Regrets and Revenge chapter 2

You only know you love her when you let her go...

***


Pevita menghempaskan iPhone 5-nya ke tempat tidur lalu menatap matanya sendiri melalui kaca. Matanya memerah dan tampak begitu lelah. Hidungnya membengkak, pipinya basah. Ia tak boleh begini terus, tapi selalu ada sakit yang tak kunjung berhenti setiap kali ia bicara tentang cowok itu..

Biru yang berdiri di depan pintu 2 tahun lalu, yang tersenyum setengah sambil membawa bunga mawar dan sekotak Pizza Meatlovers Cheesy Bites bukanlah siapa-siapa di Bakti Wardhani. Tapi Biru adalah segalanya bagi Pevita.

Pevita pun tidak menyangka Biru akan jatuh hati padanya. Hari itu yang Pevita tahu adalah ia begitu senang ketika Faldy berjalan ke arahnya sambil membawa Biru. Biru menyodorkan tangannya mengajak berkenalan sambil tersenyum manis.

Senyuman yang begitu manis sampai Pevita sendiri tak menyangka semuanya akan berakhir seperti ini.

Beberapa saat kemudian Biru pun meminta Pevita menjadi pacarnya. Hari hari menuju kelulusan SMP pun begitu menyenangkan bagi Pevita. Ia sering menghabiskan waktu bersama Biru, Faldy dan Salma. 

Waktu berlalu dan mereka pun masuk SMA. Biru memilih untuk ikut eskul Basket sementara Pevita sudah dari awal ingin bergabung dengan eskul Jurnalistik milik Bakti Wardhani. Hari-hari di SMA begitu sibuk namun sampai dipenghujung kelas 10 mereka berdua masih bisa punya banyak waktu bersama.

Ketika naik kelas 11, Biru berambisi menjadi Kapten Basket sementara Pevita dicalonkan oleh kakak kelasnya menjadi Ketua Jurnalistik. Mereka jarang sekali bertemu bahkan di dalam sekolah. Untung saja Faldy yang merupakan sahabat kecil Biru bisa bekerja sama dengan Salma, sahabat Pevita dari SMP untuk terus mengusahakan pertemuan Biru dan Pevita.

Sayangnya dipertengahan semester 2 kelas 11 saat Faldy memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Salma, Biru malah memutuskan Pevita begitu saja. Itu adalah awal dari keretakan hubungan main mereka berempat.

Pevita begitu terpukul atas kepergian Biru. Tak ada yang lebih berharga daripada Biru untuknya. Biru merupakan sebagian dari jiwanya. Biru adalah orang yang paling ia percaya. Pevita selalu yakin, Biru bisa terus menjaganya...

Pevita yakin Biru tak pernah memikirkan hatinya. Biru tak pernah meminta maaf atas apa yang ia lakukan. Atas sakit yang ia berikan. Ia hanya terus bertanya tanpa pernah membuat Pevita tahu apa alasan Biru melakukan semua itu..

Pevita menjatuhkan gelas berisi air putih yang berada di meja riasnya ketika ia teringat betapa percayanya ia pada Biru. Ia kembali menangis. Hatinya sakit, rasanya seperti teriris, begitu pilu.

Di depan orang banyak Pevita bisa mengontrol dirinya meskipun terkadang ia ingin menghajar Biru dan menendang pergi gadis yang kini selalu bersama laki-laki itu. Tapi jika sendiri, Pevita tak bisa menghentikan air matanya untuk terus jatuh..

Ia begitu kecewa. Hatinya sudah lelah untuk percaya.

Andai Biru memutuskannya untuk alasan yang jauh lebih logis daripada kata "bosan" dan andai cowok itu mempertahankannya, mungkin Pevita tak kan sehancur ini ketika sedang sendirian...

***

"Kenapa sih kamu gak pulang sama Faldy aja? Aku lagi sibuk, Resh." Gerutu Biru menolak permintaan kekasihnya itu. Gadis berambut panjang itu mendadak cemberut. Air mukanya berubah. Dia tampak begitu kecewa.

