Regrets and Revenge chapter 4
Keterpaksaan dan pelarian.
Dua hal yang sangat menyedihkan, bukan?
***
"Vi... Kamu mau ngomong sama aku lagi?" Gumam Biru tak percaya. Pevita menatap Biru aneh lalu tertawa.
"Konyol, yang udah lewat gak bisa kita rubah, Bi. Biarin aja." Sahut Pevita sambil tertawa.
Biru terdiam. Suara Pevita mendadak menjadi lembut lagi. Nada bicaranya tak membuat Biru terpancing untuk memakai bahasa "lo-gue" seperti yang ia pakai pada teman temannya. Pevita juga terlihat tak mengihindarinya. Biru heran bukan main atas perubahan Pevita lalu ia tertawa kecil.
"Gak usah pura pura kalo gak mau.. Gakpapa kok gue bisa ngerjain semuanya sendiri, Vi." Katanya kembali memakai kata "lo-gue" nya. Pevita menyeringitkan dahinya.
"Apaan sih? Aku udah berusaha biasa aja kamunya gitu lagi. Aku ikhlas kayak gini."
"Alah pasti terpaksa kan gara gara disuruh Bu Ranti.. Mending gak usah aja deh, Vi." Kata Biru sambil berbalik dan berjalan menjauhi Pevita. Ia menggerutu dalam hati. Maunya apa sih gadis ini memberi sedikit harapan lalu menghempaskannya lagi?
Sementara Pevita menggeleng tak habis pikir. Cowok ini lagi lagi memancing emosinya. Pevita hapal betul tabiat Biru yang selalu langsung menyimpulkan tanpa sempat bertanya. Pevita mendesis, "sok tahu, aku berusaha bantu kamu pakai hati. Kalo kamu gak mau, urusan kamu. At least, I've tried my best."
Pevita berbalik dan berjalan menjauh, ia terlanjur kesal pada mantan pacarnya itu. Beberapa saat kemudian seseorang menarik lengan Pevita. Terdengar nafas tersengal sengal. Pevita menoleh. Wajahnya langsung memerah saat menyadari Biru sedang menggenggamnya erat.
"Sorry, Vi.. Kita kan udah lama diem dieman, mangkanya aku agak heran sama kamu."
Pevita menghela nafas. "Jangan kayak anak kecil gitu, deh. Sorry kalo selama ini aku terlalu jutek sama kamu.."
"Hehehe santai aja Vi, lagian aku kok yang salah." Ujar Biru. Bagus deh sadar diri! Seru Pevita dalam hati. Pevita tersenyum kecil lalu melepaskan tangan Biru dari lengannya.
"Pardon me?" Gumam Pevita meminta dilepaskan. Biru langsung melepaskan tangan Pevita dan tertawa canggung. "Sorry kebiasaan.."
"Kamu harus bisa menyesuaikan diri, Bi. Kebiasaan punya waktu dan tempatnya sendiri. Kalo alasanmu tentang kebiasaan, gak berarti bisa dimaafkan." Cecar Pevita menceramahi. Biru menyipitkan matanya.
"Kamu marah gara gara aku megang tangan kamu? Segitu bencinya kamu sama aku?" Tanya Biru mulai agak kesal.
"Duh, kayak anak kecil banget sih!" Seru Pevita tak sabaran. "Masalahnya kamu punya Resha dan kita bukan siapa siapa lagi."
Biru menelan ludahnya. "Kita teman kan, Vi?"
"Iya, tapi dengan masa lalu yang lebih dari itu, siapa yang percaya kita cuman bertindak sebagai teman?"
***
Resha memutar iPhone-nya sambil mencoba menerka nerka kemana perginya Biru seharian ini. Biru tak terlihat di sekolah namun Resha tetap melihat mobil pacarnya itu terparkir rapih di tempat biasanya. Biru tak mengabarinya namun Resha dengar dari ketua Cheers, Biru sempat menelpon untuk membatalkan latihan di sekolah hari ini karena lapangan akan di pakai oleh eskul lain. Resha bingung setengah mati.
Akhir akhir ini Biru berubah lebih dingin. Ia tak setulus biasanya mengantarkan Resha kemanapun gadis itu mau. Biru juga tak semanis dulu. Entah apa yang terjadi pada Biru. Resha hanya mencoba berpikir positif dengan bersugesti bahwa Biru sedang sibuk dengan kewajibannya sekarang.
