Apa Kehidupan Ini Sebuah Ilusi?
Linda bilang, "jangan hidup dalam ilusi."
Sanu bilang, "jangan terlalu membandingkan."
Ayesha bilang, "menangislah saat kamu butuh."
Alvin bilang, "jangan terlalu baik."
Afra bilang, "jangan kebanyakan pake hati."
Ilham bilang, "jadilah orang yang mawas diri."
Aku.... Berpikir keras.
Sanu bilang, "jangan terlalu membandingkan."
Ayesha bilang, "menangislah saat kamu butuh."
Alvin bilang, "jangan terlalu baik."
Afra bilang, "jangan kebanyakan pake hati."
Ilham bilang, "jadilah orang yang mawas diri."
Aku.... Berpikir keras.
***
Kemarin Linda bicara seolah olah besok ia akan mati.
Dia terus mengingatkan gue betapa minimnya kita bersyukur akan hari ini. Betapa kita harus berhenti berpikir tentang masa lalu dan berangan angan terlalu jauh untuk masa depan.
Karena hidup yang kita jalani adalah detik ini. Bukan beberapa detik yang lalu atau beberapa jam ke depan.
Terkadang kita lupa bersyukur sampai membawa semua masalah ke dalam hati yang punya cara kerja sangat menyedihkan: menyampurkan logika otak dengan perasaaan, berusaha memenangkan dengan cara apapun atau memendam keinginannya demi sebuah kebenaran palsu.
Linda bertanya, "apa itu sahabat? Apa sahabat juga sebuah ilusi?"
Ilusi yang entah bisa digapai atau tidak. Ilusi yang sebenarnya seperti sebuah Bintang Jatuh. Namanya begitu cantik namun rupanya begitu semu seperti warna abu-abu.
Gue meminimalisir kata sahabat demi menjaga hati gue yang sudah sangat rapuh akan kehidupan ini. Masa masa saat Kesatria datang dan pergi padahal dia tidak pernah sampai di depan pintu hati gue. Masa di mana gue berusaha bangkit dan malah kehilangan teman terdekat gue...
Gue gak mau kehilangan teman teman dekat gue yang gue sebut sahabat. Jadi gue berhenti menyebut sebutan itu dan menyimpannya dalam hati. Gue gak tahu siapa sahabat gue dan apa itu sahabat...
Gue hanya tidak mau bermain dalam permainan hati lagi.
Alvin bilang gue terlalu baik pada semua orang dan gak semua orang suka hal itu. Dulu gue selalu ingat apa yang Ridho bilang, "berbuatlah baik jika kamu mau diperlakukan baik oleh orang lain" tapi apa yang gue lakukan malah mengundang arti yang berbeda.
Dari sini gue belajar bahwa gak semua orang memandang hal dari kaca mata yang sama dengan kita. Apa yang kita maksud belum tentu tersampaikan dengan titik-koma yang sama di pemikiran orang lain. Kita harus pintar pintar mengatur diri dan emosi kita.
Gue tidak mau lagi berbuat terlalu baik.
Karena Alvin mengingatkan gue bahwa terlalu baik pun akan tetap dijahati juga, kan?
Ayesha selalu ada di chatroom itu, di sambungan telpon itu, di kelas itu, di sebuah pojokan kantin sekolah kita, di depan ruang lab bahasa untuk memeluk gue dan mendengarkan gue yang sedang menangis. Menangis tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi pada gue.
Kadang seorang manusia hanya butuh sandaran untuk tempatnya mengeluarkan emosi dan menangis adalah cara paling jitu mengekspresikan semuanya. Senang, marah, sedih, hambar.. Semuanya bisa dengan tangisan.
Tangisan tanpa kata. Tangisan penuh makna.
Sanu gak pernah suka gue membandingkan diri gue dengan orang lain karena orang lain gak sama dengan kita. Seperti gue yang saat itu tahu seorang Kesatria sedang dekat dengan beberapa cewek, Kesatria melirik seorang cewek bahkan Kesatria membonceng seorang cewek yang notabene gue aja gak pernah dibonceng... (dan saat itu gue nangis dan merasa bodoh)
Gue terus membandingkan diri gue. Baik fisik maupun dari segi sikap dan sifat. Tapi Sanu selalu menyergah semua omongan gue. Dia tidak bicara hal positif yang gue punya atau hal negatif yang cewek itu punya, tapi dia mengingatkan gue bahwa gue gak boleh membandingkan apa yang telah Allah titipkan pada diri gue.
Apapun gue, inilah gue. Gue harus bersyukur dengan apapun itu...
Mungkin Afra adalah orang yang paling bosen denger gue nangis, galau, bete dan marah gak jelas gara gara Kesatria -atau bahkan Bintang Jatuh. Afra selalu mengingatkan gue kalau di dunia ini kita membutuhkan hati kita untuk menyeimbangkan logika otak, tetapi hati tidak boleh bertindak dominan.
