Those stupid little things
I hate to tell you this, I really love Twilight Saga and you dont know how it means to my life. Even being Mary Alice Brandon Cullen isnt what I really want but atleast being her is one of my way to open up the world and find the real me.
I hate to say that yes I know how do you hate Twilight Saga and you said that it's the worst movie ever on your twitter account. Whatever you think about it, I appreciete that you've judged my fave saga ever.
And the last thing I have to say is...
Yes, finally I realize. You hate Twilight Saga and I do love it. It makesense why we cant match together. Because I still remember the day you say "jangan Mary Alice dong, Titi aja."
But Mary Alice is the part of me, then.
Sore ini gue berpikir...
Sudah saatnya gue berpikir jauh. Sudah kelas XI SMA. Apa yang gue cari dengan semua ini?
Dibilang pindah hati... Udah. Dibilang gak suka lagi... Udah. Gue udah melakukan segala hal untuk melupakan, berhenti berpikir, berhenti membuat semuanya sama manisnya seperti dulu, berhenti melakukan hal konyol.
Satu hal yang gue tahu kenapa gue selalu berharap dia kembali lagi adalah ketika satu hari di mana gue menyadari orang secuek itu punya tatapan hangat dan senyuman manis. Masih teringat siang itu kita saling bertatapan sambil tersenyum.
I remember it all too well, you know?
Hal yang paling sulit dari berpindah hati adalah ketika de javu hadir. Gue gak suka itu. Setiap langkah, setiap lagu, setiap gerak, setiap kata yang terlintas, tiba tiba hadir sekelebat cerita masa lalu. Scene kehidupan manis sama dia.
He never tell me his feeling. I never tell him what I feel about it.
Dan gue gak pernah bermaksud untuk bilang sama dia atau menunjukkan atau memperjuangkan atau apapun hal konyol yang dulu pernah gue lakukan baik untuk gebetan atau mantan pacar gue.
Gue hanya berusaha membahagiakan dia.
Lo gak pernah tahu betapa bahagianya gue melihat dia tersenyum, melihat dia tertawa, melihat dia puas sama hasil kerjanya. Mendengar ceritanya. Berdiri di samping dia. Punya banyak hal yang bisa dilakukan sama sama.
Gue hanya ingin dia bahagia.
Terlebih ketika gue menyadari bahwa dia adalah dia, seseorang yang pernah dikhianati cinta dan memutuskan untuk berhenti jatuh cinta. Dia tidak percaya cinta.
Gue gak pernah punya pemikiran untuk menceritakan dia disini, tapi entah kenapa tokohnya menguat di kepala gue seiring dengan gue berusaha melupakan dia. Lalu gue mulai menulis tentang dia.. Dia..
Dia. Kesatriaku. Kesatria pendongeng. Kesatria yang tidak percaya cinta.
Tapi dia tidak pernah tahu seberapa kerasnya gue berusaha...
Gue berusaha mati matian membenahi diri gue, menjadi lebih baik, berubah jauh lebih baik untuk dia. Untuk menyesuaikan diri gue. Untuk membuat gue menjaga hati gue supaya tidak terlalu berharap.
Gue gak berharap apa apa selain kebahagiaan dia.
Tapi gue bukanlah kebahagiaan untuk dia. Lalu apa yang gue cari ketika gue terus berusaha membahagiakan sedangkan dia tidak bahagia bersama gue?
Mereka semua, gue, dia, Afra, Aza. Semunya benar. Bahkan Bintang Jatuh pun benar.
Kami berdua tidak pernah benar benar berlari bersama.
Gue hanya berkutat dengan cerita bodoh yang entah kapan selesainya jika gue terus terpacu pada de javu. Gue tidak mencoba mendekatkan diri pada orang lain atau mencari pengganti kesatria. Gue menyibukkan diri,
Kerja banting tulang di SGV. Belajar mati matian. Nulis sebanyak banyaknya. Segala hal gue lakukan untuk lupa akan rasa nyaman ketika melihat dia bahagia.
Karena kebahagiaannya jelas tidak bersama gue, iya kan?
Aza selalu marah -in this case marah yang kayak, "duh Tii..." , setiap gue kambuh. Kambuh ketika merindukan dia. Merindukan semua hal yang biasanya kita lakukan.
Perasaan itu gue bawa terlalu jauh sehingga dia lupa jalan pulangnya.. Tapi dia harus pulang. Dan gue paksa dia untuk pulang.
Karena kesatria tidak membutuhkan gue sama sekali.
Entah ini perasaan apa. Suka, sayang, kagum, pengorbanan, obsesi... Entah.
Yang gue mau adalah kesatria sadar bahwa gue ada, gue disini berusaha untuk dia, jadi kenapa dia tidak berbalik dan mulai percaya tentang cinta?
Tapi gue salah, gak akan ada cerita seperti itu selama gue terus berlari sendirian.
Hal kecil bernama cinta ini memang benar memuakkan, kesatria.. Gue sadar itu.
Berkali kali gue berusaha pergi, merelakan semua hal. Teman, waktu, hati. Semuanya.
Tapi elo gak pernah perduli.
Jadi kalo orang bilang cinta itu butuh perjuangan dan pengorbanan itu bullshit.
Setelah semua hal yang gue lakuin, toh cuman jadi angin lalu karena sebenarnya kita gak pernah jalan bareng bareng... Mungkin bukan gue yang jadi kebahagiaan dia dan mungkin kebahagiaan yang gue cari bukanlah dia.
Jadi gue putuskan untuk... Oke, mari tutup buku tentang kesatria dan berdoalah....
