Regrets and Revenge chapter 21

When everything getting broken and no one to trust I just realize...


Maybe I'm not ready to fall in love.


***




"Vi.. Vita... Please dengerin aku dulu..." Biru mengetuk ngetuk pintu kamar Pevita tidak sabaran. Sementara di dalam kamar Pevita tak bisa menahan bendungan air matanya. Ia menangis sesenggukan di balik pintu kamarnya.

Entah apa yang sebenarnya sekarang ia rasakan. Marah, kecewa, bingung dan juga takut. Ia tak tahu harus melangkah kemana. Semuanya terasa sangat berantakan. Perjalanannya pun semakin tidak jelas.

Pevita ingat betul ia sendiri yang menyeret Biru kembali masuk ke dunianya. Ia sendiri yang berusaha masuk lagi ke kehidupan Biru untuk pergi dan kembali meninggalkannya. Tapi kini ia yang tak bisa keluar dari permainannya. Seakan terkunci atau sengaja mengunci diri, Pevita merasa dirinya tidak bisa lari.

Hatinya ingin menetap walau sebenarnya itu bukan hal yang tepat.

Ingatan Pevita berlari ke pagi ini saat sebuah mawar biru diletakkan di atas mejanya. Mawar itu berasal dari Raka. Raka akhirnya meminta maaf pada Pevita dan cowok itu berusaha untuk berhenti penasaran akan apa yang terjadi di antara Biru dan Pevita.

Raka memutuskan untuk mempercayakan semuanya kepada Pevita karena ia tahu gadis itu takkan mengkhianatinya. Pevita sendiri sudah merasa yakin pada dirinya sendiri bahwa Raka yang sebenarnya ia cari. Pagi tadi, ia sudah memutuskan untuk segera "menampar" Biru supaya dirinya bisa pergi meninggalkan kehidupan Biru.

Tapi sore ini tiba-tiba Biru datang dengan sebuket mawar merah sambil meminta Pevita kembali menjadi kekasihnya. Biru benar benar memutuskan Resha demi dirinya. Pada saat yang sama Pevita melihat kesungguhan dalam setiap ucapan dan tatapan mata Biru. Hatinya tak bisa menolak untuk mengiyakan permintaan cowok  tersebut. 

Namun di sisi lain Pevita sadar hal itu adalah hal yang bodoh. Ia tidak bisa kembali kepada Biru. Ini permainannya, dia sedang melakukan aksi balas dendamnya. Perasaannya tidak boleh diikut sertakan dalam permainan ini.

"Vi... Please.. Aku tahu kamu masih sayang sama aku. Aku tahu selama ini aku salah.. Aku tahu mungkin aku gak pantas lagi untuk kamu tapi please.. Beri aku kesempatan untuk mencintai kamu..."

Pevita bangkit dari duduknya lalu membuka pintunya. Matanya yang sembab membuat kepalanya sedikit pusing sehingga ia hampir kehilangan keseimbangan. Ia melihat sesosok cowok yang selama ini ia sayangi sedang berdiri di hadapannya sambil membawa buket bunga mawar merah.

"Kamu gak tahu kan Bi.. Aku udah gak suka mawar merah. Aku sukanya mawar biru."
Biru tercekat, "akan kubelikan sebanyak apapun untuk kamu, Vi.."
"Masalahnya adalah...." Pevita mengigit bibirnya.
"Vi.. Apa semua yang aku lakukan kurang untuk kamu?"

"Enggak, Bi..." Pevita terkekeh. "Justru... Kamu selalu memberi terlalu banyak, sehingga saat kamu pergi, aku gak bisa bertahan sendirian. Aku gak siap kalo kamu harus pergi lagi, Bi.."

"Aku gak akan pergi, Vi!" Seu Biru pasti. "Aku gak akan ninggalin kamu lagi. Aku gak akan ngecewain kamu lagi."
"Mustahil, Bi..."

"Jangan bilang mustahil, Vi... Kamu gak tahu kan gimana akhirnya kita kalo kamu gak nyoba?"

***

"Kenapa gue gak boleh ketemu Pevita, Mas?" Tanya Raka sambil menenteng sebuah bunga mawar biru di depan pintu rumah Pevita. Iraz mengigit bibirnya. Ia tahu jika Raka melihat ada Biru di atas, rencana Pevita akan gagal dan cowok baik ini akan meninggalkan Pevita.

Raka menoleh ke depan rumah dan menyadari ada sebuah mobil Yaris silver terparkir rapi disana. Raka tersenyum masam. Itu Biru. Ada Biru di rumah Pevita. Ada Biru lagi setelah tadi pagi ia dan Pevita sudah berjanji akan bersama.