Resha tersenyum kecil. Ia tahu kewajiban Biru sebagai Kapten sekaligus Ketua eskul Basket sekolah membuat pacarnya akan sangat sibuk. Kewajiban untuk mengawasi, menjadi penanggung jawab... Namun Resha juga kewajiban bagi Biru, bukan?
Bukankah ketika kamu punya pacar, kamu berkewajiban untuk membahagiakan dia?
Resha menghitung menit yang ia lewati menunggu balasan pesan dari Biru. Sudah 30 menit, Biru menghilang tak membalas pesan terakhir dari Resha. Resha meraih iPhone-nya dan mengetik cepat.
Biru Samudra Nusantara (Mobile)
Udah gak butuh aku ya, Ay? Putus aja, yuk. Aku capek.
"Sorry.." Gumam Resha lalu menenggelamkan dirinya diantara bantal bantal putih sambil berusaha menghentikan air mata yang terus jatuh tanpa henti.
Ia mulai kecewa.
***
"Fal, baru balik?" Sapa Syena ketika Faldy memasuki ruang tamu. Syevina Amelia Girsang adalah sepupu jauh Faldy. Ia juga sekolah di SMA Bakti Wardhani dan menjabat sebagai Ketua MPK. Faldy tersenyum kecil sembari mengangguk.
"Iya nih, Syen.. Habis latihan Bridge."
"Oh denger denger mau ikut lomba tingkat Nasional ya?" Tanya Syena sambil sibuk mengetik di iPhone-nya. Faldy berdehem.
"Mangkanya kemarin gue minta dana tambahan, eh ditolak pas Sidang Pleno. Hahahaha."
Syena tersenyum tipis. "Sekolah lagi minim banget, Fal. Jadi cuman dapet segitu buat lomba. Sorry gak bisa bantu banyak..."
"Gakpapa kok, gue ngerti. Jadi Bridge akhirnya mutusin untuk patungan. Mungkin itu satu satunya jalan terakhir kali..."
"Bagus deh, jadi eskul yang mandiri ya! Gue ribet ngurusnya! Hahahaha."
Faldy tersenyum kecil. "Eh Resha mana? Biasanya ngintilin elo."
"Oh.. Dia lagi galau tuh, Fal."
"Galau apaan sih? Alay banget." Sahut Faldy sinis.
Faldy tidak begitu menyukai Resha. Sepupu dari Ayahnya itu tak pernah mendapat perhatian dari Faldy. Semenjak Resha membuat Biru dan Pevita hancur berantakan, Faldy semakin tak mau bicara dengan Resha. Untung saja rumah Resha cukup jauh dengan Faldy jadi gadis itu jarang berkunjung ke rumahnya.
"Namanya juga cewek.. Si Biru lagi sibuk banget. Lo tau kan Basket lagi nyari sponsor buat lomba itu? Nah Biru jarang ngehubungin Resha, jadi ceweknya bete gitu. Katanya mulai males. Pengen putus aja.."
Faldy tertawa sinis. Apa apaan gadis itu? Gerutunya dalam hati. Syena melanjutkan ceritanya, "katanya Resha mulai gak betah. Biru manis banget pas awal, sementara lagi sibuk mah si Resha dianggurin. Namanya juga Ghinaa Varesha Girsang, kalo gak bosenan suruh ganti nama deh!" Seru Syena sambil tertawa.
"Setelah ngerebut dari orang, ngerasa bosen terus dilepas gitu aja? Murahan banget." Gumam Faldy sinis. Syena yang hanya mendengar sepatah sepatah pun menatap Faldy heran.
"Ngedumel apa sih lo?" Tanya Syena penasaran.
Faldy tersenyum kecil. "Gakpapa kok, lucu aja sodara lo." Ujarnya sambil berlalu meninggalkan Syena menuju kamarnya.
***
"Hai, cewek sibuk!" Seru Raka membuyarkan konsentrasi Pevita. Pevita menoleh lalu tertawa kecil. "Hai, cowok sibuk!"
Raka langsung duduk di samping Pevita dan menaruh beberapa filenya. "Boleh duduk disini, kan?" Tanyanya dengan wajah memohon.
"Kalo aku usir kamu bakal pindah, gak?" Goda Pevita sambil tertawa kecil.
Raka tersenyum kecil. "Kamu gak bakal ngusir aku, aku tahu kamu seneng aku disini.."
"Sok tahu." Pipi Pevita merona karena malu. Ia lalu melanjutkan memeriksa hasil foto dari Divisi Photography.
