Regrets and Revenge chapter 22
"Bukankah kita selalu dekat tapi sebenarnya jauh?"
-Dimas Arif Firlando
***
Apa jatuh cinta rasanya sesakit ini?
Raka tak memperdulikan handphonenya yang terus berbunyi tanda panggilan telpon masuk. Ia terus menatap cover buku pertamanya yang sudah siap diterbitkan bulan depan. Raka menghela nafas berkali kali sambil mencoba menenangkan pikirannya.
Emosinya sudah mulai mereda semenjak ia memaksakan diri untuk tidur. Tapi ketika ia terbangun dan teringat akan apa yang ia lihat tadi sore, ia ingin membakar habis MacBook-nya dan menghajar pria yang merebut tambatan hatinya.
Apa yang kamu pikirkan, Pevita?
Raka tak tahu lagi dimana letak kesalahannya. Ia tak punya alasan kuat untuk memaklumi pilihan Pevita. Kenapa Pevita malah memilih Biru setelah ia berjanji untuk memulai semuanya dengan Raka?
Raka ingat tadi pagi ia memberikan seluruh hatinya pada Pevita dan gadis itu berjanji membuat komitmen dengan Raka. Raka tidak pernah butuh status, yang ia butuhkan komitmen darii Pevita. Raka mencoba percaya bahwa hati Pevita takkan kembali pada Biru. Tapi sore ini ia merasa bodoh akan semua hal yang ia lakukan untuk gadis itu.
Raka teringat percakapannya dengan Pevita tadi pagi.
"Aku percaya kamu sayang sama aku, Vi.."
Pevita tersenyum kecil. "You dont know how it feels, Rak. Aku merasa beruntung bertemu dengan kamu. Aku merasa bahagia. Kamu mencintaiku dengan tepat, Rak."
"Aku percaya kamu gak akan macem macem masalah Biru..."
"No, I wont..." Pevita mengigit bibirnya, "but you know, aku gak bisa pergi gitu aja dari Biru. Ada ikatan pertemanan yang gak bisa aku lepasin gitu aja..."
Raka tersenyum kecil, "I trust you, Vi. Ayo kita mulai perjalanan kita ya?"
"Are we.. dating?" Tanya Pevita malu malu.
"If you want to. Kalo kamu belum siap, let's start with.. Komitmen? Kita sama sama tahu diri, jaga perasaan.. Sampai saatnya baru kita pakai status."
"I love you, Raka.." Ujar Pevita sambil mengangguk yakin.
Raka membelai rambut gadis itu, "thanks for loving me back, Pevita..."
Raka telah menghabiskan hari harinya untuk menunggu dan memperjuangkan seseorang yang akhirnya mengkhianati janjinya sendiri. Raka telah melewatkan kesempatan untuk bertemu dengan gadis yang lebih baik demi Pevita. Tapi Pevita malah menghancurkan harapan Raka dengan kembali bersama Biru.
Raka rela memberikan seluruh hati dan jiwanya untuk Pevita karena ia merasa gadis itu pantas untuk mendapat perlakuan istimewa darinya. Namun Pevita telah melanggar omongannya sendiri. Pevita membohongi Raka. Pevita mengkhianati Raka.
Lalu untuk apa Raka memperjuangkan gadis yang tidak bisa menghargainya?
***
"Sebaiknya kamu ikutin apa kata aku, Resh.. Kamu harus bicara sama Biru. Dia gak bisa mutusin kamu sepihak gini.." Ujar Radit setelah ia dan Resha selesai makan malam. Resha mengigit bibirnya.
"Aku pengen ngomong sama dia, aku gak terima hubungan kami berakhir begitu saja, tapi aku gak kuat untuk ngehadepin sikap dia..."
Radit membelai rambut Resha perlahan. "Kamu harus berani, dear.. Kamu gak bisa gini terus. Aku tahu kamu sayang banget sama Biru."
"Tapi aku bisa apa kalau yang aku hadapi adalah Pevita? Aku gak punya hak apa apa, Dit.. Aku yang salah.. Aku sendiri yang menyebabkan semua kekacauan ini.. Sampai kapanpun aku gak bakal pernah bisa ngegantiin posisi Pevita..." Resha terisak sembari mencoba mengalihkan pandangannya. Radit langsung memeluk gadis itu.