"Faldy pasti pergi ke acara keluarga itu sama Salma.. Masa aku sendirian sih, Bi? Kamu tega?" Tanyanya sedikit kesal. Biru menghela nafas.
"Tapi aku punya tanggung jawab disini, sweetheart." Ujarnya sambil meredam amarah.
"Tapi kamu juga punya tanggung jawab atas aku, dear." Sahut Resha tak mau kalah.
"Arrrgh! Oke oke!" Biru menggeram. Ia lalu mematikan MacBook-nya dan menyerahkan beberapa lembar rangka proposal pengajuan dana lomba basket ke Rendy, wakilnya lalu bergegas membereskan MacBook-nya.

Resha tersenyum licik sambil berjalan keluar dari sekret Basket. Ia berseru, "aku tunggu diparkiran ya, Bi!"

Biru menghela nafas. "Sorry, bro.."
"Hahaha gakpapa, Bi. Gue ngerti kok. Nona harus ditemani, right?" Canda Rendy.
"Gue capek sebenernya." Ujar Biru.
"Bi? Lo sadar lo ngomong apa?"
"Hah? Apaan sih?" Tanya Biru keheranan sambil menyelempangkan tas MacBook-nya.

Rendy berdehem. "Dulu pas elu sama yang lama nih ya, secapek apapun, gak bakal pernah nih Biru ngegerutu. Lagian yang lama juga pasti ngertiin elu. Nah yang sekarang? Gak capek cuman ngertiin?" Tanya Rendy heran.

Biru berpikir sejenak lalu tertawa. "Ya mau gimana lagi, sekarang kan gue sama Resha bukan sama Pevita. Udah ah, gue cabut dulu! Titip anak anak, ya!" Serunya sambil berlalu.

***

Salma Anindita Isabelle (Mobile)

Vit, gue lagi di acara keluarganya Faldy nih. Kelar jam 6.
Nonton yuk! Jam 7 kita jemput yaa..

Pevita tersenyum kecil melihat pesan singkat dari sahabatnya itu. Ia lalu membereskan bindernya dan berjalan ke luar sekret Jurnalistik. SMA Bakti Wardhani tidak pernah sepi bahkan di hari Sabtu sekalipun. Sampai jam 4 sore saja murid murid masih sibuk di sekolah. 

Sebelum pulang, Pevita menyempatkan diri untuk ke kantin dan memesan segelas jus alpukat dengan ekstra susu coklat. Sambil menunggu Pak Soleh, supir keluarganya menjemput, ia memutuskan mengecek kembali pekerjaan dari divisi majalah.

"Eh ada Khansa.." Ujar seseorang yang tiba-tiba duduk di sampingnya. Pevita menoleh lalu tertawa.
"Apa sih Rak, manggil Pevita aja!" Serunya. Raka tertawa.
"Iya deh, Non.. Sendiri aja lo? Udah sore gini."
"Lagi nunggu di jemput nih. Mas Ketos habis ngapain? Ngelembur lagi?" Goda Pevita. Raka tertawa.
"Iya nih lagi weekend aja gue ngelembur hahaha. Gimana Jurnal?" Tanyanya. Pevita tersenyum kecil lalu mulai bercerita.

Raka Dimastrya Adhitama adalah Ketua OSIS SMA Bakti Wardhani. Pevita mengenalnya secara lebih dekat sekitar 3 bulan yang lalu karena kelas mereka yang bersebelahan. Raka adalah mahluk konyol yang bisa menempatkan diri. Dia bisa jadi Ketua OSIS yang super berwibawa dan jadi teman paling absurd bagi siapa saja. 

Jus alpukat Pevita tinggal seperempat gelas ketika Pak Soleh mengabarkan bahwa ia harus menjemput Kakek Pevita yang terlebih dahulu datang dari Australia. Pevita menggerutu.

"Kenapa sih, Vi?" Tanya Raka penasaran.
"Ini nih supir gue gak bisa jemput dan baru bilang setelah hampir jam 5 sore.."
"Lagian lo kayak anak SMP aja deh masih anter jemput!" Ledek Raka.
"Nyokap gue nih rese jadi gue harus gini deh.. Duh gue baliknya gimana lagi.."

Raka tertawa kecil lalu menatap Pevita dalam dalam. "Gue anterin balik, ya?"

