If This Was a Movie chapter 26 : Final Chapter
Setelah hampir 2 tahun cerbung ini berada di dunia, akhirnya kelar juga.
Terima kasih untuk semua ITWAM Readers, Maddians, temen temen yang bantu ngeshare fan fiction ini. Makasih udah setia baca dan nunggu. Makasih udah nyemangatin terus. Makasih banyak ya Allah seneng banget udah selesai:"}
Makasih untuk Greyson Chance, cowok pembuat hujan terasa hangat hihihi terima kasih Greyson. Makasih buat semuanyaaaaa!
Terima kasih Greys, terima kasih. I'm glad you came:"}
***
Jakarta, 20 Juli 2013
Pintu
kamar Greyson diketuk tidak sabaran oleh Matty, adik sepupunya. Greyson tak
memperdulikan ketukan itu. Ia tetap sibuk dengan gitarnya. Diliriknya jam di
dinding sudah menunjukkan pukul setengah 8 malam.
Maddi pasti marah. Ujar Greyson dalam
hati. Dia tahu Maddi sangat berharap ia datang, tapi ia bingung harus pergi
atau tidak. Ia tidak bisa mengejar Maddi lagi. Karena ia bisa merasakan hati Maddi hanya untuk Adam.
Dipetiknya
lagi gitar hitamnya lalu ia bernyanyi lagu yang ditulisnya untuk Maddi. Home Is
In Your Eyes.
My heart beats a little bit slower
These nights are a little bit colder
Now that you're gone
My skies seem a little bit darker
Sweet dreams come a little bit harder...
I hate when you're gone.
Everyday time is passing
Growing tired of all this travelling
Take me away to where you are.
Greyson
masih sangat menyayangi Maddi. Tak ada satupun alasan untuknya membenci gadis
itu tapi tak ada juga jalan untuk kembali pulang ke hati Maddi. Greyson tahu
semuanya pasti sudah sangat terlamat. Ia menyesali segala sikapnya yang membuat
Maddi tidak nyaman.
Greyson
jadi tahu betapa penting arti dari komunikasi dalam suatu hubungan. Betapa
sangat berharganya kejujuran perasaan selama menjalin hubungan. Betapa sakitnya
ditinggal gadis yang benar benar ia sayangi.
Madeleine
Jane.
Greyson
bukannya tidak menyayangi Maddi, tapi ia terlalu takut untuk melangkah dan
memperjuangkan gadis itu. Ia takut ia malah menyakiti gadis itu lebih dari apa
yang sudah ia perbuat. Ia takut hati gadis itu sudah terikat kuat pada Adam.
Dan ia takut menghadapi
kenyataan jika filmnya dan Maddi sudah usai.
Greyson sudah mencoba untuk
minta bantuan, tapi ia pikir semuanya akan sia-sia jika Maddi saja tak mau
bicara dengan siapapun. Greyson sendiri sudah mulai jauh dengan teman teman
Maddi yang dulu menjadi teman mainnya.
Semuanya berubah setelah Maddi
pergi dan Greyson tak nyaman dengan keadaan ini.
Greyson benar benar merindukan
Maddi. Greyson ingin Maddi kembali. Greyson ingin hatinya kembali dipenuhi oleh
perasaan terkejut yang manis. Perasaan yang selalu membuatnya ketagihan.
Perasaan yang disebut jatuh cinta.
Greyson sangat senang ketika
Maddi menghampirinya. Tapi ia sendiri bingung apa yang harus ia lakukan
sekarang? Hatinya tiba tiba kehilangan kekuatan untuk memperjuangkan Maddi.
Hatinya tiba tiba takut akan apa yang terjadi nantinya.
Ia belum siap jika ia benar
benar harus berpisah dengan Maddi.
Ketakutan ini benar benar
membunuh Greyson. Kesempatan yang harusnya ia raih malah ingin ia buang jauh
jauh. Terlalu banyak rasa takut mengitari Greyson. Terlalu banyak kekhawatiran.
Ia tidak mau salah bertindak tapi ia terlalu hati-hati sampai tidak sadar
melukai orang lain.