"Kalau melihat dari fakta kamu merebut Biru, kamu gak punya hak untuk melarang Pevita memperjuangkan atau kembali pada Biru. Tapi kamu harus inget, Resh.. Semua manusia yang jatuh cinta punya hak untuk memperjuangkan cintanya, walaupun pada akhirnya tidak seperti yang diinginkan, tapi dia sudah berusaha untuk memperjuangkannya.. Dan kamu juga harus inget, kamu gak akan pernah bisa gantiin posisi Pevita.. Karena kamu adalah kamu, Resh.."
"Gimana aku mau memperjuangkan Biru kalo dia sendiri gak memperjuangkan aku, Dit?"
"Ini saatnya kamu memilih, dear..." Radit melepaskan pelukannya lalu menatap mata gadis itu dalam dalam, "ada kalanya kamu harus berpikir untuk berhenti memperjuangkan apa yang tidak memperjuangkan kamu juga. Tapi ada juga saat dimana kamu harus memperjuangkan apa yang tidak memperjuangkan kamu. Sekarang pikirkan, kamu mau atau butuh sama Biru?"
Resha memutar bola matanya, "maksud kamu, Dit?"
"Kalo kamu sekedar mau.. Sebaiknya berhenti aja memperjuangkan dia karena toh dia gak perjuangkan kamu. Kalo kamu butuh.. Kamu harus memperjuangkan dia sampai kamu tahu kenapa kamu gak bisa sama sama dia. Karena kalo kamu membutuhkan dia, walaupun kemungkinannya kecil untuk kembali, kamu pasti memperjuangkan dia.."
"Aku.. Aku butuh Biru, Dit.. Tapi aku sadar diri.. Aku gak pantes minta Pevita mengembalikan apa yang aku rebut."
Radit tersenyum, "kamu sudah dewasa sekarang."
***
"Kenapa kamu sepanik itu waktu Raka pergi?" Tanya Biru ketika Pevita kembali ke dalam rumah. Pevita hanya menggeleng lalu meninggalkan Biru ke kamarnya. Biru mengikuti Pevita sambil berdesis.
"Kamu sayang sama dia kan? Tapi dia gak tahu kamu seperti aku, Vi. Dia gak memperjuangkan kamu walau udah kamu tolak. Buktinya dia pergi.." Oceh Biru kesal.
Pevita berdecak kesal, "Bi.. Please dong.."
"Kamu sayang sama aku kan, Vi?" Tanya Biru penuh harapan. Pevita terdiam lalu berbalik, "you shouldn't ask me the same question in 30 minutes."
"In case kamu berubah pikiran." Ujar Biru penuh kemenangan.
Pevita menghela nafas, "aku pusing, Bi. Sebaiknya kamu pulang aja."
"Vi...." Biru langsung memeluk Pevita erat, "i wont leave you again..."
Pevita berusaha menahan air matanya, "i know.."
"Dan aku tahu kamu gak akan kecewain aku juga..."
Pevita diam, ia tak bicara sepatah katapun.
"Kita mulai dari awal ya?" Tanya Biru sambil tersenyum kecil. Pevita memutar otaknya. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Ia telah mematahkan hati Raka dan Resha. Ia tak bermaksud membuat Biru putus dengan Resha. Ia juga begitu menyayangi Raka. Ia baru saja membuat komitmen dengan Raka..
Tapi jika ia meninggalkan Biru sekarang juga, usahanya akan sia sia.
Seharusnya Pevita bicara pada Raka semenjak awal. Seharusnya Raka tahu rencananya. Seharusnya tidak berakhir seperti ini.. Seharusnya ia lebih berani untuk melangkah. Tiba-tiba sebuah ciuman hangat mendarat di bibir Pevita selama beberapa detik. Pevita terkejut. Ia tidak pernah berciuman bibir dengan bibir bahkan saat masih pacaran dengan Biru.
"Iya, kita harus mulai dari awal, Vi. Aku berjanji akan membereskan semuanya.. Kamu istirahat ya, sayang.. Aku pulang dulu..." Biru lalu membelai rambut Pevita dan melangkah pergi meninggalkan rumah gadis itu. Sementara Pevita masih terpaku di depan kamarnya.