Kehidupan ini harus seimbang dan terlalu membawa perasaan akan menyakiti diri gue sendiri.
Seperti seharusnya gue sudah berpindah dari Kesatria tapi gue malah terus memutar lagu lagu kesukaannya. Seperti seharusnya gue tidak marah pada teman gue tapi gue malah mengungkit ungkit penyakit hati gue.
Gue harus bisa kontrol perasaan supaya perasaan yang bisa menyelamatkan kita gak jadi bumerang dalam kehidupan ini...
Dan Ilham selalu buat gue bercermin kalau gue bukan apa apa dibanding orang orang di luar sana. Ilham adalah orang yang aneh untuk gue. Gue gak pernah menemukan spesies seperti dia.
Ilham gak pernah marah atau ngebentak gue. Ilham hanya sering membuat gue menangis sendirian setiap dia berhenti bicara sama gue. Tapi gue selalu mengerti bahwa Ilham selalu memberikan masukan yang baik untuk gue dari segi bicaranya yang sok cuek dan terkesan tidak perduli.
Ilham membuat gue sadar bahwa hidup ini terlalu singkat untuk sekedar mengurusi masalah hati. Gue dan Ilham adalah dua orang yang punya dua sudut pandang yang berbeda masalah cinta. Gue perduli dan jelas perduli, gue membutuhkan kebaperan itu untuk menulis. Sedangkan Ilham menghindari setiap kebaperannya supaya dia fokus akan satu hal, Musik.
Dari Ilham gue belajar harus fokus melakukan sesuatu, mawas diri dalam bertindak dan melakukan hal hal yang pasti. Gue percaya Ilham benci mendengar setiap kebaperan yang sering gue ceritakan saat PPK kumpul, tapi dari situlah gue bisa lebih bijak menanggapi masalah hati, lebih sabar dan berhenti untuk "ngumbar perasaan" lagi.
Ilham bikin gue berhenti berpikir bahwa suatu saat Kesatria akan kembali manis seperti dia berpuluh ribu juta detik yang lalu. Ilham membuat gue sadar bahwa di kehidupan yang nyata ini akan terlalu semu jika hanya bicara tentang cinta.
Para Pencari Kesetiaan is a really great thing for me.
Bukan karena mereka bisa main musik semua, bisa diajak main kapan aja, selalu ada di rumah gue saat suntuk atau sama cinta gratisannya sama gue.. Tapi karena semenjak gue ketemu mereka, mereka berhasil membuat gue sadar bahwa dunia yang sudah gue tempati sebenarnya lebih besar dari apa yang gue lihat selama ini.
Dunia ini bukan masalah persahabatan yang cekcok, cinta yang gak kesampean atau diri kita yang gak sehebat orang lain.
Ini masalah gimana kita bersyukur sama apa yang kita punya dan menyeimbangkan segala hal yang ada dalam diri kita. Terutama hubungan kita kepada Sang Mahakarya nan Agung, Allah SWT yang memberikan kita kehidupan seindah ini.
Kehidupan ini hanya sebuah ilusi jika kita hanya bicara masa lalu dan masa depan secara menggebu gebu. Yang harus kita lakukan adalah berlari meninggalkan masa lalu, menjalankan masa sekarang sebaik mungkin agar di masa depan akan ada jalan kebenaran yang menuntun kita pulang dengan kebahagiaan.
Bersyukur. Itu kunci kebahagiaan ini.
Subahanallah terima kasih ya Allah telah memberikanku kebahagiaan selama ini....
I do love you, Afra, Linda, Ayesha, Sanu, Alvin & Ilham! xoxo
dari sahabat kita banyak belajar ttg kehidupan, termasuk juga didalamnya penghianatan, sakit hati, dll....dari pengalaman itu dapat kita ambil agar tidak terjatuh dilubang yang sama dikemudian hari.
BalasHapusIya.. Begitulah.. Semoga selalu ada berkah dari yang diatas:>
HapusKarena hidup ini terlalu sempit seperti sebuah ilusi jika hanya memikirkan masalah dunia dan masa lalu. Kita semua hidup untuk masa depan dan tujuan hidup kita di dunia ini adalah untuk mendapatkan Ridho dari Allah SWT, maka kita harus senantiasa bersyukur pada Allah SWT atas segala nikmatnya dan mempercayakan segala sesuatunya, karena tanpa kita fikirkan pun Allah SWT telah mentakdirkan hal-hal terbaik untuk hidup kita. Subhanallah.
BalasHapusSubahanallah.. Semoga selalu ada jalan dari Allah, aamiin:3
Hapus