Ada Biru lagi mengacaukan ia dan Pevita.

"Sorry Mas, gue harus ketemu Pevita sekarang." Pinta Raka sedikit kesal.
Iraz menahan Raka, "Rak.. Ada hal yang mesti lo tahu..."
"Apa, Mas? Gue udah berusaha untuk melupakan rasa penasaran gue dan gak curiga lagi sama Pevita. Tapi kenapa dia giniin gue, Mas? Kalo dia masih sayang sama Biru, sebaiknya dia tinggalkan gue atau gue aja yang meninggalkan dia!" Sentak Raka. Emosi Raka memuncak. Iraz menepuk pundak Raka beberapa kali.

"Ada hal yang Pevita ingin sampaikan kepada elo, tapi dia gak berani.. Dia takut elo malah benci dia."
Raka menghela nafas, "gue akan membenci dia Mas kalo dia gak ngomong apa apa."
"Gue gak berhak ngasih tau elo, Rak.."
"Lalu biarkan gue masuk dan bicara sama dia!"

Iraz menghela nafas, "lo harus tau Rak.. Bagi Pevita, Biru adalah orang yang membuka mata hatinya tentang cinta. Ada hal yang harus Pevita selamatkan dari Biru. Itu semua karena Pevita pengen yang terbaik untuk Biru. Tapi bukan bermaksud untuk kembali..."

Raka memutar bola matanya. Ia bingung setengah mati. Ia hanya ingin masuk dan bertanya pada gadis itu apa yang sebenarnya ia mau. Kenapa Biru selalu menghalangi jalan kebahagiaan Raka dan Pevita?

"Dan bagi Pevita, elo adalah segalanya, Rak. Elo yang berhasil membuat dia kembali percaya cinta setelah dikhianati Biru. Gue tahu elo penasaran, tapi elo harus percaya... Dia gak akan kemana mana."

Raka mengehela nafas lagi lalu menenangkan pikirannya. Mungkin emosinya hanya akan merusak segalanya. Mungkin Pevita memang dekat lagi dengan Biru untuk suatu hal yang baik. Mungkin Iraz benar.

Mungkin. Mungkin. Mungkin.

Ia terus mengulang kata mungkin sampai kata itu kehilangan artinya.

Raka hanya tidak mau cintanya pergi dengan yang lain...

***

Resha duduk manis menunggu kedatangan Radit dari London sambil menimang nimang iPhone-nya. Seminggu terakhir ini adalah seminggu terburuk selama ia bersekolah di Bakti Wardhani. Ia tidak pernah menyangka bahwa Biru akan memutuskannya seperti ini.

Beberapa hari terakhir Resha tak lagi masuk sekolah. Ia memutuskan untuk menenangkan diri dari segala aktivitas. Ia tak berhubungan dengan siapapun terutama Biru. Ia menyadari dirinya dan Biru butuh waktu untuk sama sama introspeksi diri.

Entah siapa yang salah atau entah dimana letak kesalahannya, Resha sendiri bingung harus bagaimana dengan cintanya. Ia ingin memperjuangkan Biru tapi apa yang harus ia lakukan jika mengangkat telpon darinya saja Biru sudah tidak mau?

Apa sekuat itu cintanya pada Pevita?

Resha ingin sekali menampar Pevita karena gadis itu masuk ke tengah tengah kebahagiaannya dan Biru. Tapi Syena selalu mengingatkannya, ia tidak punya hak untuk melarang Pevita kembali pada Biru karena Resha yang telah merebut cowok Pevita.

Resha merebut cowok Pevita.

Kalimat itu berputar putar di kepala Resha sampai gadis itu ingin membakar semua kenangannya supaya ia tidak teringat lagi pada apapun tentang Biru, Pevita ataupun.....

Resha mengigit bibirnya. Jika Pevita kembali kepada Biru, apa yang terjadi pada nasib seorang Raka Dimastrya Adithama? Cowok itu pasti sangat sedih mengetahui Biru hadir di antara dirinya dan Pevita.

Pikiran Resha semakin kacau seiring dengan berjalannya Radit dari dalam ruang kedatangan luar negeri. Resha tertawa kecil lalu langsung menghambur ke pelukan Radit. Cowok itu mengacak acak rambut ceweknya.

"How do you feel today, dear?" Tanya Radit halus.
Resha tersenyum. "I'm fine...."
"Oh dear...." Radit menghapus air mata yang jatuh di pipi Resha. "You're not just fine."

***

Semakin dekat dengan kamar Pevita, Raka mendengar suara tangisan cewek dan suara seorang cowok yang sedang bicara tanpa henti. Raka menarik nafas panjang. Dirinya harus siap dengan apa yang ia lihat.

