan!”
“Aku
bisa menunggumu hanya 15 menit?”
Maddi
berjalan ke arah balkon kamarnya, membuka pintu lalu melongok ke bawah. Di sana
sudah ada mobil Greyson. Greyson membuka kaca lalu tersenyum kecil.
“Sejak
kapan kau disana?” Tanya Maddi dengan suara bahagia. Ia tidak bisa lagi jutek
seperti tadi melihat Greyson menghampirinya ke rumah tanpa perlu ia minta.
“Belum
lama, tapi aku ingin kau segera turun.”
“Kenapa
harus buru buru?”
Greyson
tersenyum sekali lagi. “Karena aku sudah terlalu merindukanmu, Maddi.”
***
“Sebaiknya kau putuskan saja Mackenzie jika
kau sudah tidak bisa bersamanya, Dam.” Ujar Cameron setelah beberapa lama
terjadi keheningan cukup panjang diantara mereka. Megan berdehem lalu
mengangguk mengiyakan.
“Daripada kau tetap bertahan
padahal kau tidak bisa membuatnya bahagia?”
“Dia bisa kok, Gan. Bagi Kenzie
yang penting ada Adam.”
“Tapi kalau Adam hanya pura pura
dan tidak membuat dia bahagia?”
Cameron menatap Megan kesal. Ia
tahu ia akan kalah beragumen dengan gadis itu tapi ia terus mecoba walau
akhirnya ia kesal sendiri. “Kalau kau melepaskan Kenzie, belum tentu kau
mendapatkan Maddi. Ingat itu, Dam. Lagian aku yakin kini perasaanmu pada Maddi
sebenarnya hanya sebatas penasaran karena kau tak tahu perasaan pastinya
padamu.”
“Get one, lost one.” Ujar Megan
pelan.
Adam terus
berpikir dan berpikir. Ia meyakini dirinya sendiri ia hanya penasaran dengan
Maddi yang tidak memberi tahu perasaannya pada Adam. Ia juga tidak akan mengejar Maddi. Ia tahu, walaupun
Maddi juga punya perasaan padanya, gadis itu akan memilih Greyson bukan
dirinya.
Walaupun
d antara mereka ada perasaan yang tidak bisa dijelaskan….
Ia
tahu, dirinya dan Maddi tidak akan menjadi apa apa yang lebih daripada sahabat.
Sementara
tentang Mackenzie.. Ia sendiri bingung apa yang harus ia lakukan. Ia memang
menyayangi Mackenzie, tapi lama kelamaan semua jadi aneh dan ia merasa jenuh.
Ia tidak bisa melanjutkan hubungan seperti ini.
Adam
menghela napas satu dua. Ia lalu meraih iPhone putihnya dan langsung menelpon
seseorang dengan speed dial nomor 5. Setelah 2 kali nada dering, dari sebrang
terdengar suara lembut yang ia kenal. Suaranya selalu membuat Adam tenang. Suaranya
selalu menghibur Adam.
“Eum..
Hai, besok bisa bertemu? Ah.. Tidak.. Iya, aku baik baik saja.. Iya, bisa ya?
Aku ingin bicara padamu… Oke, nanti kujemput. Iya…”
Dari
sebrang sana gadis itu tertawa kecil lalu bicara, “oke sampai berjumpa besok.”
“Iya,
sampai jumpa.”
“Tidur
yang nyeyak.”
Adam
mengigit bibirnya. “Mm, kau juga.”
“Eum…
I love you, Adam!”
Suaranya
begitu ceria dan membuat Adam hampir gila. Apakah Adam bisa melakukan ini
semua? Dia bergumam. “Mm, thank you for loving me, Ken.”
***
“Kau
tahu dari mana aku suka kembang api?” Tanya Maddi histeris ketika Greyson
membawa gadis itu ke rumahnya. Mereka duduk duduk di taman belakang rumah Greyson
yang sangat luas. Ada satu kolam renang dan dua ayunan. Ada beberapa kucing
Greyson juga yang hilir mudik meramaikan suasana. Greyson tertawa kecil.
“Aku
selalu tahu apa yang kau tidak tahu..”
