Regrets and Revenge chapter 25
"Kamu akan ngerti gimana sakitnya aku disini, ketika kamu nanti ngerasain saat dia pergi."
This quote looks like you, huh?
This quote looks like you, huh?
***
A CHAPTER TO GO!!!
Sebelumnya di Regrets and Revenge....
Kini Pevita dan Biru sudah resmi menjadi sepasang kekasih setelah Biru memutuskan Resha. Sementara Raka akhirnya mundur perlahan semenjak ia tahu Pevita telah "menghinatinya" selama ini.
Resha tidak dengan mudahnya bangkit dari keterpurukan karena perginya Biru. Ia akhirnya sadar bahwa Biru tidak pantas untuk terus ia tangisi. Akhirnya ia pun berpacaran dengan Radit, temannya sejak dulu.
Biru merasa hidupnya benar benar bahagia bersama Pevita sedangkan gadis itu malah merasa tersiksa. Ia merasa membohongi dunia dan dirinya sendiri atas apa yang ia jalani bersama Biru.
Semakin lama Pevita tidak sabar akan sikap Biru yang terus menerus meminta kontak fisik darinya. Pevita ingin segera lari. Ia tidak mampu berpura pura bahagia lagi.
Lalu bagaimana kelanjutan penyesalan Biru dan rencana balas dendam Pevita?
Lalu bagaimana kelanjutan penyesalan Biru dan rencana balas dendam Pevita?
***
"Gue mau semuanya sempurna!" Seru Raka sambil membaca denah tata letak tempat peluncuran novel perdananya. Faldy dan Salma yang menjadi perwakilan panitia acara pun mengangguk mengiyakan. Mereka tertawa.
"Lusa akan jadi hari yang paling berkesan buat elo di toko buku ini." Ujar Faldy.
Salma mengangguk pasti, "lo gak usah khawatir, Rak. Semuanya udah beres!"
Raka tersenyum kecil lalu berjalan menjauh. Ia membuka iPhone-nya lalu mengecek pesan terakhir dari Pevita. Ia menghela nafas.
Sudah lama ia tidak bicara dengan Pevita. Kali ini ia harus melanggar janjinya sendiri untuk berhenti mengusik Pevita selama gadis itu sedang bersama Biru. Dia menimang nimang handphonenya sambil berusaha mencari kata pembuka yang tepat untuk percakapan mereka lagi.
Lusa adalah ulang tahun Pevita sekaligus hari peluncuran buku pertama Raka. Raka ingin Pevita hadir di tengah tengah kebahagiaannya. Tapi ia sendiri ragu apakah gadis itu akan datang atau tidak.
Ia sudah tahu cerita terbaru tentang Pevita dan Biru lewat Salma dan Faldy. Pevita bercerita semua hal tentang Biru. Raka sendiri geram mendengar apa yang Biru lakukan pada gadis kesayangannya.
Rasanya ia ingin langsung menghajar Biru dan membawa pergi Pevita. Tapi ia terus menahan diri. Ia tidak boleh gegabah dan bermain kasar. Ia harus menghargai kerja keras Pevita selama ini.
Karena ketika kamu menyayangi seseorang, kamu harus menghargai setiap hal yang ia pilih meskipun itu berarti hatimu harus hancur berkeping keping...
***
Pevita terus menerus menangis. Ia tidak berhenti memukuli bantal yang berada di hadapannya sampai Salma dan Faldy tiba di rumahnya. Iraz bergidik ngeri melihat adiknya yang "mengamuk" seusai pergi bersama Biru. Ia tahu Biru tidak akan melakukan hal hal yang di luar kendali, tapi jika Pevita sudah sampai menangis, ia tahu adiknya pasti sudah muak dengan sikap Biru.
"Dia pikir pacaran cuman buat kontak fisik, pamerin ke orang orang dan overprotect sama semua hal apa? Gue bukan boneka. Dia bilang dia sayang sama gue... Tapi...." Pevita terisak sambil bercerita. Salma memeluk sahabatnya sambil mengelus elus rambut Pevita.
"Udah Vi.. Sabar.. Sebentar lagi..."
