[SHORT STORY] Back To You feat. Shafira Azzahra Salma
Ketika kamu tersesat tanpa arah,
cinta akan selalu membawamu kembali pulang..
***
Shanindya Shakira’s
POV
“Shasa,
ayo bangun! Daging panggangnya sudah siap!” Seru mama membangunkanku. Aku
melirik jendelaku yang sudah dibuka mama dengan sinar matahari pagi yang cerah.
Suara burung-burung berkicauan ceria tapi hatiku merasa kelabu. Meski aku menyukai
hari Senin, tapi entah kenapa aku merasa malas sekali untuk pergi ke sekolah.
Badanku
masih terasa lemas namun kupaksakan diri untuk pergi ke kamar mandi. Aku sontak
terkejut ketika merasakan dinginnya air pagi ini. Untung saja setiap pagi mama
selalu menyediakan air panas di kamar mandi karena sudah terlalu sering aku
berteriak meminta seember air panas. Brrrr!
Setelah
selesai bersiap, aku bergegas ke ruang makan untuk sarapan dengan daging
panggang buatan mamaku sambil menunggu Mang Tar memanaskan mobil. Hmm, lezat!
Mama memang koki terbaik yang pernah ada!
Satu
porsi daging panggang habis kulahap ketika Mang Tar siap untuk bertugas. Aku segera
pamit pada kedua orang tuaku dan bergegas masuk ke dalam mobil. Aku mengambil
nafas panjang dan menghembuskannya pelan. Ayo semangat Shasa, jangan malas
seperti ini!
Sesampainya
di sekolah, aku langsung turun dari mobil dan berlari ke kelas untuk meletakkan
tas. Kemudian bersama topi lusuhku aku berlari menuju lapangan sebelum upacara
dimulai.
Upacara berlangsung sekitar 45 menit
dan ditutup oleh sesi pengumuman. Sesi ini biasanya diadakan jika sekolah kami
mendapatkan juara dalam lomba tertentu dan mengumumkannya di depan semua murid
saat upacara. Untukku yang cenderung tak perduli pada sekolah, ini cukup
menyita waktuku. Kualihkan pandanganku dari depan mimbar lapangan sambil
mengingat ingat apakah tugasku sudah kubawa pagi ini.
Sesaat ketika aku ingin membalikkan
badanku, aku mendengar nama itu, nama yang selalu aku dengar setiap upacara.
“Althaf Zhafran kembali memperoleh juara dalam ajang kompetisi Biologi tingkat
Nasional.” Ujar Pak Usman, wakil kepala sekolahku. Sudah berulang kali aku
mendengar nama itu dengan prestasi yang sama. Aku terbelaklak, dia cukup hebat
rupanya.
Aku mengurungkan niatku untuk kembali
ke kelas karena di belakang barisan kami sudah berdiri tegap Pak Haris, guru
yang mendapat julukan si jenggot panjang, karena dengan ketegasannya itu dapat
membuat bulu kudukmu berdiri.
“Shasa! Jangan mainan hp mulu,
dong.” Tegur Lina, salah satu sahabatku sejak kami duduk di bangku SMP. Aku
menutup ponselku, lalu bertanya, “emang kenapa sih, Lin?”
“Itu anak kelas 2 yang di depan
ngeliatin lo aja tuh.” Ujarnya sambil tertawa pelan. Aku melihat ke arah anak
laki-laki itu dan mata kami pun beradu dalam satu tatapan. Aku langsung
mengalihkan pandanganku darinya. Jadi itu yang namanya Althaf, kataku dalam
hati.
***
Althaf Zhafran’s
POV
Bel
pulang berdentang sangat keras. Seluruh murid dari pelosok kelas berdesakan
keluar. Ada yang tergencit, ada yang berlari-larian. Ada yang keluar sambil
bernyanyi juga.
Aku mengeratkan jaketku dan
mengambil tas yang kubiarkan tergeletak di meja tadi. Aku berjalan keluar kelas
dan menelusuri koridor yang ramai itu menuju Perpustakaan. Ketika aku sampai
tepat di meja administrasi, aku tak menemukan siapa pun disana. Aku meletakkan
buku Biologi yang kupinjam minggu lalu dan melihat ke sekeliling. Mataku
menemukan seorang siswi yang terlihat sangat serius dengan bukunya. Aku
berjalan menghampirinya.
