If This Was a Movie chapter 24
2 chapters to go. Greys, hampir selesai!:3
***
Vald kaget bukan main.
Maddi
menjatuhkan iPhone-nya lalu berlari dan tenggelam di antara bantal bantal besar
di tempat tidurnya. Vald tak tahu harus bicara apa melihat sahabatnya
memutuskan orang yang ia relakan untuk dia. Apa Vald salah sudah bicara?
Vald
memang sudah minta maaf pada Maddi atas sikap egoisnya. Maddi pun begitu.
Mereka sama sama memaafkan dan Vald merasa Maddi akan bahagia dengan Greyson.
Tapi ketika Maddi bercerita tentang Adam yang menjauhinya, hati kecil Vald tak
bisa tinggal diam.
Ia
tahu Maddi menyayangi Greyson, tapi gadis itu jauh lebih menyayangi Adam.
Bagi
Maddi, Adam adalah sahabat terbaik yang ia punya. Vald bisa merasakan
kehangatan Adam sebagai sahabat, patner, kakak dan bapak sekaligus. Adam
menjaga Maddi layaknya gadis itu adalah harta paling berharga untuknya.
Perasaan
suka di antara Maddi dan Adam terasa wajar jika mengingat betapa dekatnya
mereka. Tapi Vald yakin, mereka berdua tidak akan berjalan lebih jauh daripada
sahabat. Karena ketika persahabatan begitu erat dilanjutkan menjadi pacaran,
tidak akan ada yang bisa menjamin rasanya akan tetap sama.
Maddi
beruntung Adam juga menyukainya dan tidak menjauhinya walaupun pada akhirnya
mereka pindah hati sama sama. Maddi beruntung bisa mendapatkan Greyson Chance
yang ia sukai dan Adam beruntung bisa disayangi oleh Mackenzie Foy.
Semua
orang begitu beruntung, tapi kenapa mereka sering menyianyiakan dan tidak
bersyukur?
Maddi
terus menangis sementara Vald hanya bisa mengusap usap kepalanya. Dia mengerti
perasaan Maddi. Gadis itu baru saja berbaikan dengan Mackenzie dan dirinya hari
ini. Itu pasti membuat hatinya merasa sangat lega. Tapi saat mendengar berita
tentang Adam…
Vald
tidak pernah berpikir Maddi akan berjalan sejauh ini. Vald tahu Maddi akan
marah pada Greyson, tapi dia tidak menyangka Maddi akan memutuskan Greyson.
Maddi kemarin mungkin lebih memilih Greyson daripada melepaskannya karena Vald,
tapi kalau masalah Adam….
Ketukan
pintu tak sabaran disertai panggilan nama Maddi berkali kali terdengar dua
puluh menit setelah Maddi memutuskan Greyson lewat telpon. Maddi tak mau keluar
sampai akhirnya Vald yang bangkit dan membuka pintu kamar Maddi.
Taylor
berdiri di depan Vald dengan wajah panik. “Sebenarnya ada apa ini?”
“Mereka
putus.” Jawab Vald singkat. Taylor kaget bukan main, ia langsung berjalan
menuju Maddi. “Oh my God, what’s happened, sweetie?”
“Complicated,
Tay.” Sahut Vald lagi. Taylor memeluk Maddi yang sedang menangis lalu baru
teringat tujuannya ke kamar Maddi.
“Oh
yeah, he’s coming, Vald. Tolong kamu samperin dulu ya?” Pinta Taylor.
“Mm,
oke, Tay.” Ujar Vald sambil berjalan keluar kamar. Vald melangkah hati hati
tapi pasti. Dia berharap semoga malam ini tidak seburuk yang ia bayangkan.
Semoga Maddi masih bisa bertoleransi dan mereka tidak putus.
Vald
sudah merelakan Greyson pada Maddi. Vald seharusnya senang jika mereka putus,
Vald bisa mendekati Greyson lagi. Tapi Vald tidak selicik itu. Ia lebih
memikirkan perasaan Maddi sekarang. Ia tidak boleh egois lagi. Karena perasaan
kan tidak bisa dipaksakan.
Vald
membuka pintu rumah Maddi dan mendapati Greyson terengah engah. Wajahnya super
panik dan penampilannya berantakan.
“Mana
Maddi? Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba dia memutuskanku, Vald? Apa salahku?
Kenapa jadi begini? Siapa yang menyuruhnya memutuskanku?!” Greyson panik bukan
main. Vald berdehem lalu membuka pintu rumah Maddi lebih lebar lagi.
“Dia
di kamarnya.”
***
Maddi
marah. Maddi kecewa.
