Regrets and Revenge chapter 20
Lalu friendzone akan selalu merusak saat satu pihak terlalu gengsi untuk memulai atau terlalu kasar untuk mengakhiri.
Mengakhiri sebuah cerita saat belum dimulai..
***
Mengakhiri sebuah cerita saat belum dimulai..
***
"Gue tuh gak ngerti Syen kenapa dia ngeginiin gue..." Ujar Resha sambil terisak tak kunjung berhenti. Syena yang sejak tadi menemani Resha pun hanya bisa mengelus elus rambut sepupunya sebagai usaha menenangkan keadaan hati gadis itu.
Syena tahu Resha begitu terpukul dengan sikap Biru yang tiba tiba saja memutuskannya. Syena sendiri tidak habis pikir kenapa Biru sejahat itu pada Resha setelah segala hal yang Resha lakukan untuknya.
Tapi disisi lain hati Syena meyakini bahwa cepat atau lambat Biru akan melakukan ini karena pada akhirnya hati cowok itu akan berpulang pada Khansa Pevita Raisana. Syena percaya Biru sudah berusah melupakan Pevita, tapi berusaha saja tidak akan membuahkan hasil apa apa jika hati memang tak mau untuk pergi.
Resha terus menangis dan menangis. Hatinya serasa teriris iris. Ia tidak suka diperlakukan seperti ini. Biru selalu marah tanpa menjabarkan apa kesalahan yang Resha perbuat. Seperti kali ini, Biru tiba tiba memutuskannya tanpa menjelaskan secara rinci apa yang ia inginkan.
Resha tahu sampai kapanpun dirinya takkan pernah bisa menggantikan Pevita di hati Biru. Resha juga sadar diri, ia tak punya hak untuk marah pada Pevita mengingat apa yang telah ia lakukan dulu pada gadis itu. Tapi Biru...
Apa yang harus Resha maklumi dari pacarnya itu?
Resha telah mengorbankan seluruh hati, pikiran dan segala hal yang ia punya untuk Biru. Resha rela menunggu berjam jam demi Biru. Resha rela menangis seharian demi Biru. Bahkan Resha berani melanggar komitmennya untuk tidak berciuman antar bibir sebelum menikah untuk seorang Biru Samudra Nusantara.
Tangis Resha pecah kala ia ingat sore itu terlalu dingin di teras rumahnya. Gemericik hujan menemani suasana romantis yang tercipta diantara Resha dan Biru. Seperti biasa pundak Biru menjadi sandaran gadis itu. Biru mengelus elus rambut Resha sambil mereka berdua terus bercanda.
Resha tak ingat jelas siapa yang memulai tapi ia tak bisa menghentikan hangatnya bibir Biru yang melumat di bibirnya. Ia berusaha menolak, tapi rengkuhan jemari Biru di lehernya membuat dirinya tak bisa kabur kemana mana.
Ketika Biru mulai berhenti, bibir Resha tak mau diam. Ia mulai mencium Biru lagi sambil menuntun jemari Biru lepas dari lehernya. Semenjak hari itu, Biru dan Resha tak pernah absen untuk mencium bibir satu sama lain.
Awalnya Resha agak risih semenjak ia menyadari hal itu bukanlah hal yang baik. Tapi hatinya berusaha tetap tenang mengingat tangan Biru tak pernah beranjak kemana mana selain memeluknya, merengkuh lehernya, atau menggenggam jemarinya. Biru hanya sering mencium pipi atau bibirnya.
"Resh.. Resh.. Udah sayang..." Syena mencoba menenangkan Resha yang tangisannya mulai meledak. Resha menggeleng lalu terus terisak.
"Apa yang harus gue lakuin? Gue sayang banget sama Biru.. Gue gak mau kehilangan Biru..."
"Yaudah.. Lo perjuangin dong dia..."
Resha makin terisak. "Tapi dia gak perjuangin gue...."
"Lalu kenapa lo harus memperjuangkan orang yang gak memperjuangkan elo?"
***
"Aku mutusin Resha. Demi kamu."
Kata kata itu terus berputar putar di kepala Pevita. Ia tidak pernah menyangka rencananya akan membawa Biru sejauh ini. Tidak pernah terpikir olehnya bahwa Biru akan memutuskan Resha demi dirinya.
Pevita merasa kepalanya begitu berat setiap kali bicara tentang Biru. Biru selalu memenuhi kepalanya sampai sampai ia lupa pada Raka. Pevita menggerutu sendiri. Bagaimana ia bisa melupakan cowok yang begitu menyayanginya?