Andai saja Tuhan bisa
mendatangkan penolong untuknya.. Andai saja Tuhan bisa memberikan sedikit keajaiban
untuknya.. Andai saja Tuhan bisa membuatnya bangkit dan pergi mendatangi Maddi
ke Prom Night malam ini.
Tapi Greyson tidak mampu. Ia
terlalu takut untuk salah langkah lagi.
Tiba-tiba pintu kamar Greyson
dibuka dengan kasar. Greyson sudah siap siap melempar Matty dengan sekaleng
Coca Cola yang sudah habis ia minum. Tapi tangannya terasa kaku ketika
menyadari Tuhan mengirimkan penolong untuknya.
Untuk hubungannya, untuk
perasaannya, untuk hatinya, untuk memperjuangkan Maddi.
***
Vald
meninju pundak Greyson saking kesalnya. Cowok itu belum juga berpakaian. Ia
masih duduk di pojokan kamar dengan gitar hitam di tangannya.
“Maddi menunggumu, bodoh.” Kata Cameron sambil
meraih gitar Greyson.
“Dia
menangis tanpa henti di depan gerbang.” Lanjut Megan. Greyson tak bisa bicara.
Ia hanya diam sambil menatap ketiga temannya itu secara bergantian. Tiba-tiba
Mackenzie datang sambil membawa jas hitam milik Greyson.
“Dia
sedang bersama Adam sekarang…” Kata Mackenzie sambil menyodorkan jas itu.
Greyson tak langsung menerimanya. Ia bangkit dan lalu meraih jas itu dengan
kasar.
“Sudah
ada Adam kan? Lalu kenapa aku harus pergi?”
“Karena
dia membutuhkanmu –kalian saling membutuhkan.” Ujar Cameron.
Mackenzie
berjalan mendekati Greyson lalu menepuk pundak cowok itu. “Karena sejak tadi
dia sedang bercerita pada Adam betapa sayangnya dia padamu, Greys…” Kata
Mackenzie pelan.
“Dia
menyayangi Adam, bukan aku!”
“Memang
begitu, tapi rasa sayangnya berbeda. Adam sahabatnya dan kau.. Kau lebih dari
sahabatnya...” Jelas Megan.
“Tapi
dia menyukai Adam, Meg..” Greyson menggeram.
“Dia
memang menyukai Adam. Tapi hatinya kini berhenti di kamu, Greys.” Kata Vald.
“Sudahlah, berhenti seperti orang bodoh. Kalo kamu menyayanginya, kenapa kamu
terlalu banyak berpikir dan tak bergerak juga? Berhenti takut atau dia akan
meninggalkanmu.”
“Dia
memang sudah meninggalkanku.”
“Tidak
pernah sedetikpun namamu hilang dari pikirannya, percaya padaku.”
“Tapi
aku takut melukainya… Adam lebih pantas bersamanya.”
“Terkadang
ada perasaan dimana kalian sama sama suka, nyaman dan tidak bisa terpisahkan
tapi tak bisa berhubungan lebih. Mereka berdua hanya sama sama penasaran dengan
perasaan satu sama lain. Aku yakin itu.” Ujar Cameron.
“Lalu
aku harus apa?”
“Kamu
menyayanginya kan? Pergi.. Datangi dia.”
“Aku
takut reaksinya.”
“Hilangkan
rasa takutmu Greys..”
Vald
berdehem. “Kamu harus memperjuangkan dia.”
“Kalau
dia tidak mau?” Tanya Greyson hati hati.
“Siapa
yang tahu kalau kamu tidak usaha dulu?” Tanya Megan sambil tertawa renyah.
***
Adam
tak bisa bicara apa-apa lagi ketika Maddi mulai bercerita.
Adam
tak menyangka gadis itu kuat menghadapi kebimbangan begitu besar dihidupnya.
Gadis itu kuat memperjuangkan Greyson yang berbeda dengan apa yang ia harapkan.
Gadis itu juga kuat memilih untuk diam dan tidak bicara dengan siapapun
semenjak ia tak bersama Greyson lagi..