Semoga dia bahagia...
I hate to say that yes I know how do you hate Twilight Saga and you said that it's the worst movie ever on your twitter account. Whatever you think about it, I appreciete that you've judged my fave saga ever.
And the last thing I have to say is...
Yes, finally I realize. You hate Twilight Saga and I do love it. It makesense why we cant match together. Because I still remember the day you say "jangan Mary Alice dong, Titi aja."
But Mary Alice is the part of me, then.
Sore ini gue berpikir...
Sudah saatnya gue berpikir jauh. Sudah kelas XI SMA. Apa yang gue cari dengan semua ini?
Dibilang pindah hati... Udah. Dibilang gak suka lagi... Udah. Gue udah melakukan segala hal untuk melupakan, berhenti berpikir, berhenti membuat semuanya sama manisnya seperti dulu, berhenti melakukan hal konyol.
Satu hal yang gue tahu kenapa gue selalu berharap dia kembali lagi adalah ketika satu hari di mana gue menyadari orang secuek itu punya tatapan hangat dan senyuman manis. Masih teringat siang itu kita saling bertatapan sambil tersenyum.
I remember it all too well, you know?
Hal yang paling sulit dari berpindah hati adalah ketika de javu hadir. Gue gak suka itu. Setiap langkah, setiap lagu, setiap gerak, setiap kata yang terlintas, tiba tiba hadir sekelebat cerita masa lalu. Scene kehidupan manis sama dia.
He never tell me his feeling. I never tell him what I feel about it.
Dan gue gak pernah bermaksud untuk bilang sama dia atau menunjukkan atau memperjuangkan atau apapun hal konyol yang dulu pernah gue lakukan baik untuk gebetan atau mantan pacar gue.
Gue hanya berusaha membahagiakan dia.
Lo gak pernah tahu betapa bahagianya gue melihat dia tersenyum, melihat dia tertawa, melihat dia puas sama hasil kerjanya. Mendengar ceritanya. Berdiri di samping dia. Punya banyak hal yang bisa dilakukan sama sama.
Gue hanya ingin dia bahagia.
Terlebih ketika gue menyadari bahwa dia adalah dia, seseorang yang pernah dikhianati cinta dan memutuskan untuk berhenti jatuh cinta. Dia tidak percaya cinta.
Gue gak pernah punya pemikiran untuk menceritakan dia disini, tapi entah kenapa tokohnya menguat di kepala gue seiring dengan gue berusaha melupakan dia. Lalu gue mulai menulis tentang dia.. Dia..
Dia. Kesatriaku. Kesatria pendongeng. Kesatria yang tidak percaya cinta.
Tapi dia tidak pernah tahu seberapa kerasnya gue berusaha...
Gue berusaha mati matian membenahi diri gue, menjadi lebih baik, berubah jauh lebih baik untuk dia. Untuk menyesuaikan diri gue. Untuk membuat gue menjaga hati gue supaya tidak terlalu berharap.
Gue gak berharap apa apa selain kebahagiaan dia.
Tapi gue bukanlah kebahagiaan untuk dia. Lalu apa yang gue cari ketika gue terus berusaha membahagiakan sedangkan dia tidak bahagia bersama gue?
Mereka semua, gue, dia, Afra, Aza. Semunya benar. Bahkan Bintang Jatuh pun benar.
Kami berdua tidak pernah benar benar berlari bersama.
Gue hanya berkutat dengan cerita bodoh yang entah kapan selesainya jika gue terus terpacu pada de javu. Gue tidak mencoba mendekatkan diri pada orang lain atau mencari pengganti kesatria. Gue menyibukkan diri,
Kerja banting tulang di SGV. Belajar mati matian. Nulis sebanyak banyaknya. Segala hal gue lakukan untuk lupa akan rasa nyaman ketika melihat dia bahagia.
Karena kebahagiaannya jelas tidak bersama gue, iya kan?
Aza selalu marah -in this case marah yang kayak, "duh Tii..." , setiap gue kambuh. Kambuh ketika merindukan dia. Merindukan semua hal yang biasanya kita lakukan.
Perasaan itu gue bawa terlalu jauh sehingga dia lupa jalan pulangnya.. Tapi dia harus pulang. Dan gue paksa dia untuk pulang.
Karena kesatria tidak membutuhkan gue sama sekali.
Entah ini perasaan apa. Suka, sayang, kagum, pengorbanan, obsesi... Entah.
Yang gue mau adalah kesatria sadar bahwa gue ada, gue disini berusaha untuk dia, jadi kenapa dia tidak berbalik dan mulai percaya tentang cinta?
Tapi gue salah, gak akan ada cerita seperti itu selama gue terus berlari sendirian.
Hal kecil bernama cinta ini memang benar memuakkan, kesatria.. Gue sadar itu.
Berkali kali gue berusaha pergi, merelakan semua hal. Teman, waktu, hati. Semuanya.
Tapi elo gak pernah perduli.
Jadi kalo orang bilang cinta itu butuh perjuangan dan pengorbanan itu bullshit.
Setelah semua hal yang gue lakuin, toh cuman jadi angin lalu karena sebenarnya kita gak pernah jalan bareng bareng... Mungkin bukan gue yang jadi kebahagiaan dia dan mungkin kebahagiaan yang gue cari bukanlah dia.
Jadi gue putuskan untuk... Oke, mari tutup buku tentang kesatria dan berdoalah....
Semoga dia bahagia...
Tidak ada komentar:
Leave me some comment! Thank you, guys:}