Ia tidak habis pikir kenapa rencananya malah berlari sejauh ini. Ia tidak menyangka Biru akan memutuskan Resha demi dirinya. Ia juga tidak pernah membayangkan bahwa sore ini setelah ia membuat komitmen dengan Raka, Biru malah menghancurkannya.
Dan Pevita tidak pernah punya rencana untuk berciuman dengan Biru.
Pevita tidak pernah suka itu. Apalagi Biru yang menciumnya tanpa minta izin atau pun punya hubungan. Biru tidak bisa ia tinggalkan begitu saja, ia harus sadar sikapnya yang begitu "gampang" terhadap cewek akan menghancurkan dirinya sendiri.
Pevita masuk ke kamarnya dan membanting pintunya. Ia menggeram kesal.
Hari ini begitu kacau dan semuanya karena Biru Samudra Nusantara.
***
Minggu pagi Raka telah diganggu oleh kedatangan Salma dan Faldy. Ia yang sedang asyik mempersiapkan setting tempat peluncuran novel perdananya langsung terduduk kaku saat kedua pasangan itu duduk di hadapannya.
Raka tidak marah pada Salma dan Faldy. Ia hanya belum siap untuk mendengar segala hal tentang Pevita lagi. Ia yakin gadis itu sudah kembali bersama Biru karena Raka baru saja melihat status yang Resha update di LINE-nya. Resha ternyata sudah berpisah dengan Biru.
"Rak.. Iraz nelpon gue.. Katanya Jumat kemarin kacau banget di rumahnya." Ujar Salma membuka percakapan. Raka mengalihkan pandangannya ke arah kolam renang rumahnya. Ia menghela nafas.
"Iraz pasti disuruh Pevita buat minta elo berdua ngomong sama gue."
Faldy menatap Salma lalu menggenggam jemari kekasihnya, "Rak.. Pevita sayang banget sama elo..."
"Alah! Basi, Fal. Basi." Bentak Raka kesal. "Gue udah terlalu sering dibohongi dengan hal itu. Elo, Salma, Iraz.. Bahkan Pevita sendiri."
"Tapi lo kan gak tahu apa yang sebenarnya terjadi, Rak!" Seru Salma berusaha membela Pevita.
"Apa yang harus gue tahu lagi, Sal? Gue udah denger semuanya! Pevita cuman jadiin gue pelarian. Bullshit semuanya, Sal. Dia baru bikin komitmen sama gue."
"Kalo dia gak beneran sayang sama elo, dia gak bakal ngelakuin semuanya untuk elo. Bikin komitmen, ngejaga perasaan lo.." Cecar Faldy mulai kesal.
"Gue capek." Kata Raka pelan.
"Kalo lo sayang sama Pevita, lo gak seharusnya meninggalkan dia begitu saja tanpa tahu alasannya apa. At least lo dengar apa yang mau Pevita omongin.." Ujar Salma.
Faldy menghela nafas. "Atas nama Khansa Pevita Raisana, gue dan Salma memohon permintaan maaf elo. Gue tahu lo kesal dan benci banget sama sahabat gue sampai sampai dua hari ini dia telpon elo tapi gak lo angkat. Gue tahu betul....."
"Elo pantas marah, Rak. Kita berdua juga tahu bahwa semua ini salah Pevita. Tapi please, dengerin Pevita dulu.. She needs you." Sambung Salma pelan.
"Dia udah punya Biru. Dia gak butuh gue!"
"Rak... Elo dulu minta kesempatan dari Pevita untuk memperjuangkannya kan? Sekarang saatnya Pevita untuk memperjuangkan elo, Rak. Let her do her job. I mean, apa lo tega melihat seseorang yang jatuh cinta gak dapet kesempatan untuk memperjuangkan perasaannya?"
Raka menggebrak meja lalu mengacak acak rambutnya sendiri, "kalo dia juga sayang sama gue, kenapa dia ngelakuin semua ini...."
***
"Mau apa kamu kesini?" Tanya Biru ketus ketika melihat Resha duduk manis di teras rumahnya. Resha menghela nafas mencoba menenangkan diri. "Aku kan udah bilang, gak usah ganggu aku lagi."
Resha tersenyum kecil, "kita harus bicara."