"Lagi sibuk apa sih, Bu Ketum? Gak bisa diganggu, ya?"
"Apa sih... Kamu kerjain tugas kamu aja gimana?"
Raka menaikkan kedua alisnya. "Aku bosen kerja mulu pas hari Sabtu. Kamu gak bosen apa?"
Pevita mengigit bibirnya. "Aku juga bosen sih.. Tapi ini kan kewajibanku."
Pevita kembali konsentrasi memeriksa sementara Raka memperhatikan ke sekelilingnya. Ia lalu tertawa kecil menyetujui otaknya yang meneriakkan ide gila baginya.
"Ini malam Minggu kan, Vi?" Tanya Raka basa basi. Pevita tertawa.
"Duh jomblo ngitungnya malam Minggu ya.."
"Kosong gak?" Tanya Raka lagi. Pipi Pevita mulai memerah.
"Apaan sih..."
"Jalan yuk?" Ajak Raka sambil menatap mata Pevita dalam dalam. Gadis itu tersenyum kecil lalu mengangguk.
"Tapi bayarin ya?" Pinta Pevita sambil tertawa jahil. Raka mengangguk mengiyakan lalu segera bangkit dari duduknya dan menarik Pevita pergi.
***
Faldy Farezhi Girsang (Mobile)
Heh jomblo, dimana lu? Kok gue liat lu di depan XXI?
Melihat pesan singkat dari sahabatnya itu Pevita hanya tertawa kecil dan mengambil satu porsi popcorn caramel medium dan 2 gelas Cola large. Raka berjalan menghampiri gadis manis dengan kepangan rambut kecil dibagian kirinya.
"Lego Movie, semoga gak alay kayak yang mau nonton." Kata Raka yang sebenarnya tak ingin menonton film ini. Namun apa boleh buat ia harus menuruti permintaan Pevita.
"Thank you, Rak! Gak ada yang lebih alay daripada kamu, kok!" Seru Pevita jahil.
Mereka berdua berjalan menuju theater 2. Pevita duduk di sebelah kanan Raka. Di sebelah kanan Pevita terdapat 2 kursi kosong yang belum datang pemiliknya. Mereka berdua saling bercanda sembari menunggu film di mulai.
Entah sejak kapan Pevita menjadi sedekat ini dengan Raka. Cara bicara mereka juga semakin halus saja. Raka sering kali menemani Pevita memeriksa tugas Jurnalnya. Raka cukup manis dan penyabar. Ia juga bisa membuat Pevita tertawa. Baginya Raka merupakan salah satu moodbooster terbaik setelah Salma dan Faldy. Namun sejauh ini Pevita tak memikirkan hubungan yang lebih bersama Raka, ia masih ingin menikmati kebebasannya.
Disisi lain Raka sudah mulai tertarik pada Pevita lebih dari sekedar teman walau ia sadar masih terlalu cepat untuk menyatakan cinta. Beberapa menit kemudian film pun dimulai. Raka terus menggoda Pevita yang asik menonton sementara gadis itu terus menahan diri untuk tidak mengerang karena kesal.
Hampir 30 menit film telah diputar saat seorang cowok duduk di samping Pevita. Ia datang sendiri dan mengosongkan kursi paling ujung. Pevita melirik keheranan namun ia tak begitu perduli. Ia lalu bercanda dengan Raka.
"Colaku habis, sebel." Ujar Raka. Pevita tersenyum kecil.
"Kode banget sih.." Pevita menoleh lalu mengambil minumannya. Entah apa yang terjadi, tangannya terpeleset sehingga membuat cola itu tumpah tepat di atas tangan penonton disebelahnya.
"Eh sorry banget, gue gak sengaja.. Mau dibersihin? Sorry ya..." Ujarnya panik. Cowok itu menoleh lalu menatap mata Pevita. Mereka berdua sama sama kaget menyadari siapa yang berada dihadapan mereka. Raka yang merasa penasaran pun mencondongan badannya dan melihat siapa yang Pevita ajak bicara.
"Kamu kenapa, Vi?" Tanya Raka. Namun gadis itu tak menggubrisnya. Ia tersentak kaget, benar benar kaget.
"Pevita?" Ujar cowok itu lirih. Pevita terdiam, ia membeku melihat mata cowok itu memerah. Wajahnya pilu seakan habis menangis.
Hatinya teriris. Ia tak tega.
To be continued....
Tidak ada komentar:
Leave me some comment! Thank you, guys:}