Faldy menghela nafas, "ya elo nolak dong, Vi.. Jangan bawa perasaan gini. Lo bilang ini semua revenge? Lo gak ada niatan buat balik sama Biru kan?"
"Ya kalo gini ceritanya revenge gue gak ada hasilnya! Dia gak menghargai apapun dari gue. Gue tahu dia cuman pamerin gue ke Raka, seakan akan dia menang di atas segalanya."
"Gue sama Faldy bisa apa? Ini kan udah keputusan lo." Ujar Salma sambil melepaskan pelukannya."Kalo lo gak nyaman, seharusnya lo berhenti sejak dulu. Lo tahu sendiri ini semua akan sia sia." Sambungnya.
Pevita masih menangis, "tapi kan, Sal..."
"Iya lo boleh usaha. Cuman Biru seperti itu. Dia gak bakal tertampar sampai dia sadar semua yang lo lakuin cuman pura pura. Lo cuman pengen dia sadar kalo dia gak bisa memperlakukan cinta seperti itu." Cecar Faldy agak jutek.
"Terus gue harus...."
"Vi, please deh.. Gak usah nanya harus kayak gimana. Ini udah puncak dari hal yang gak lo suka dari sikap Biru. Maka lakukan rencana awal. Serang dia lalu tinggalkan. Buat dia sadar akan segala hal..."
Pevita mengigit bibirnya, "tapi.. Gue gak tega..."
"Kalo lo beneran sayang sama dia, lo pasti tega. Inget Vi, Raka Dimastrya Adithama menunggu lo dengan setia. Lo mau kehilangan dia demi cowok brengsek kayak Biru?" Tanya Faldy ketus lalu diikuti oleh langkah cepatnya meninggalkan kamar Pevita.
Gadis itu bertatapan dengan Salma sambil termenung. Bagaimana caranya ia mengakhiri semua ini? Apa yang harus ia katakan?
Pevita berpikir keras. Air matanya terus menetes. Ia harus bisa lari....
***
"Sayang.. Lusa kamu ulang tahun lho, Ay..." Ujar Biru saat Pevita sudah duduk di sampingnya. Sore ini Pevita sudah berjanji untuk mengantar Biru latihan basket di GOR. Walaupun sudah kelas 3 semester 1, Biru tetap bermain basket sekali kali. Hal ini membuat dirinya punya semangat lain selain belajar.
Pevita tidak menghiraukan kata kata Biru. Ia tetap diam sambil menerawang keluar jendela. Selama perjalanan Biru terus mengoceh tentang ulang tahun Pevita sementara gadis itu tidak bersemangat sama sekali.
Ia hanya ingin berulang tahun dengan tenang.
Ia tidak ingin berulang tahun bersama Biru dalam keadaan pura pura bahagia. Ia juga tidak ingin berulang tahun bersama Faldy dan Salma jika mereka berdua terus menyalahkan Pevita akibat perbuatannya.
Hatinya tersentak kecil ketika ia teringat akan seseorang. Sosok bertubuh jangkung yang berhasil membuat Pevita menemukan dunia barunya. Raka Dimastrya Adithama.
Apa kabar Raka sekarang? Pevita terus bertanya dalam hatinya. Sudah hampir 2 bulan tidak ada kabar dari Raka. Pevita sangat merindukan Raka. Ia berharap Raka akan menghubunginya biarpun hanya satu pesan singkat saja. Tapi Raka benar benar menjaga jarak dari Pevita. Ia menutup segala bentuk komunikasi dengan gadis itu.
Biru menghela nafas. Akhir akhir ini ia bisa merasakan perubahan Pevita yang sangat drastis. Pevita tidak seceria dulu. Hubungan mereka juga tidak seintim dulu. Pevita sudah berubah, ia sudah berbeda.
Setiap kali Biru mencoba mencium Pevita, gadis itu nampaknya sedang berbuat dosa. Ia beberapa kali memutarkan bola matanya dan tidak bergerak sama sekali. Tangannya tetap diam ditempatnya.