Keringat langsung mengucur ditangan Raka yang menggenggam bunga mawar biru itu erat. Samar samar ia mendengar percakapan cewek dan cowok itu. Raka memperlambat langkah kakinya.

"Kamu gak mau sama aku karena kamu mau sama Raka kan? Raka gak tahu apa apa tentang kamu, Vi... Aku yang tau segalanya tentang kamu..."
"Apa yang kamu tahu dari aku, Bi? Apa lagi..."
"Aku dari masa lalu kamu, Vi.."
"Aku sayang sama kamu, Bi.. Tapi kumohon jangan minta aku untuk kembali secepat ini.."
"Lalu kapan? Kenapa harus menunggu?"
"Bagaimana dengan Raka? Kamu gak mikirin Raka?"
"Tapi aku sudah meninggalkan Resha demi kamu."

Hati Raka teriris. Iraz bohong. 

Raka berdiri tepat di depan Biru yang sedang duduk di lantai depan pintu kamar Pevita sambil menggenggam tangan Pevita. Keduanya menoleh saat Raka menjatuhkan bunga mawar biru yang sedari tadi ia bawa.

Hati Raka hancur. Hati Raka merasa dibohongi. Hati Raka tak punya alasan lagi untuk bertahan.

"Aku kira...... Aku kira selama ini........ Kita nyata, Vi." Ujar Raka sambil menatap mata Pevita dalam dalam. Raka tak tahu harus bicara apa. Ia tak bisa berpikir jernih.

Hatinya hancur. Ia merasa bodoh.

Bodoh karena memperjuangkan apa yang tidak pernah memperjuangkannya juga.

***

Resha menceritakan semua kejadian yang dialaminya semenjak Radit pergi. Ia terus menerus menangis sampai tertidur di sofa kamarnya sendiri. Radit menyelimutinya sambil membelai rambut gadis itu.

Ia berpikir dan berpikir. Hatinya tiba-tiba membawa perasaan lama kembali ke permukaan. Ia tak sanggup melihat gadis yang sudah ia anggap adik sendiri diperlakukan seperti itu oleh seorang cowok.

Ia tahu, mungkin ini adalah kesalahan Resha karena merebut milik orang lain. Tapi ini juga salah cowok itu karena membuat Resha ingin memilikinya dan menghalalkan diri walau cowok itu sudah punya pacar.

Mungkin dengan begini Resha akan benar benar berubah dan kembali menjadi Resha yang manis seperti dulu. Resha yang membuat Radit begitu jatuh hati. Resha yang cantik dan tidak mudah mencintai cowok.

Mungkin Radit punya kesempatan lagi....

***

Langkah Raka terlalu cepat untuk Pevita ikuti sampai beberapa kali gadis itu hampir terpeleset di tangga rumahnya. Sementara Biru hanya berjalan sampai tangga dan memutuskan untuk tidak mengikuti mereka.

"Rak.. Raka please..." erang Pevita.

Cowok itu tidak mau menoleh bahkan sedetik pun. Ia terus berjalan menuju mobilnya sambil mengepalkan tangannya. Ia ingin sekali menghajar Biru yang merusak perjuangannya untuk Pevita selama ini.

Iraz sempat menarik tangan Pevita tapi gadis itu menepis tangan kakaknya. Seiring dengan Raka menghidupkan mesin mobilnya, Pevita berlari menuju mobil Raka dan menggedor gedor kaca jendela mobil tersebut. Raka menghela nafas, membuka kaca jendelanya lalu meninju stirnya sambil menggeram.

"Mau apa lagi kamu? Selama ini kamu gak bisa ngasih aku kepastian karena kamu mau balik sama Biru kan? Iya kan?" Cecar Raka penuh emosi.
Pevita menangis, "Raka please.. Aku harus jelasin sama kamu..."
"Apa lagi, Vi? Apa kurang semua pengorbanan aku buat kamu? Aku sudah menunggu. Aku sudah berjuang. Lalu apa Vi balasan dari kamu? Kamu terus terusan janji! Tapi kamu sendiri yang ngelanggar janji!"

"Rak.. Raka... Bukan gitu.. Aku sebenernya..."

Raka menghela nafas. "Ya sekarang terbukti. Yang selalu ada gak berarti akan menang dalam masalah hati."

Raka lalu menutup kaca jendelanya dan menjalankan mobilnya. Pevita terus menangis sambil memanggil manggil nama Raka. Seiring dengan perginya mobil Raka, Iraz menghampiri adiknya lalu memeluknya.

"Aku kan sudah bilang.. Kamu harus berani memilih, Sa..."




AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH! To be continued....

Tidak ada komentar:

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.