Maddi
tidak pernah menyangka Greyson akan melakukan ini. Berani beraninya dia
memisahkan Maddi dengan Adam. Berani beraninya dia membuat Maddi jauh dengan
sahabatnya sendiri, orang yang membantu mereka berdua sampai jadian.
Greyson
berhak cemburu, tapi dia tidak berhak memisahkan Maddi dengan Adam.
Maddi
tahu ia salah masih menyimpan perasaan yang belum tersampaikan ini. Tapi bukan
berarti Maddi ingin bersama Adam. Maddi tahu, ia tidak bisa menjadi lebih
bersama Adam walaupun Adam adalah sahabatnya.
Maddi
juga akan berpikir tujuh ribu dua ratus juta kali untuk meninggalkan Greyson
dan berpacaran dengan Adam. Itu akan membuat semakin banyak hati yang terluka
dan Maddi pun akan merasakan itu.
Adam
memang memutuskan Mackenzie tapi Maddi yakin, cowok itu tidak akan mengejarnya.
Maddi tahu perasaan ini tidak akan pernah dilanjutkan. Hati Maddi sudah
berlabuh dan tidak akan berpindah lagi dari Greyson.
Tapi
malam ini….
Kenapa
Greyson jahat sekali?
Taylor
melepas pelukannya dari Maddi ketika menyadari kehadiran Vald dan Greyson. Ia
lalu berisyarat pada Vald untuk ikut keluar dengannya dan langsung menutup
pintu kamar Maddi. Maddi masih menangis di antara bantal bantal itu sementara
Greyson berdiri tepat beberapa meter dari tempat tidur Maddi.
“Aku
gak mau kita berpisah. Aku sangat menyayangimu, Maddi.”
Dan
ia juga menangis.
***
Setengah
hati Maddi bangun dan duduk di pinggir tempat tidurnya. Air mata terus mengalir
sementara Greyson berjalan menghampirinya. Mereka duduk berdua, bersebelahan
dan menatap hujan yang turun di luar.
Mereka
memang bersebelahan tapi rasanya seperti Venus dan Mars.
“Kenapa
kamu melakukan ini pada kami?” Tanya Maddi memecah keheningan.
Greyson
mengerutkan dahinya. “Apa maksudmu, Madd?”
“Kamu
berhak cemburu, kamu berhak marah padaku tapi bukan begini caranya. Kamu buat
aku sibuk sama kamu sampai aku gak sadar aku membuat jarak dengan sahabatku
sendiri… Kamu tahu kan Greys betapa berharganya Adam buat aku?” Tanya Maddi
sambil menatap Greyson dalam dalam.
Damn it. Greyson menggerutu dalam hati.
Siapa yang bilang pada Maddi tentang semua ini? Apa Adam? Kenapa di kepala
Maddi selalu ada Adam? Kenapa dia selalu dinomor duakan?
“Kenapa
selalu Adam? Apa aku gak berharga untuk kamu?”
Maddi
tertawa. “Kamu begitu berharga, sama dengan dia. Kenapa kamu begitu egois?”
“Aku
hanya ingin kamu tidak terlalu memikirkan dia. Kamu sudah punya aku, dia sudah
punya Mackenzie. Kenapa terus bergantung pada yang lain? Apa aku tidak cukup
untukmu?”
Maddi
menatap Greyson tak percaya. Ia bangkit lalu membuka pintu balkon di kamarnya.
“Aku sama sama sayang sama kalian, tapi tempat kalian berbeda. Kamu pacar aku
dan Adam sahabatku.”
“Sahabat
yang kamu suka?” Tanya Greyson sambil berjalan menghampiri Maddi yang berdiri
di teras balkon.
“Greys….”
“Oh
ayolah, tidak usah berbohong lagi.”
“Itu
masa lalu dan walaupun dia menyukaiku juga, aku tidak akan mungkin bersamanya.”
“Kenapa?
Karena kamu tidak enak padaku? Lalu kenapa kamu menyukaiku dulu? Apa aku ini
hanya pelarian kamu, Madd?”
“Ya
Tuhan.. Greyson… Aku sudah bersama kamu. Aku tidak mau bersama yang lain. Adam
hanya sahabatku, tapi dia sangat berarti bagiku.”
“Kalo
kamu gak mau sama yang lain, kenapa kamu masih berpikir tentang perasaanmu
padanya?”
“Aku..
Aku belum bilang padanya. Hatiku gelisah.”
“Kenapa
kamu tidak bicara?”
“Aku
tidak mau melukaimu dan Kenzie.”