Adam
tak bisa menyalahkan Maddi lagi karena ia tak bicara padanya. Ia tahu betapa
sakitnya Maddi berada dalam situasi seperti itu. Situasi dimana ia harus
memilih antara sahabatnya atau pacarnya sendiri.
Dan
dengan berani gadis itu tak memilih keduanya.
Adam
salut dengan pilihan Maddi. Adam jelas mengerti apa yang Maddi rasakan karena
dulu ia juga merasakan itu saat dengan Mackenzie. Bedanya ia masih bisa
bertahan dan tidak benar benar berubah.
Maddi
terus menangis dan Adam menyandarkan kepala gadis itu di bahunya. Ia berusaha
membuat gadis itu kembali merasa nyaman di pundaknya. Ia mau gadis itu kembali
bersamanya. Maddi tiba-tiba meraih tangan Adam lalu menggenggamnya erat.
“Aku…
Aku suka kamu juga, Dam.”
***
Maddi
terus menggenggam tangan Adam yang mendingin. Ia tak bisa bicara apa apa lagi
setelah mengungkapkan perasaannya. Hatinya lega bercampur malu dan canggung. Ia
tak tahu harus berbuat apa tapi ia pikir ini lebih baik daripada ia memendamnya
terus menerus.
Pikirannya
terbang ke beberapa saat lagi mereka akan terpisah. Mereka tak akan bersama
setiap hari seperti saat ini. Hati Maddi akan pulih dengan cepat. Perasaan aneh
ini akan berakhir dengan seiring dengan berjalannya waktu.
Tiba-tiba
Adam melepaskan genggaman Maddi lalu memeluk gadis itu erat sekali. Maddi tak
bisa berbohong, ia sangat merindukan pelukan itu. Pelukan dari seorang cowok
yang ia anggap lebih dari apapun. Cowok yang begitu berharga dalam hidupnya.
Adam
menghela napas satu dua lalu berbisik.
“Ini
aneh, tapi maukah kamu bersamaku?”
***
Pertanyaan
itu begitu saja meluncur dari bibir Adam. Adam sebenarnya tak mau bicara
seperti itu tapi hatinya tak teguh pendirian. Ia menginginkan Maddi. Benar benar
menginginkan gadis itu. Ia bisa merasakan jantung Maddi yang berdegup kencang.
Maddi
lalu melepaskan pelukan Adam dan mengalihkan pandangannya. Ia terisak.
“Maaf,
Maddi.. Aku hanya…”
“Tidak
perlu minta maaf, Dam. But I cant love you more than this. Aku hanya mencintai
Greyson.”
“Aku
juga tidak mau melakukan ini. Aku tidak mau memperjuangkan kamu. Tapi hatiku
menginginkan kamu berada disisiku. Hatiku ingin aku membahagiakan kamu.”
“Andai
aku bisa, Dam.. Tapi dengan aku menyatakan perasaan ini, aku sudah cukup bahagia. Kamu pantas mendapat yang lebih baik
daripada aku.”
“Tak
ada yang lebih baik daripada orang yang sudah mengenalku seutuhnya seperti
kamu, Madd..”
“Tapi
tidakkah kamu berpikir pada akhirnya kita akan menyesal jika persahabatan ini
kita lanjutkan kejenjang yang lebih dan kita berakhir begitu saja?”
Adam
meraih tangan Maddi. “Hei, lihat aku. Aku tidak akan meninggalkan kamu.”
“Jangan
berjanji, Dam.”
“Tapi
aku..”
“Jangan
membuat janji yang belum tentu bisa kamu tepati.”
“Maddi..
Aku sangat menyayangi kamu.”
“Aku
juga, Dam.. Lebih dari apapun. Kamu sahabat terbaikku.”
Tangan Adam melemas sementara
Maddi kembali menangis. Adam menghela napas. Mungkin memang seharusnya ia tidak
memperjuangkan Maddi. Hatinya semakin sakit, sakit dan sakit. Ia hanya ingin
membahagiakan gadis ini.
Tapi bagaimana caranya jika ia
sendiri tak bisa bersama gadis ini?