Biru pun mencoba untuk melumat bibir Pevita. Bibirnya menari nari diatas bibir Pevita. Berkali kali ia mencoba membuat Pevita bergerak. Ia memeluk Pevita, membelai rambutnya dan sesekali menyentuh lehernya. Tetapi Pevita tetap diam dan hanya tersenyum. Bibirnya tetap disana, menjadi tempat Biru untuk mendarat tetapi tak ada lagi sambutan.
Biru merasa hubungannya dengan Pevita semakin hampa. Bukan ini yang Biru mau. Seharusnya ia tidak meninggalkan Resha dan bersamanya bahagia. Tapi tidak ada kata penyesalan untuk Biru karena Resha sendiri sudah bersama Radit sekarang.
Biru menggerutu, "kamu gak bahagia ya sama aku?" Tanya Biru agak kesal. Pevita menoleh dengan tatapan kosong. Tiba-tiba handphone gadis itu bergetar lalu ia beranjak keluar dari mobil Biru, "maaf sebentar."
Biru meninjukan tangannya ke stir mobil. "Sial." Ia menggerutu sendiri. Hatinya terus mengomel ngomel sementara kepalanya berusaha berpikir keras. Apa Pevita terpaksa kembali bersamanya?
***
Pevita memakai short dress berwarna hijau tosca yang telah dibawa oleh Salma dan Faldy. Ia lalu duduk di depan meja riasnya dan menuruti segala perintah dari Salma. Mereka berdua sudah berkomitmen bahwa di hari ulang tahun mereka tahun ini, masing masing harus mau didandani oleh satu sama lain.
Faldy mengetuk ngetukkan kakinya sambil berusaha menghilangkan pikirannya. Sejak pagi Biru belum muncul di hadapan Pevita. Ia sendiri belum mengucapkan apapun di hari istimewa pacarnya itu. Faldy takut jika tiba tiba Biru hadir dan mengacaukan segalanya.
Faldy menoleh dan melihat sahabatnya yang tampak cantik didandani oleh pacarnya sendiri. Ia menghela nafas cukup panjang. Kenapa kebahagiaan tidak datang dengan mudah untuk cerita cintamu, Pevita?
Faldy tahu apa yang Pevita lakukan untuk Biru adalah sebuah kebodohan tapi ia percaya sahabatnya mampu menyelesaikan apa yang telah ia lakukan. Ia tahu niatan baik Pevita. Tetapi Faldy hanya tidak ingin sahabatnya merasa kecewa.
"Well done! Gimana dear?" Tanya Salma meminta pendapat pada Faldy. Pevita pun bangkit dari kursinya lalu berputar putar sambil memamerkan dressnya. Wajahnya dihias secara natural elegan dengan rambut yang sedikit diberi wave untuk memberi kesan lebih hidup. Pevita benar benar cantik di malam ulang tahun ke 17 nya.
Faldy berjalan sambil mengangguk angguk, "harus diakui hasil karya pacar gue emang paling top! Ya kan, Vit?" Tanya Faldy sambil tertawa.
"Basi lo, Fal.. Hahahahaha." Sahut Pevita sambil tertawa kecil.
Faldy mengambil kain hitam yang ada di saku celananya lalu menggunakannya untuk menutup mata Pevita. Gadis itu mengerang erang namun akhirnya menurut juga.
"Jangan ningkah ya!" Perintah Faldy galak. Ia dan Salma saling tertawa lalu keluar sambil menuntun Pevita yang berjalan di kegelapan dan meninggalkan kediaman keluarga Kenfati Ranzanto - Kharisa Rasiana.
***
Biru mencoba menghubungi handphone Pevita namun tidak aktif. Ia mengetuk ngetukkan jemarinya di stir mobilnya. Ia tidak tahu kenapa Pevita tidak ada di rumah dan tidak ada kabar seharian ini. Ia berharap Pevita protes karena tidak mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya.
Namun satu pesan dari Pevita pun tidak muncul semenjak kemarin sore.
Biru akhirnya meminta Rendy mencari kabar kemana perginya Pevita. Ia terus menunggu di depan rumah Pevita sembari menelpon Iraz. Handphone Iraz terus berdering namun tidak diangkat olehnya. Biru terus menggerutu. Ia semakin kesal.
Hatinya semakin panas membanyangkan mungkin saja Pevita pergi dengan laki laki lain...