Besok STJ Jurnalistik akan dimulai. Itu berarti Pevita akan berbagi lahan kerja dengan Biru sekaligus diawasi oleh Raka dan Syena. Entah bagaimana mimik wajahnya besok saat bertemu dengan Biru yang memutuskan Resha demi dirinya, Raka yang setia menunggunya di tengah tengah kebohongannya untuk balas dendam pada Biru, dan juga Syena yang merupakan saudara dari Resha.
Pevita mematikan lampu kamarnya dan mencoba untuk tidur. Berharap segala kerumitan hidupnya akan segera berakhir seiring dengan terlelapnya ia dalam alam mimpi.
***
"Ketua Jurnal nya mana, Mba?" Tanya Syena agak kesal saat melihat beberapa anak calon pengurus Jurnalistik berkeliaran di area yang tidak seharusnya eskul tersebut pakai. Syena kali ini bertugas sebagai pengamat acara kedua eskul yang sedang STJ sementara Raka sebagai penasehat acara.
Seorang gadis berlari menuju kelas XI IPS 1 lalu membawa Pevita keluar menghampiri Syena. Wajah Pevita masih datar dan mencoba berwibawa seperti biasanya. Syena langsung mengubah mimik wajah kesalnya dengan mimik yang lebih ramah.
"Jurnal kan gak make area depan Masjid.. Kenapa mereka ada disana?" Tanya Syena.
"Sorry.. Ngeganggu DKM ya? Itu mereka lagi observasi lingkungan sebelum bikin artikel singkat, sorry ya Syen gue gak memperhitungkan."
Syena mengangguk angguk, "oh gitu.. Yaudah gakpapa kok Vit, gue cuman make sure aja agenda yang lo kasih bener."
"Masih tertata semua kok... Sekarang mereka mau break dulu."
Syena melirik jamnya lalu tersenyum kecil, "lo dipanggil Raka tuh di kantin!"
***
Biru berjalan lebih cepat supaya segera sampai ke kantin. Setelah menerima pesan dari Syena, ia langsung menutup sesi strategi pengajuan proposal dan membelokkan dirinya ke arah kantin.
Sesampainya di kantin, matanya langsung mencari cari Raka dan menemukan cowok itu sedang duduk berdua dengan gadis yang mereka berdua perebutkan. Pevita hari ini tampil dengan begitu cantik. Seragam Jurnalistiknya yang berwarna hitam ia padukan dengan rok rempel berwarna senada. Biru tersenyum tipis lalu duduk di samping Pevita.
"Sorry Rak gue telat...." Sahut Biru membuka percakapan. Ketika sampai disana, Raka dan Pevita sedang tidak bicara sama sekali. Mereka saling bertatapan dalam diam.
"Eh, elo udah nyampe Bi.. Yaudah langsung aja ya..."
Pevita berdehem lalu membuka bindernya, "ada yang bisa aku bantu, Rak?" Tanyanya sambil menatap mata Raka. Biru melihat jelas mata Raka menatap Pevita, tetapi tiba tiba Raka mengalihkan pandangannya dan kini menatap mata Biru dengan saksama.
"Jadi gini.. Masalah calon ketua umum baru, tolong dipastikan sudah lebih siap dengan segala hal ya. Tau sendiri kan di masa jabatan depan, wakasek berharap OSIS-MPK dan eskul punya program kerja yang sejalan. Tolong cari orang yang bisa berkomunikasi dengan orang lain dengan baik... Karena kalian tahu sendiri kan, tanpa ada komunikasi yang baik...." Raka melemparkan pandangannya kepada Pevita, "sebuah hubungan bisa hancur begitu saja."
Biru menggeram seakan mengerti maksud Raka, "tapi kalau memang sudah tidak ada komunikasi yang baik, kenapa sebuah hubungan harus dipertahankan?"
"Mungkin karena hatinya terlalu berambisi?" Tanya Raka sambil terkekeh sinis.
"Jangan asal menyimpulkan." Ujar Pevita agak kesal.
"Lho bukannya benar? Terlalu berambisi sampai sampai tidak perduli akan perasaan orang lain..." Kata Raka sambil memutar mutar bolpoinnya.
"Bukannya yang terlalu berambisi itu orang yang terus menunggu padahal dia tahu orang yang ia tunggu tidak berpikiran untuk memilihnya sama sekali?" Cecar Biru sambil berusaha menahan emosinya.