“Permisi mbak, boleh duduk disini,
nggak?”
Perempuan itu tidak menghiraukanku
namun aku langsung duduk disampingnya. Ku ambil buku di depanku dan pura-pura
membacanya. Aku membolak-balikkan halamannya yang aku tak tahu apa isinya. Aku
sesekali mengajak siswi itu mengobrol. “Lagi baca buku apa?” tanyaku. “Lihat
aja sendiri.” Jawabnya tanpa menoleh sedikitpun. Ini cewek jutek amat, kataku
dalam hati.
Aku melihat ke balik bukunya, “Ooh,
buku itu. Emang seru ya? Aku juga suka buku itu.” Ujarku. Siswi itu hanya
bergumam, lagi-lagi tanpa menoleh ke arahku. “Aku suka bagian yang pas si cowok
nolongin si cewek sampe dia babak belur, jago tuh cowok. Kalo kamu suka bagian
yang mana?” tanyaku lagi. “Yang mana aja boleh.” Jawabnya.
Buset dah, ini cewek cantik tapi
galak amat, kataku lagi dalam hati. Aku terus mengajak berbicara tak peduli dia
menghiraukanku atau tidak. Siswi itu masih tenggelam dalam bukunya, “Serius
banget ya mbak baca bukunya, sampe jutek gitu.” Kali ini siswi itu menoleh kepadaku
lalu bangkit dari kursinya.
“Kamu hebat banget ya bisa baca buku
kebalik gitu.” Ujarnya sambil tersenyum sinis dan berlalu. Aku tercengang dan
baru menyadari bahwa bukuku memang terbalik. Baru kali ini aku dipermalukan
oleh seorang gadis.
Aku masih tak mengerti mengapa gadis
itu sangat galak. Aku semakin ingin tahu, ada apa dengan gadis itu? Tidak
mungkin ada pria berani mendekatinya kalau sikapnya selalu seperti itu. Pasti
ada sesuatu, pasti. Aku yakin itu. Apapun itu, akan kutemukan alasannya.
***
Shanindya
Shakira’s POV
“Hari Rabu nih, Sha! Kita ke Toko
Musik La Viva dulu kan?” Tanya Lina sambil mendengarkan lagu Muse di iPod-nya.
Aku yang berjalan di sebelahnya menggerutu.
“Iya
jadi kalo kamu berhenti ngejutekin aku sambil dengerin lagu. Udah ah ayo!”
Seruku seraya masuk ke mobil Jeep keluaran 90-an milik Lina. Lina tertawa jahil
lalu menyusulku masuk.
Sesampainya
kami di sana, aku segera bergegas ke tempat Pop
Song dan mencari album Maroon 5 keluaran terbaru. Mataku terus mencari tapi
aku tak kunjung menemukannya.
“Cari
album ini?” Seorang pria menyodorkan Album Maroon 5 Overexsposed. Aku tersenyum
lebar dan langsung meraihnya.
“Iya!
Dari tadi aku cari album ini! Thanks
ya! Nemu dimana?” Jawabku gembira.
“Di
depan, di deretan Best Seller.” Jawab pria itu singkat. Wajahnya seperti tidak
asing lagi bagiku. Aku mencoba mengingat-ingat.
“Yang
bener? Ah, kok aku nggak liat, ya..” Gumamku sambil menggaruk kepala, kemudian
tersenyum. Pria itu ikut tersenyum, senyumnya manis.
Pria
itu menganggukkan kepalanya kemudian menyodorkan tangan, “Aku Althaf.” Dengan sigap
aku pun menyambut sodoran tangan pria itu, “aku Shasa..” Kami berdua terdiam namun Althaf kembali
bersuara. “Kakak penggemar Maroon 5?” Tanya Althaf. Aku langsung mengangguk.
Althaf meraih album This Love dan menyodorkannya
padaku. “Ini album pertama yang aku beli, mulai dari album inilah aku suka
Maroon.”
“Wah,
kita sama dong!” Jawabku bersemangat. Kami berdua tertawa bersama. “Wait, kenapa manggilnya kakak sih? Anak
kelas 2 ya? Manggil nama aja deh!” Seruku. Althaf mengangguk.
“Shasa
ramah banget, gak kayak pas di Perpus..” Ujar Althaf. Aku menatapnya keheranan.