Handphone Biru berdering tanda panggilan masuk. Biru dengan sigap mengangkat telponnya lalu tercekat ketika lawan bicaranya mulai bicara, "hari ini dia bikin acara gitu di toko buku. Mungkin Pevita pergi kesana..."
Skakmat. Kamu gak benar benar masih mencintai aku kan, Vi?
***
Suasana ruangan itu mendadak ramai oleh musik dan lampu lampu pun dinyalakan. Kursi kursi di depan panggung sudah ramai diduduki banyak orang sementara Pevita masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"This isn't real..." Ujarnya sambil menahan tangis. Banyak orang mulai mengajukan pertanyaan di sana sini sementara Faldy dan Salma terus berada di samping Pevita sambil tersenyum kecil.
Pevita tidak yakin ini nyata. Ini pasti hanya mimpi.
Di panggung itu terdapat banner bertuliskan launching buku baru dengan penulisnya yang sedang duduk di tengah panggung. Di panggung itu tersedia banyak buku karyanya yang baru saja terbit dan di sudut kanannya terdapat sebuah kue ulang tahun lengkap bersama lilinnya yang masih belum dinyalakan.
Hal lain yang membuat Pevita kaget, ia tidak menyangka semua ini benar benar kenyataan untuknya...
"Mas Raka, jadi bisa ceritakan kenapa judul ini yang Mas pilih untuk buku perdana, Mas?"
Raka tersenyum kecil, "saya jatuh cinta.. Saya jatuh cinta pada seorang gadis yang tidak biasa. Ia bahkan terlalu tinggi untuk digapai dan sulit saya percaya bahwa saya bisa menggenggam jemarinya. Saya jatuh cinta padanya. Dan lewat buku ini, saya berharap dia sadar bahwa perasaan ini terlalu nyata untuk dia lewati begitu saja. Saya harap dia memilih saya karena saya tahu, saya pasti bisa membahagiakannya. Di hari ulang tahunmu, I promise you Pevita. Selamat ulang tahun..." Jelas Raka sembari melihat Pevita dalam dalam.
Pengunjung yang datang pun memberikan tepuk tangan yang cukup meriah sementara MC yang bertindak sebagai moderator sesi tanya jawab pun meminta Pevita untuk hadir ke tengah tengah panggung.
Pevita berjalan dengan gemetaran disusul oleh Salma dan Faldy di belakangnya. Ia akhirnya berdiri disamping Raka lalu mereka pun melaksanakan prosesi tiup lilin dan potong kuenya. Semua mata tertuju pada Raka dan Pevita sementara gadis itu tidak kuasa menatap mata Raka.
Ia merasa bodoh. Kenapa ia harus membuat Raka menunggunya karena ia sedang berjuang untuk seorang pria brengsek bernama Biru Samudra Nusantara?
Kue pertama Pevita berikan kepada Raka sembari menyuapinya dengan hati hati. Cowok itu tersenyum kecil namun tidak berusaha memeluk Pevita. Menyentuh pun tak mampu, apalagi melakukan hal hal lain. Pevita tersenyum kecil, Raka tahu batasannya.
Raka tahu bagaimana menghargai cinta, bagaimana cinta bisa diperjuangkan, bagaimana cinta punya batasan. Raka tahu segalanya. Pevita pun sadar, setelah penantian panjang, Raka berhak atas cinta dari dirinya.
Karena ia tidak pernah menyangka bahwa cinta bisa sebahagia ini...
***
Acara launching buku pertama Raka berjudul "Promise You, Pevita" memang sengaja ia rilis di hari ulang tahun ke 17 Pevita. Raka ingin gadis itu menyadari perasaannya yang selama ini sudah ia pendam.
Raka sudah lama memperhatikan Pevita tapi ia merasa tidak pantas mendekati Pevita karena dulu di matanya, Biru adalah orang yang baik dan serba bisa. Namun ketika ia tahu apa yang Biru lakukan kepada Pevita, ia ingin membuat Pevita lebih bahagia daripada saat bersama Biru.
Selama satu jam setengah acara launching itu berlangsung, Pevita hanya tersenyum malu setiap kali disinggung masalah dirinya dengan Raka. Bahkan ketika Iraz yang bertanya pun ia hanya bisa tertawa sambil memukul halus abangnya itu.