***
“Sebenarnya
aku sendiri tidak tahu Maddi apa yang aku rasakan ini benar atau tidak. Aku
hanya ingin membahagiakanmu saja.”
“Saat
kamu jatuh cinta pada sahabatmu dan kamu ingin membahagiakannya, pikir ulang
langkahmu untuk membuanya bahagia. Jangan malah membuat semuanya menjadi
petaka. Aku tidak mau kehilangan kamu, Adam. Kamu begitu berharga untukku.”
“Kamupun
begitu, Maddi…”
“Maafkan
aku, Adam.”
Adam
menghela napas lalu membelai rambut Maddi. “Tidak apa apa, sweetheart. Aku saja
yang salah menafsirkan makna ingin membahagiakan kamu. Aku sebenarnya tidak mau
memperjuangkan kamu. Aku ingin semua kembali seperti dulu..”
“Iya,
seperti saat semuanya masih baik baik saja.” Kata Maddi sambil tersenyum kecil.
“Kamu
menyayangiku?”
“Kamu
tak perlu menanyakan itu.”
“Aku
juga menyayangi kamu.”
“Selalu,
Dam. Tidak akan ada yang bisa menggantikan kamu…”
“Bahkan
jika film-mu dibuat ulang?”
“Bahkan
jika film-ku harus dibuat ulang. Kamu tetap kamu. Kamu sahabat terbaikku, Adam
Young.”
“Terima
kasih Maddi…. Bolehkah aku bertanya sesuatu?”
“Apa,
Dam?”
“Kenapa
kamu bisa merasakan hujan itu hangat?”
***
Maddi
sebenarnya ingin menerima Adam daripada digantung seperti ini oleh Greyson.
Tapi ia jauh lebih takut kehilangan Adam selamanya. Ia tahu terkadang perasaan
cinta jadi sahabat itu hanya penasaran belaka. Jika dijalani, tak ada yang bisa
menjamin perasaannya akan sama.
Adam
terus membelai rambutnya sampai akhirnya dia berdehem. “Sebentar lagi saatnya
kamu menyanyi, Madd.”
“Entahlah,
Dam.. Aku bingung harus menyanyi atau tidak.”
“Kenapa
begitu? Taylor sudah membantumu lho, paling tidak kamu menyanyi untuk terakhir kalinya
sebelum benar benar pergi dari Vanda Sinathrya.”
“Tapi
untuk apa aku menyanyi? Greyson saja tidak kemari.”
“Jangan
seperti itu…”
“Dia
sepertinya sudah melupakan aku.”
“Tidak,
tidak mungkin. Aku percaya dia sangat menyayangi kamu, Maddi..”
“Tapi
kalau begini terus, aku tidak bisa, Adam…”
“Kamu
mau melupakan dia?”
“Jika
dia benar benar tidak datang malam ini, aku akan pergi.”
“Kamu
yakin?”
“Lebih
daripada yakin. Jika aku sudah berusaha tapi dia tak datang juga, aku harus
merelakan dia. Ada yang lebih baik untukku dan dia di luar sana. Aku hanya
perlu berdoa demi kebahagiaannya jika itu satu satunya cara untuk membuatnya
bahagia..”
***
Maddi
naik ke atas panggung outdoor dengan kemeja yang menutupi dress hitam
semi-formalnya. Maddi melihat sekeliling taman. Ia mencoba mencari tapi ia tak
kunjung menemukan. Hatinya terasa pilu, matanya ingin menjatuhkan air mata.
Ia
benar benar ingin Greyson disini. Ia hanya ingin Greyson mendengarnya menyanyi.
Setidaknya jika itu satu satunya cara terakhir untuk memperjuangkan Greyson, ia
pasti melakukan itu.
I was playing back a thousand memories,
baby.. Thinkin' 'bout everythin' we've
been through. Maybe I've been goin' back too much lately, when time stood still
and I had you..
“Selamat
malam, Vanda Sinathrya…”
***
Napas
Greyson semakin tak teratur ketika ia sudah melihat Maddi berada di atas
panggung. Apa yang harus ia lakukan?