“Tapi
kamu –kalian, sudah melakukan itu. Kami berdua terluka.”
Maddi
menoleh. “Lebih terluka mana mengetahui pacarmu sendiri yang membuat kamu
menjadi sangat jauh dengan sahabat kesayanganmu?”
“Maddi..
Astaga mengertilah.. Aku cemburu.”
“Kenapa
kamu tidak bilang saja? Kenapa kamu malah melakukan itu?”
Greyson
berdehem. “Karena kamu gak bakal ngejauhin Adam juga kan kalau aku bilang
padamu?”
“Setidaknya
aku akan lebih menjaga sikap..”
“Aku
tidak yakin itu.”
“Kamu
tidak percaya padaku?”
“Madd….”
Greyson mengerang.
“Kamu
lihat Greys, kita bersama di saat hujan, tapi rasanya gak sama lagi.”
“Apa
maksud kamu?”
“Kamu
gak membuat hujan jadi hangat lagi. Kita berdua berubah, tapi gak berubah
bersama. Kita main di film yang sama tapi dengan scenario yang berbeda. Aku
lelah.”
“Madd..
Kumohon ja…”
“Aku
harap hujan jadi hangat lagi. Tapi rasanya kekecewaan ini gak bisa ditawar oleh
apapun.”
“Jadi
kamu lebih milih Adam?” Tanya Greyson tak percaya.
“Maaf,
Greys. Aku pernah hampir kehilangan Vald karena kamu dan aku gak mau kehilangan
yang lebih berharga lagi seperti Adam. Kalian sama sama berharga tapi kalau
kamu terus egois dan gak peka… Kita putus aja. Makasih ya.”
Maddi
berbalik lalu meninggalkan Greyson keluar kamar. Sementara Greyson berdiri
sendiri di balkon kamar Maddi dengan hujan yang terus turun tanpa bisa bicara
apa apa. Dia yang menghancurkan sendiri filmnya karena ketidak pekaannya. Dia
tidak sadar apa yang berharga untuk Maddi juga berharga untuknya.
Dan
dia juga merasa, hujan sudah tidak hangat seperti biasanya…
***
Berita
putusnya Maddi dan Greyson menjadi hot
news di SMA Vanda Sinathrya. Bagaimana tidak, semua orang menyukai pasangan
ini. Adam sendiri tidak mengerti harus melakukan apa. Apa dia harus bicara pada
Maddi supaya semua masalah selesai atau tidak.
Suasana
kelas mereka juga semakin dingin tapi lebih baik karena Mackenzie kini lebih
ramah pada Maddi. Megan dan Cameron juga sudah berpacaran walaupun hal itu
membuat mereka semakin sering bertengkar. Tapi itulah seni dari pacaran dan
persahabatan, kalau terus mulus tanpa ada masalah, tidak ada perjuangannya.
Mackenzie
sendiri sekarang sudah mau bicara pada Adam setelah cowok itu kembali minta
maaf. Mackenzie merasa sangat egois jika ia terus marah pada Adam. Walaupun
tidak bisa kembali seakrab dulu, tapi paling tidak mereka lebih baik daripada
biasanya.
Sementara
Maddi dan Greyson….
Mereka
berdua duduk dalam bangku yang sama tapi kali ini benar benar terasa adanya
perbedaan dunia. Seperti Venus dan Mars. Seperti hujan yang jatuh di kala musim
paling dingin dan malam yang gelap.
***
“Maddi
masih tidak mau bicara..” Ujar Cameron lirih. Samar-samar pembicaraan sahabat
sahabat Maddi terdengar oleh gadis itu tapi ia tak mau ambil pusing. Ia terus
sibuk dengan buku buku siap Ujian Nasionalnya.
Putusnya
Maddi dengan Greyson benar benar membuat hati Maddi menjadi tidak karuan.
Mereka kini masih duduk sebangku padahal Maddi sudah berusaha untuk pindah dari
tempat duduknya. Tapi tidak ada yang mau bertukar, sementara Greyson kembali
tak perduli pada lingkungan.
Maddi
sendiri bingung harus apa ia sekarang. Hatinya masih sakit karena harus
berpisah dengan Greyson, tapi ia juga tidak bisa kembali pada cowok itu dalam
waktu dekat. Apalagi Greyson terus menyalahkan Adam ketika menjelaskan lagi
kepada Maddi.
Bagi
Maddi, Adam adalah segalanya.
Adam
adalah tempatnya berteduh dari hujan dan menyegarkan saat panas. Maddi memang
menyayangi Adam, tapi ia yakin rasa sayangnya sebenarnya tak bisa berlabuh
lebih daripada sahabat. Maddi sendiri seharusnya bilang pada Adam tentang
perasaannya. Tapi keadaan terlalu dingin untuk Maddi bersuara.