Pevita menahan tangisnya, "jangan asal bicara. Kadang kita terlalu cepat menyimpulkan saat kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Raka menghela nafas, "lalu kenapa kamu gak bilang aja semuanya supaya jelas? Apa kamu membangun sebuah hubungan untuk sengaja dihancurkan?"
Hati Pevita hancur. Ia tidak mau kehilangan Raka.
***
"Halo... Biru....." Ujar Resha lemah saat akhirnya Biru menjawab telponnya juga.
"Iya? Kenapa?" Tanya Biru singkat.
"Biru......"
"Iya?"
"Aku sayang kamu....."
Biru tercekat, "aku juga."
"Kamu sayang Pevita?" Tanya Resha tak jelas, ia terdengar seperti bergumam.
"Hmm, begitulah."
"Tapi kamu kenapa pacaran sama aku kalo kamu sayangnya sama Pevita?" Resha lagi lagi menangis. Biru menggeram.
"Bisa gak sih berhenti nangis? Udah deh, Resha. Aku gak bisa ngelanjutin lagi. Aku bosen. Aku capek. Jangan paksa aku."
"Terus kenapa kamu pacaran sama aku, Biru?!"
Biru menghela nafas, "kenapa sih kamu selalu gini? Kamu tahu gak sih, kamu itu penghalang kebahagiaan aku sama Pevita! Kenapa sih kamu selalu ngerusak segalanya, Resh?"
"BIRU!!!"
"Tut... Tut... Tut...."
Resha ingin mati saja.
***
"Ya jelaslah Raka kesel banget, Vi. Udah deh sebaiknya lo tinggalin Biru.. Raka tuh sempurna buat elo!" Seru Salma kesal mendengar cerita Pevita. Gadis itu terus menggerutu saat Pevita bercerita tentang kejadian tadi siang di kantin antara dia, Biru dan Raka.
"Gue udah ada firasat gak enak kalo Biru, Raka dan gue bertemu pada satu tempat yang sama. Lo bayangin kalo ada Resha...."
Salma menggeleng, "ogah ngebayanginnya! Males banget."
"Duh.. Sal.. Gue harus gimana..."
"Lo ngapain nanya sih? Ya sudahi aja revenge lo! Toh elo udah tahu kan kalo Biru tuh menyesal meninggalkan elo."
"Tapi gue sayang sama Biru..."
"Tapi gue sayang juga sama Raka... Basi dengernya!" Seru Salma sambil melempar bantal ke arah Pevita. Pevita menggerutu lagi.
"Gue harus apa dong, Sal..."
"Ya elo pilihlah! Lo harus tega ninggalin salah satunya. Salah satunya adalah yang terbaik buat elo, Vit..."
"Tapi siapa? Gimana caranya gue tahu salah satu diantara mereka yang terbaik buat gue?"
"Bukan pakai otak, Pevita... Tapi pakai hati."
Pevita menghela nafas, "'iya sih pakai hati.. Iya pakai hati.. Raka yang jauh lebih baik buat gue... Dia selalu nungguin gue, selalu sabar dan sayang banget sama gue..."
"Nah tuh elo tau!" Seru Salma.
"Tapi Biru...... Biru, Sal...."
Salma mengerutkan keningnya, "apa sih, Vit...." Ia lalu meraih gelasnya yang berisi jus melon lalu meminumnya sedikit demi sedikit. Pevita mengigit gigit bibirnya. Ragu ragu ia berucap, tapi ia yakin betul, Salma harus tahu. Walaupun terdengar gila, Salma pasti tahu jalan keluarnya.
"Biru mutusin Resha demi gue...."
"AH!!!! Uhuk uhuk uhuk." Salma tersedak sampai jus melon yang ada di mulutnya keluar semua. Pevita menepuk nepuk punggung Salma yang terbatuk batuk tak berhenti.
"Sal... Sal.. Kalem..."
"Kalem kalem apaan! Dia mutusin Resha? Demi elo? Sinting!" Seru Salma kalap. Ia begitu marah dengan kelakuan Biru yang tidak kunjung berubah.
"I do my revenge. He do regrets. Tapi gue gak nyangka bakal kayak gini.. Gue makin gak bisa pergi, Sal..."
ALMOST A MONTH! HEHEHE. 6 chapters left! Jadi kelanjutannya gimana yah....
Tetep baca ya!! To be continued...
Tidak ada komentar:
Leave me some comment! Thank you, guys:}