Maddi…
Maddi… Tolong jangan pergi.
Maddi…
Maddi… Aku disini.
Maddi…
Maddi… Jangan pindah ke lain hati.
Maddi…
Maddi…
Tiba-tiba
tangan Greyson di cengram erat oleh seseorang. Ia menggeram lalu menoleh siap
siap memarahi orang tersebut. Tapi tiba-tiba lidahnya terasa kelu. Bibirnya
terasa kaku.
“Ikut
aku.” Suaranya begitu dalam dan terkesan serius. Greyson lagi-lagi menghela napas
lega sekaligus cemas. Semoga ini salah satu pertolongan dari Tuhan…
***
Maddi
menyanyi sepenuh hati. Setiap lirik yang ia lantunkan begitu meresap dan
dibumbui oleh kenangan manisnya bersama Greyson. Ia hanya berharap andai
Greyson ada, andai Greyson peka.
“Last night I heard my own heart beating,
sounded like footsteps on my stairs… Six months gone and I'm still reaching,
even though I know you're not there…”
Maddi
tak bisa berbohong, hatinya selalu berharap langkah kaki yang menuju kamarnya
bukan Mia, Taylor ataupun Olivia. Ia selau berharap itu Greyson. Greyson
kembali berusaha memperbaiki semuanya. Greyson kembali mengembalikan keadaan
seperti dahulu kala.
“I was playing back a thousand memories,
baby.. Thinkin' 'bout everythin' we've been through. Maybe I've been goin' back too much lately, when
time stood still and I had you…”
Terlalu
banyak kenangan di antara mereka yang tak bisa begitu saja Maddi lupakan.
Kenangan manis ketika mereka baru saja dekat. Kenangan pahit saat pertengkaran
pertama yang membuat mereka semakin mengenal. Kenangan kenangan yang begitu
melekat diingatan Maddi.
Tapi
Maddi takut, hanya ia yang mengingatnya. Tapi Maddi takut, ia terlalu terlambat
untuk kembali…
“I know people change and these things
happen, but I remember how it was back then… Locked up in your arms and our friends were
laughing, 'cause nothing like this ever
happened to them.”
Maddi
sadar betul semua orang pasti berubah dan berpindah. Tapi Maddi tidak pernah
berpikir bahwa semuanya akan sejauh ini. Ia sudah bertengkar dengan Vald demi
Greyson.. Ia tidak mau kehilangan Adam juga.
Walaupun
Vald sudah kembali, tapi ia tetap kecewa dengan Greyson yang berubah menjadi
posesif tanpa pernah bicara apa salahnya. Greyson selalu jalan hati hati,
terlalu takut dan tidak mau jujur pada Maddi. Hal itu menjadi membuat Maddi tak
nyaman sendiri.
“Now, I'm pacing down the hall, chasing down
your street, flashback to the night when you said to me… "Nothing's gonna change, not for me and
you " not before I knew how much I had to lose..”
Maddi ingat betul pembicaraannya dengan Greyson saat di pesawat. Janji mereka yang akan terus bersama. Janji Greyson yang akan terus membuat film mereka tak berhenti. Janji Greyson yang akan terus bersama Maddi.
Maddi ingat betul pembicaraannya dengan Greyson saat di pesawat. Janji mereka yang akan terus bersama. Janji Greyson yang akan terus membuat film mereka tak berhenti. Janji Greyson yang akan terus bersama Maddi.
Tapi
janji tinggallah janji dan Maddi tak mau lagi berjanji jika ia tak yakin bisa
menepati.
Semua
ini bukan hanya salah Greyson, tapi jika saja Greyson lebih terbuka…..
“If you're out there, if you're somewhere,
if you're moving on. I've be waiting for you ever since you've been gone…. I just want it back the way it was before and
I just wanna see you back at my front door….”
Maddi
berharap jika saja ada cara untuk membuat Greyson berada disini. Jika saja ada
cara untuk membuat Greyson kembali. Maddi akan bicara baik baik, Maddi tidak
kan membiarkan Greyson berpikir sendiri lagi. Maddi ingin memperbaiki semuanya.