Dia
sudah berbaikan dengan Mackenzie dan dia tak tega jika melakukan hal itu. Itu pasti akan menyakiti Mackenzie. Di sisi
lain, dia tidak enak harus bicara seperti itu pada Adam sekarang. Dia takut
Adam malah menganggap Maddi menggunakannya sebagai pelarian.
Kini
yang ada di kepala Maddi adalah bagaimana kembali mencairkan suasana lagi.
Walaupun itu sulit, tapi ia harus kembali menjadi Maddi yang dulu. Tapi
mengingat Greyson…
Air
mata kembali menetes. Greyson yang ada di sampingnya tampak tak acuh dan terus
bermain dengan game-nya. Greyson selalu sibuk sekarang dan Maddi tahu itu.
Mereka duduk bersebelahan tapi tak pernah
bicara. Terlalu hening, terlalu dingin.
Apa
sebaiknya Maddi diam saja?
Karena
semakin lama, Maddi semakin merasa lebih baik mengakhiri filmnya dengan berdiam
diri seperti ini. Supaya hatinya tidak sakit lagi memilih antara cowok yang ia
sayangi sebagai pacar dan juga cowok yang sudah ia anggap seperti saudara.
***
“Jadi
kapan kamu mau ngomong sama Maddi, Dam?” Tanya Megan setengah berbisik. Adam
menggeleng.
“Aku
tidak tahu kapan, mungkin sekarang bukan waktunya.”
“Iya
aku setuju, lebih baik nanti saja..” Ujar Mackenzie tiba-tiba menghampiri Megan
dan Adam. Adam yang kaget tak bisa bicara apa apa sementara Megan
mempersilahkan Mackenzie duduk di hadapan mereka berdua.
“Zie..
Kamu..”
“Gakpapa,
Dam. Aku sudah baik baik saja.” Ujar Mackenzie sambil tersenyum.
“Masalah
ini kan yang membuat kamu sakit hati, Zie.” Kata Megan mencoba mengingatkan.
“Lalu
aku harus diam saja melihat orang yang aku sayangi masih linglung seperti ini?
Aku tahu Dam kamu tidak akan meminta Maddi menjadi pacarmu, tapi kamu harus bilang
padanya perasaanmu yang sesungguhnya. Supaya diantara kalian ada kejujuran.”
“Tapi
bagaimana aku bilang padanya kalau dia saja seperti itu?” Tanya Adam bingung.
Mereka bertiga otomatis langsung melihat Maddi.
Maddi
berubah jadi gadis yang berbeda. Pemurung dan jarang bicara. Maddi juga tidak
suka bernyanyi lagi. Maddi tidak suka melihat hujan dan ia tidak pernah mau
adanya kelompok yang mengharuskan untuk mengerjakannya dengan teman sebangku.
Adam,
Megan, Cameron dan Mackenzie memang tidak ada yang mau bertukar tempat duduk
dengan Maddi. Mereka semua berpikir supaya Maddi bisa kembali berteman lagi
dengan Greyson, tapi nyatanya semua itu malah membuat Maddi semakin tersiksa.
Greyson
juga berubah, dia kembali menjadi cowok cinta game yang tidak bisa diganggu
sama sekali. Semuanya menjadi aneh diantara mereka berdua setelah putus. Mereka
duduk sebelahan tapi tidak pernah ada percakapan selama berminggu minggu.
Mata
Maddi sering kali berkantung dan hidungnya memerah. Adam tahu gadis itu pasti
kurang tidur karena semalaman menangis. Tapi Adam tidak bisa membantu apa apa.
Maddi tak mau bercerita padanya. Vald sudah mencoba menghibur tapi tetap saja
Maddi tak mau bicara.
“Kau
harus tunggu waktu yang tepat.” Ujar Megan sambil mengalihkan pandangannya dari
Maddi. Adam menghela napas.
“Iya,
aku akan menunggu, Meg.”
“Tapi
masalahnya sampai kapan Maddi akan terus begini?” Tanya Mackenzie sambil
menatap Megan dan Adam bergantian. Kedua sahabat itu bersama mengangkat bahu
dan menggeleng. Adam tak tahu lagi harus bagaimana. Ia hanya ingin melihat
Maddi-nya kembali seperti semula.
Karena
apapun yang terjadi, Adam akan selalu menyayangi gadis itu.
Selamanya.
To be continued...
Tidak ada komentar:
Leave me some comment! Thank you, guys:}