Pevita tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Ia benar benar bahagia. Ini yang selama ini ia mau di hari ulang tahunnya. Penuh kebahagiaan, bukan kepura puraan. Pevita tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Semuanya harus berakhir.
Ketika Pevita, Raka, Faldy, Salma dan Iraz duduk duduk di panggung acara sembari sesekali mengambil foto, tiba-tiba seseorang berjalan dengan membawa sebuket mawar merah yang begitu besar dengan gitar yang berada ditangannya. Ia lalu melempar gitar itu dan menghempaskan mawar merah tersebut ke arah Raka. Sontak Raka pun kaget dan melepas jemarinya yang menggenggam longgar tangan Pevita setelah gadis itu terlebih dahulu mampir di telapak tangannya.
Cowok itu menghela nafas, "kamu bilang kamu sayang aku, Vi? Ini yang kamu bilang sayang?"
***
Mata Biru tampak berapi api. Ia jelas marah melihat semua ini. Ia percaya bahwa Pevita benar benar mencintainya. Ia telah mengorbankan Resha demi kembali kepada Pevita. Ia bahkan rela menjadi bahan cibiran di sekolah demi seorang Khansa Pevita Raisana.
Tapi apa ini yang pantas ia dapatkan setelah semua pengorbanannya?
Iraz, Faldy dan Salma pun minggir dari panggung sementara Pevita dan Raka turun menghampiri Biru yang sedang marah. Air mata Pevita mulai jatuh, tangannya gemetaran.
"Kamu gak tahu kan segimana aku sayangnya sama kamu? Aku udah korbanin semuanya buat kamu, Pevita! Tapi apa? Apa balasannya?!" Bentak Biru sembari menginjak buket mawar yang ada di lantai. "Kalo gini ceritanya aku gak usah percaya sama kamu!"
Pevita mulai terisak sementara Raka hanya menatap Biru dengan wajah mengeras. Ia tahu bukan kapasitasnya untuk bicara sekarang. Ini adalah saatnya Pevita menuntaskan aksi balas dendamnya.
"Bicara, Khansa Pevita Raisana! Bicara! Apa ini yang kamu bilang sayang?! Apa kamu juga ciuman sama Raka?!" Tanya Biru dengan wajah berapi api.
"Tutup mulut lo, Bi!" Sentak Raka kesal sementara Pevita tetap menangis dan tidak bergerak.
"Apa gue salah, Rak? Atau kalian sudah melakukan hal yang lebih? Gue tahu selama ini lo nunggu kita berdua putus kan? Puas lo sekarang!"
Raka, "bodoh.. Elo bener bener bodoh."
Biru berjalan ke arah Pevita lalu menggoncang goncangkan tubuhnya, "kenapa kamu selingkuh? Kenapa? Apa aku gak cukup? Kenapa?" Tanya Biru semakin kesal. Pevita menarik nafas panjang lalu menghapus air matanya.
"Aku bosen sama kamu." Ujarnya ketus.
Biru melongo mendengar jawaban Pevita. Ia mendengus pelan, "hah? Bosen? Kamu maunya gimana? Mau lebih? I can give you everything that he wont give it to you! Dia gak lebih baik daripada aku, Vi..." Ujar Biru sembari berusaha memeluk Pevita. Gadis itu berusaha melepaskan Biru lalu menampar Biru.
"Kamu sekarang ngerti kan gimana sakitnya jadi aku? Ngerasa dicintai tapi ternyata dibohongi? Ngerasa paling baik padahal ada yang di mata orang yang kamu cinta jauh lebih baik daripada kamu? Itu Bi yang aku rasain!" Cecar Pevita dengan emosi memuncak.
"Sampai kapan Bi kamu mau kayak gini terus? Cinta itu gak cuman dikejer tanpa liat kanan kiri, Bi. Cinta itu pake hati, bukan cuman fisik aja. Kamu gak pernah bisa bersyukur dan menghargai cewek mangkanya kamu selalu gagal dan gak ngerasa puas!" Pevita menangis sejadi jadinya.