Maddi
akan menunggu Greyson. Maddi hanya ingin melihat Greyson lagi.
“And I say come back, come back, come back
to me like you would before you said it's not that easy… Before the fight, before I locked you out… But
I'd take it all back now.”
Greyson..
Greyson.. Andai kamu bisa kembali.
Greyson..
Greyson.. Andai kita punya kesempatan lagi.
Mata
Maddi terus mencari, tapi Greyson tetap tak datang kemari. Maddi kecewa,
hatinya benar benar terluka. Mungkin ia benar benar harus pergi. Mungkin ia
tidak bisa bertahan lagi.
“Come back, come back, come back to me like
you would, you would if this was a movie.. Stand in the rain outside 'til I
came out… Come back, come back, come back to me like you could, you could if
you just said sorry.. I know that we
could work it out somehow…”
Maddi
menarik napas satu dua lalu berdoa. Tuhan,
jika aku memang bisa membahagiakan Greyson, jika kami memang bisa bersama lagi,
jika kami memang ditakdirkan berada di film yang sama.. Kembalikan dia bersama
hujan yang hangat.
“But if this was a movie you'd
be here by now…”
Dan
hujan pun kembali turun tanpa perasaan apapun.
Begitu
samar, begitu hambar.
Hampa.
***
Hujan
turun dengan sangat deras. Tapi Maddi tak kunjung turun dari panggung itu. Ia
tetap berdiri disana dan mencoba merasakan rasa yang harusnya ia rasakan. Tapi
semuanya rasanya hampa. Rasanya hambar.
Ia
menutup matanya berusaha untuk berdoa. Ia berharap Tuhan mengabulkan permintaannya
kali ini. Ia berharap ia bisa bertemu dengan Greyson dan menjelaskan semuanya.
Ia berharap ia bisa memperjuangkan perasaannya sebelum benar benar pergi.
“Maddi….”
Suara
lembut itu terdengar sangat menyakitkan di telinga Maddi. Ketika ia menoleh, ia
tidak bisa bicara apa apa lagi. Ia terjatuh dan berlulut. Lemas, terharu,
bahagia…
“Aku
kembali. Aku disini.”
***
Greyson
yang basah kuyup membawa Maddi ke gazebo taman. Mereka duduk berdua di sana di
tengah hujan yang mulai berubah menjadi
gerimis kecil. Angin bertiup lumayan kencang tapi anehnya Maddi tak merasa
kedinginan.
Ia
merasa begitu hangat.
Setelah
keheningan panjang, Greyson menatap Maddi dalam dalam. “Kamu kedinginan?”
“Tidak…
Ini aneh, tapi aku biasa saja.”
“Aku
juga, Madd. Maaf aku terlambat…”
Maddi
berdehem. “Aku kira kamu tidak akan datang.”
“Aku
hanya tidak siap untuk melihatmu lagi. Aku takut menyakiti kamu.”
“Kamu
terlalu takut, Greys.”
“Dan
kamu terlalu menuntutku untuk peka sendiri, Madd.”
Keheningan
kembali terjadi. Mereka tak lagi menatap satu sama lain. Mata Greyson berputar
mencari cari kain kering dan menemukan beberapa lembar taplak meja besar di
sudut meja. Greyson berjalan dan meraihnya. Ia lalu memberikannya pada Maddi.
“Supaya
kamu tidak kedinginan.”
“Aku…”
“Kamu
masih saja keras kepala. Aku tidak mau kamu sakit.”
Maddi
menggerutu. Ia lalu menyelimuti dirinya dengan taplak meja putih itu. Greyson
tersenyum kecil melihat Maddi yang menurut tapi setengah hati. Kebiasaan Maddi
yang sudah lama tak Greyson lihat.
“Lagu
yang bagus.” Kata Greyson pelan. “Aku mendengarnya. Mengerti dan memahami
setiap liriknya. Aku yang salah, aku minta maaf..”
“Tidak,
Greyson. Aku yang salah selalu menuntutmu untuk mengerti sendiri.”