Maddi
menoleh lalu mencibir. “Huh, tahu apa kamu…”
“Aku
tahu kau mencintaiku. Iya kan?” Tanya Greyson pelan. Maddi terdiam tak bicara
apa apa. Ia hanya menatap mata coklat muda milik Greyson. Greyson mendekatkan
diri pada Maddi. Ia meraih tubuh gadis itu dan mendekap Maddi. Mereka saling
berpandangan mata dan itu membuat jantung Maddi serasa ingin berhenti.
Maddi
memang marah dengan Greyson, tapi cowok ini selalu tahu cara mengembalikan mood
Maddi. Dan hari ini caranya begitu… Romantis. Adam mungkin tidak bisa
melakukannya. Ugh, kenapa aku terus memikirkan Adam sih? Keluh Maddi dalam
hati.
“Kau
sok tahu.” Ujar Maddi mencoba mencairkan suasana yang begitu tegang. Ia mencoba
melepaskan diri dari Greyson tapi Greyson semakin erat memeluknya.
“Maafkan
aku, Maddi…” Kata Greyson pelan. Belum sempat Maddi bicara, Greyson sudah
mengunci bibir Maddi dengan bibirnya. Sebuah kecupan hangat mendarat di bibir
Maddi. Maddi tidak tahan lagi, rasanya ia mau mati.
Greyson
benar benar membuatnya gila.
Greyson
melepaskan kecupannya lalu membelai rambut Maddi. Ketika Maddi ingin bicara,
Greyson mendaratkan lagi bibirnya di bibir Maddi. Bibir Greyson begitu hangat.
Belukan Greyson membuat Maddi nyaman.
Maddi
merasa aman berada di sisi Greyson.
“Aku
tidak mau kehilangan kamu.” Kata Greyson setelah melepaskan kecupannya.
“Akupun
begitu.” Balas Maddi.
“Aku..
Butuh belajar untuk lebih peka, kau mengerti maksudku?” Tanya Greyson gugup.
Maddi
tertawa lalu melepas pelukan Greyson. Ia berlari mengambil kembang api dan
memainkannya. Ia tertawa dan terus tertawa bersama Greyson. Ia sangat bahagia.
“Aku
mengerti.”
“Bersabarlah
sedikit untukku, Maddi…” Ucap Greyson ketika kembang api terakhir di tangan Maddi
sudah mati. Maddi menatap mata Greyson dalam dalam.
“Berubahlah
untukku, untuk kita. Jangan membuatku hampir mati setiap hari.”
Greyson
mengangguk yakin. “Maaf membuatmu menunggu, maaf membuatmu kecewa. Tidak akan
pernah lagi…..” Kata Greyson sambil mengecup dahi Maddi. Maddi tersenyum kecil
lalu mengecup pipi Greyson. Ia tidak pernah merasa sebahagia ini.
“That’s
our first kiss, ya?” Tanya Greyson sambil tersenyum kecil.
“Yes…”
“What
do you want now?” Tanya Greyson sambil menggenggam jemari Maddi.
Maddi
tersenyum. “I hope we will be lasts forever.”
“We
will. Forever.” Kata Greyson. Mereka berdua saling bertatapan hangat selama
beberapa detik sampai akhirnya Maddi mendaratkan bibirnya ke bibir Greyson
pelan.
“And
always.” Sahut Maddi sambil tersenyum lebar.
Percaya gak percaya tinggal 5 chapter lagi. To be continued....
hai :}
BalasHapusyeeeey dikit lg abiiisss. ga sabar buat liat endingnya kayak apa.
maaf nih, bukan maksudnya meremehkan, tp kamu punya cerita yg masih gantung di start-nya, dan chapternya jg tinggal lima. emg bs masalah serumit itu diselesaikan dalam, sebutlah, 3 chapter-an lg?
ga ada maksud underestimate lho, cuma agak confused aja.
keep up the good work, Alice!;)
hai, yeay makasih udah baca tapi kok gak naro nama kamu sih:}
Hapusgapapa aku seneng kok baca respon dari pembacaku. well aku emg sengaja bikin start ngegantung biar pembaca penasaran ke depannya. masalah rumit? enggak ah tenang aja.. kamu tunggu aja ya, 26 chapter pasti cukup kok:}
thank you lets see the ending...
I'm glad that you appreciate my comment.
BalasHapusit means to me
I posted a comment on your 22nd.
maap yak sok Inggris. aslinya sih Indonesia...
YayoiK
nope, aku juga suka gitu wkwkwk=))
Hapus