Biru melangkah mundur sambil menggeleng tak percaya, "aku kira kamu beneran sayang sama aku, Vi..."
"Aku sayang sama kamu, Bi! Aku berharap kamu bisa berubah dan lebih menghargai segalanya. Tapi ketika kamu balik sama aku, kamu memperlakukan Resha kayak sampah dan kamu juga tidak memaknai cinta dengan sesungguhnya. Aku udah gak sanggup pura pura, Bi!"
"Aku kira kamu memang satu satunya, Vi..."
"Gak bakal pernah ada satu satunya buat kamu sampai kamu bisa menghargai hati, Bi! Kamu selalu seenaknya! Datang dan pergi begitu saja. Ini hati, Bi. Bukan tempat pemberhentian sementara. Jangan cuman dilewatin dan dirusak!" Pevita menangis sejadi jadinya sementara Biru tidak bisa mencerna apapun selain merasa seperti orang bodoh.
Ia merasa telah dibohongi oleh kemanisan Pevita. Ia tidak pernah menyangka Pevita akan menyakitinya seperti ini.
Biru terjatuh dan berlutut, "demi Tuhan aku sakit, Vi.. Aku gak nyangka kamu akan balas dendam..."
"I have to, Bi. Because I love you."
"Kenapa kamu harus begini, Vi........"
Pevita berjalan menndekati Biru lalu menepuk pundak cowok itu, "remember this, baby? What you give is what you get. Berhentilah menyakiti cewek jika kamu mau mendapatkan hubungan yang bahagia. Even there's no 'perfect relationship' exist, but you can make one -at least, a happy relationship."
Raka berjalan mendahului Pevita lalu gadis itu pun mulai melangkah meninggalkan Biru yang masih berlutut dengan pandangan kosong. Cowok itu membuka mulutnya dengan suara bergetar, "jangan... Jangan tinggalin aku, Vi..."
"Apa kamu masih pantas minta hati yang kamu lukai untuk tetap tinggal dan dilukai lagi? Berubah, Bi.. Jangan begini..."
***
6 months later....
Biru memutuskan untuk duduk di taman sekolah setelah ia selesai mengurus surat rujukan beasiswa ke Universitas Gajah Mada. Entah mengapa akhirnya ia memutuskan untuk memilih pindah ke Jogja dan meninggalkan kota yang telah lama menyimpan banyak cerita untuknya.
Seorang gadis sedang duduk sendirian di kursi taman sambil menghadap air mancur yang berada di tengah taman. Biru pun berjalan menghampirinya sambil menarik nafas satu dua. Sudah lama ia tidak mulai bicara pada seorang cewek. Ia takut jika ia akan ditolak seperti saat Pevita pergi dan lebih memilih Raka ketimbang dirinya.
Sebenarnya Biru sendiri sadar bahwa dirinya tidak pantas untuk bersama Pevita lagi. Tapi dulu ia berharap bahwa gadis itu benar benar mencintai dirinya. Meski sampai detik ini, pembicaraan terakhirnya dengan Pevita masih terekam jelas diingatannya.
Pevita tidak benar benar menyakitinya. Pevita begitu karena Biru yang menyakitinya terlebih dahulu. Bukan salah Pevita jika akhirnya ia balas dendam. Dunia ini penuh dengan hukum alam. Apa yang kamu tanam pada akhirnya akan kamu petik juga kan hasilnya?
Dan mungkin inilah hasilnya, Biru harus lebih menghargai wanita.
Biru akhirnya duduk di samping gadis itu lalu tersenyum kecil, "long time no talk..."
Gadis itu tersentak kaget. Ia menoleh lalu tersenyum tipis, "Biru?"
"Still me, but bit different, Resh..."
"How life's going now, Bi?" Tanya Resha agak canggung sembari menutup buku yang ia bawa.
Biru mengangguk kecil, "berubah, Resh. Sangat berubah..."
"I hope you do change... Better?" Ujar Resha agak takut takut. Biru tersenyum.
"Maafkan aku Resh telah menyakiti kamu..."
A CHAPTER LEFT!!!! To be continued....
Tidak ada komentar:
Leave me some comment! Thank you, guys:}