“Tapi
memang seharusnya aku begitu kan? Aku salah karena membuatmu hampir kehilangan
sahabatmu lagi. Aku terlalu cemburu untuk mengerti bahwa Adam adalah bagian
terpenting dalam hidup kamu. Maafkan aku..”
“Greys…”
Greyson
menggenggam tangan Maddi lalu ia mulai bernyanyi lagu yang tadi ia nyanyikan di
rumah. Lagu yang ia tulis khusus untuk Maddi.
If I could write another ending
This wouldn't even be our song
I'd find a way where we would never ever be
apart
Right from the start
I wanna be holding your hand
In the sand
By the the tire swing
Where we use to be
Baby you and me
I travel a thousand miles
Just so I can see you smile
Feels so far away when you cry
'Cause home is in your eyes
“Maafkan
aku pernah mengecewakan kamu..” Ujar Greyson seusai menyanyikan lagunya.
“Aku
yang harusnya minta maaf, aku terlalu egois untuk mengerti perasaan kamu.”
“Maafkan
aku yang berjanji tapi sering tak menepatinya..”
“Greys…”
“Maafkan
aku yang membuatmu terluka. Aku tidak mau membuat kamu menangis lagi.”
“Greyson…
Ya Tuhan…”
“Maafkan
aku yang membuat film kita sempat berhenti. Aku tidak akan mengulanginya lagi.”
“Greys…”
“Aku
sangat menyayangi kamu.. Aku tidak mau kehilangan kamu.. Aku tidak mau
mengecewakan kamu lagi.. Adam benar, aku tidak boleh cemburu dan egois seperti
ini atau aku akan benar benar kehilangan kamu..”
“Greys..
Wait…”
Greyson
tersenyum kecil. “Kenapa, Maddi?”
“Would you
like to comeback if this was a movie, Greys?” Tanya Maddi pelan. Greyson
menatap Maddi dalam dalam lalu memeluknya erat.
“I’m
here, I’m back, I’ll never go anywhere without you. This is our movie. This is
our promise. Just make it last and I promise, we’ll be lasts forever, Maddi.”
Maddi
tersenyum kecil lalu melepas pelukannya dan menatap Greyson dalam dalam. “No
promise, just prove it.”
“Sure.
I love you, Maddi Jane. I don’t wanna hurt you anymore. I wont go anywhere
without you. Cause my place is wherever you are…”
“Ah..
Greyson.. Sweetest moment ever with you.”
“Iya,
apalagi sekarang hujan ya, Madd?” Goda Greyson. Maddi menoleh.
“Memang
hujan, hujan air lagi..”
“Apa
kali ini hujannya kembali hangat, Madd?” Tanya Greyson pelan.
“Tahu
apa kamu tentang hujan yang hangat? Kamu selalu menertawaiku.”
“Tapi
hanya aku kan yang bisa membuat semua itu jadi hangat?” Tanya Greyson dengan
senyuman menggoda. Maddi tak menjawab. Pipinya memerah.
Greyson
tertawa kecil lalu memeluk gadis itu lebih erat seakan akan ia tak akan sanggup
untuk melepaskannya lagi.
***
Adam menggeram kesal lalu melemparkan satu
tinjuan ke wajah Greyson. Greyson tak berusaha menghindar ataupun membalasnya.
Ia tahu, Adam butuh melakukan itu. Ia tahu, Adam benar benar marah padanya.
“Jangan pernah kau berani berani menyakiti Maddi lagi. Aku tidak akan membiarkan kamu tetap hidup. Aku mengalah, aku tahu Maddi bahagia denganmu. Aku memang mencintai Maddi,
tapi aku tidak akan pernah merebutnya dari kamu, bodoh.”
“Tapi aku yakin setelah Maddi
menyatakan perasaannya, kamu pasti punya pikiran untuk memilikinya..” Ujar
Greyson tanpa melihat Adam.
“Aku tidak bisa munafik. Tapi
dia tidak mau menerimaku. Padahal aku jauh lebih baik daripada kamu.”
“Aku tahu itu, mangkanya aku
takut untuk melangkah lagi karena aku tahu kamu lebih baik daripada aku. Kamu
bisa mengerti dan melakukan segalanya
untuk dia.”