"Apa yang harus dibicarakan? Kamu kan udah tahu kenapa aku pergi. Aku bosen karena kita gini terus, Resh.. Aku gak mau nyakitin kamu lebih lama lagi jadi lebih baik kita pisah."
"Segampang itu kamu bilang bosen, Bi?" Tanya Resha sambil mengepalkan tangannya.
"Lho.. Aku ngelakuin ini semua demi kamu, sweetheart..."
"Setelah semua yang aku kasih buat kamu.. Segampang itu kamu ninggalin aku?"
Biru menatap Resha dalam dalam, "aku gak mau kamu lebih terluka lagi."
"Jadi kamu seneng liat aku sengsara sementara kamu bahagia sama Pevita?!" Tanya Resha sambil terisak. Air matanya tak bisa dibendung lagi.
"Aku..."
"Kamu bahagia? Apa kamu gak pernah mikir gimana sakitnya aku? Apa kamu gak pernah inget semua janji janji kamu? Lalu buat apa kamu perjuangin aku dulu kalo kita malah jadi kayak gini?!"
Biru mencoba meraih tangan Resha, "Resh.. Relain aku..."
"Kamu... Kamu bilang kamu sayang sama aku. Bahkan aku harus ngejer ngejer kamu buat bicara. Aku udah ngorbanin waktu, hati dan segala macem buat kamu, Bi! Bahkan aku gak protes kamu cium aku di bibir padahal kamu tahu aku gak suka itu! Kamu selalu seenaknya sama aku, Bi!"
"Please, cukup dramanya." Biru mulai kesal. "Get a life, Resh. You deserve more than me."
Resha terisak. Ia bangkit dari duduknya lalu melepaskan tangan Biru dari tangannya. "There's a day you'll realize that you shouldnt be this way."
Ia langsung berbalik dan pergi menuju mobilnya. Secepatnya ia menyalakan mobil dan mengendarainya meninggalkan rumah Biru. Ia merasa bodoh melewatkan 15 menit dalam hidupnya untuk bicara lagi dengan cowok itu.
Tak ada yang perlu diperjuangkan. Tak ada yang perlu dipertahankan.
Jika bicara kejujuran, ia masih sangat menyayangi Biru. Ia tahu diri apapun yang ia lakukan takkan menggembalikan Biru tapi hatinya masih selalu mengingat janji janji manis Biru. Ia ingin Biru kembali.. Ia ingin semuanya normal lagi.. Tapi ia teringat setiap ucapan Biru semenjak ia meminta putus dari Resha.
Mungkin ini karma karena merebut Biru dari Pevita. Gadis itu menghela nafas panjang. Andai Biru bisa kembali... Tapi tidak. Tidak akan.
Resha mengubur perasaannya dalam dalam.
***
Iraz mengantarkan Pevita menuju rumah Raka. Kakak sematawayangnya itu duduk di dalam mobil yang diparkirkan tepat di depan pagar rumah. Pembantu Raka mempersilahkan Pevita masuk. Pevita duduk di salah satu sofa yang berada di ruang tamu.
Beberapa saat kemudian Raka turun dari tangga sambil duduk di hadapan Pevita. Mereka berdua hanya saling bertatapan. Mata Raka masih begitu marah dan kecewa. Ia masih kesal akan sikap Pevita. Sementara Pevita begitu terpukul. Ia merasa sangat bersalah.
Tadi sore, Faldy dan Salma datang ke rumahnya dan menyampaikan bahwa Raka mau bicara dengan Pevita. Pevita begitu senang. Ia segera pergi ke rumah Raka untuk memperjuangkan hatinya. ia tidak mau salah lagi. ia tidak mau kehilangan Raka.
Ia percaya Raka akan menerimanya jika ia bicara jujur.
Raka terus menatap mata Pevita sementara gadis itu menghela nafas satu dua. Ia tidak akan menyianyiakan kesempatan ini. Raka tidak boleh pergi. Raka harus bersamanya. Ia harus memperjuangkan Raka.
"Rak... Aku sayang kamu..."
Karena setiap orang yang jatuh cinta punya hak yang sama untuk memperjuangkan perasaannya...
To be continued....
Tidak ada komentar:
Leave me some comment! Thank you, guys:}