***

"Sorry banget ya Vit tadi telat ngejemput, nih si kutu lama banget mandinya!" Seru Salma sambil memohon mohon. Pevita pura pura tak perduli sambil memainkan iPhone-nya.

"Udah jam 8 dan baru dateng, seenaknya aja minta maaf. Bayarin gue!"
"Iya iya gue bayarin! Eh Fal, kamu sama Vita dulu ya. Salma mau beli tiket." Ujar Salma ketika Faldy sampai ke XXI. Faldy mengangguk lalu tertawa.
"Sorry ya Vit.. Salah gue nih." Kata Faldy sambil cengengesan.
"Ngeselin ya lo! Tiada maaf." 
"Jangan gitu dong Raisana cantik... By the way gue mau ngomong boleh gak?"
Pevita menatap sahabatnya itu dengan kesal. "Lo dari tadi udah ngomong aja, keles!" Serunya. Wajah Faldy berubah serius.

"Gue harap ini bikin perasaan lo lebih baik..."

***

"Elo kenapa diem aja, Bi?" Tanya Faldy ketika akhirnya ia punya kesempatan untuk bicara dengan sahabatnya itu. Biru yang sedang melamun pun tersadar dan tertawa terpaksa.

"Ah, gue gakpapa kok."
"Elo sibuk banget ya sekarang.." Singgung Faldy.
Biru tersenyum kecil. "Maaf ya udah gak pernah ngumpul sama elo lagi.."
"Gakpapa, gue ngerti kok. Kapten sekaligus Ketua eskul basket Staretrix pasti sibuk banget. Gue juga sekarang sibuk sama anak anak Bridge."
"Oh iya denger denger mau lomba ya lo?" Tanya Biru mencoba basa-basi.

Faldy menatap Biru dalam dalam. Ia tak menjawab pertanyaan Biru.
"Kenapa sih lo ngeliatin gue gitu banget, Fal?"
"Lo gak capek jadi bukan diri elo sendiri?" Tanya Faldy heran. Biru menghela nafas.

"Entahlah.."
"Lo jadi bukan Biru yang gue kenal."
"Gue cuman lelah.."
"Dan penuh kepura puraan."
"Gue nyesel..."

Faldy tercekat. "Nyesel jadian sama Resha atau..."

"Gue baru ngerasa sekarang. Betapa begonya gue meninggalkan dia. Betapa menyedihkannya penyesalan yang datang disaat gak ada kesempatan untuk memperbaiki semuanya..."


To be continued.... 

2 komentar:

  1. Wow 16 tahun! Membaca tulisanmu, Dik, membuat saya terngiang pada masa-masa 3 tahun lalu saat saya masih seumuran kamu. Saya juga punya karya tulis seperti punyamu ini. Menurut saya, dalam hal menulis cerber (bukan cerbung, ya!) di usia 16, kita punya banyak kesamaan. Semisal suka memberikan nama karakter yang kita ciptakan dengan nama yang terdengar 'lebay' dan terdiri dari 3 suku kata. Terus, kita menggambarkan tokoh sebagai kalangan berada, diperlihatkan dari gadget yang mereka miliki seperti iPhone 5, Macbook, dst. Kamu masih 'lebay' dan tidak 'apa adanya' dalam bercerita. Tapi, saya yakin ke depannya, kamu akan terus bertumbuh bersama karya-karyamu yang lebih baik. Kamu pintar dan potensial menjadi penulis yang akan diperhitungkan. Jangan pernah lelah untuk belajar. Perbanyak pengetahuan tentang kosakata, perbaiki tata bahasa (baik bahasa Indonesia ataupun Inggris). Inilah apresiasi saya untuk karya kamu dan setiap ada waktu luang, saya akan membaca semua chapter RAR. With love and joy. (Kak Y***, yang saat ini berusia 19) :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai kakakk...
      Thank you for reading Regrets and Revenge. Saya harap kakak suka dengan kelanjutan setiap chapternya.. Aamiin semoga lebih baikk, terima kasih kakak sudah berkunjunggg tetap baca RAR yaaa! Hihihi:"}}

      Hapus

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.