“Kamu salah, Greys. Ada satu hal
yang tidak akan pernah bisa aku mengerti dan aku lakukan untuk dia.”
Greyson menatap Adam keheranan.
Adam tersenyum kecil. “Kamu tahu kan, Maddi suka sekali dengan hujan? Baginya
hujan adalah segalanya.”
“Iya…”
“Dan aku tahu itu, sangat
mengetahui itu tapi aku tidak mengerti itu. Aku bertanya padanya kenapa dia
bisa merasakan hujan itu hangat padahal semua hujan sama sama membawa hawa
dingin yang terkadang menyejukkan dan jika terlalu dingin memilukan…”
Greyson tak bicara apa apa. Ia
hanya menunggu Adam melanjutkan kalimatnya.
“Lalu kau tahu dia bilang apa?
Dia bilang, mungkin aku mengenal dan mengerti dia. Tapi aku tidak akan bisa
merasa dan membuat hujan terasa hangat. Karena untuk mendapatkan hal itu, hanya
orang orang tertentu yang bisa melakukannya…”
“Ia bilang, tidak semua orang
yang suka hujan bisa melakukannya. Dan tidak semua orang bisa merasakan
kehangatannya. Tapi untuk Maddi, dia punya orang itu. Karena dia bisa membuat
hujan yang hangat pula, ia tidak bisa melupakan orang itu.”
“Semudah itu membuat Maddi tak
bisa melupakan orang?”
“Bodoh, tidak semudah itu. Maddi
bilang, aku sendiri tidak bisa membuat dia merasa begitu hangat ketika hujan.
Karena hanya ada satu orang yang mampu melakukan itu untuknya dan ia tidak akan
pernah bisa kehilangan orang itu. Orang yang mampu membuat hujan terasa hangat
baginya.”
Greyson mendadak cemas. “Siapa
orangnya?”
“Kamu, Greyson.”
Note:
TERIMA KASIH ITWAM READERS! I love you guys so much much much much. Thank you for your waiting.. Thank you for keep reading this. I've try to do my best and see ya on my other project!
xoxo, Tipluk Pattinson.
ALIIIIIIICE!!! congratulation!
BalasHapuskamu berhasil! sukses! aku sukaaa!
duh, too hard to picture...
apa berarti komentarku harus selesai disini? :(
okay lah.
everybody's growing up, Lice. changing, following their destiny. and from this fic, I've seen you growing up. at first fic, you can't forget you real-life Greys, and at the end, you can present this fic for him without any special feeling (as far as I know)
best regards! ditunggu Maddi fiction lainnya!
Yayoi Kamishiro
(always keep up your good work, Alice Cullen. even without my comment)
YEAAAAY! Finally, thank you sweetheart for your support! Haha youre right, without any feeling for Greyson. thanku thanku thanku I'll see ya later!<3
HapusKa, keren banget!!! Aku suka banget endingnya. And I'll love the rain like Maddi :D
BalasHapusThank you sweety, I'm so glad u love it!<3
HapusAh...Turis Cirebon gua. Love you ! Thank you sudah mewujudkan Greyson nyanyi Home is in your eyes <3! LOVE MUAH. Btw, nggak dikasih tau siapa Greysonnya ? #eh
BalasHapusHai Gitaaa! Hahaha iya sayang sama sama... Berisik lo:*
HapusKyaaaaa! Selama ini aku jadi silent readers :'v pingin komen tapi terlanjur males. Aku geregetan sumpah bacanya ish keren banget ew. Tapi aku gaterlalu suka sama AdamU.U sukanya Maddi-Greys aja nguahahaha. Aku gak terima pas Maddi mutusin Greys garagara Adam halaaah pokoknya aku suka banget sama MaddiGreys:* #curcoldikit
BalasHapusWAAAA! Makasih banget yaa udah baca huhu aku seneng banget kamu mau comment akhirnya. Hihi sebenernya aku juga sebel sama Adam, abis dia ngeganggu sih. Sekali lagi makasih yaa Meiza(:
Hapus