“Oh.. Kamu cowok yang baca buku kebalik itu
ya? Aduh, maaf ya. Abis waktu itu aku nggak kenal sama kamu, terus kamu sok
kenal gitu sih.” Ujarku sambil melihat ke arahnya. Ia kemudian tertawa, lalu
berkata, “yaudah, jangan galak-galak lagi ya, Sha.” Sahutnya sambil tersenyum.
“Iya
gampang, hahaha. Eh, aku ditunggu temen nih. Duluan ya!” Seruku sambil berlari
menuju kasir. Entah mengapa aku merasa sangat malu, tapi mengobrol dengannya
membuatku merasa tenang. Aku berharap bisa berbicara dengannya lebih lama tapi
Lina menungguku di kasir.
Dalam
perjalanan pulang, aku termenung dan terlarut dalam pikiranku sendiri. Althaf..
Seperti sudah lama aku mengenalnya. Seperti seseorang yang sudah lama hadir dalam hidupku.
Oh,
Althaf.. Kenapa kamu begitu berbekas? Aku baru sekali bicara denganmu, tapi
mengapa rasanya nyaman sekali?
***
Althaf Zhafran’s
POV
“Lo kenal dia, El?” Tanyaku heran
saat El juga menyapa Shasa, seniorku yang entah mengapa akhir akhir ini mencuri
perhatianku. Sudah beberapa minggu aku dekat dengan Shasa. Dia gadis yang cukup
menarik untukku. Dia tak suka memperhatikan pengumuman setelah Upacara Bendera,
dia juga terkesan galak pada orang yang belum dia kenal. Tapi dia punya
senyuman manis dan yang paling penting, dia juga suka Maroon 5.
Aku merasa begitu nyaman dengan
Shasa tapi kurasa dia tak mungkin menyukaiku. Apalagi menurut Kak Lina ada
sesuatu hal yang mengganjal sehingga Shasa tak bisa memberi tahuku tentang
perasaannya. Namun aku tak tahu pasti apa yang menjadi penghalang antara aku
dan Shasa. Mengapa ia selalu menghindar ketika aku ingin bilang sayang padanya?
El menyikutku dan tersenyum kecil.
“Gue udah beberapa kali main sama dia.. Anaknya asyik banget. Lo jangan naksir
juga ya! Udah bagian gue hahaha. Tapi gue gengsi mau nembak, dia kan kakak
kelas..” Jelas El sambil terkekeh. El berjalan mendahuluiku sementara aku tak
bisa menjernihkan pikiranku. El? Radya Elkhoir? Sahabat perjuanganku? Menyukai
gadis yang sama denganku? Dan perasaan El sudah sejauh itu sampai ia ingin
menyatakan cintanya pada Shasa?
Aku tak mau melepaskan Shasa, tapi
El…
***
Shanindya Shakira’s POV
Selamat tidur, mimpi yang indah sweetheart.
–Al
Lagi-lagi Althaf mengirimiku pesan
yang begitu manis dan aku tak bisa berbohong bahwa aku nyaman pada cowok yang
lebih muda satu tahun dariku. Awalnya aku memang tidak tertarik pada dia, tapi
ada sesuatu yang membuatku merasa nyaman ada di dekatnya.
Berminggu minggu kulalui bersama
Althaf dan aku sudah merasa ia menyukaiku. Aku tak bisa berjanji untuk tidak
menyukai dia tapi otakku tak memperbolehkanku jatuh padanya. Belakangan
aku baru sadar mengapa Althaf begitu
mudah membuatku merasa nyaman di dekatnya. Mengapa ia bisa membuatku jatuh hati
padanya.
Althaf meningatkanku kepada sosok
yang selama ini ingin aku lupakan. Sosok yang begitu manis namun tak pernah ku
sangka bisa meninggalkan luka sedalam ini. Satria Bimantoro.
Althaf mampu melakukan semua hal
yang biasanya Satria lakukan. Althaf punya gaya bicara, gaya berjalan, makanan
kesukaan sampai band favorit yang sama dengan Satria. Althaf tahu aku tak
begitu perduli dengan sekelilingku, aku tak suka berlama lama belajar padahal
tahun depan aku akan mengikuti ujian nasional dan aku tak pernah suka sesi
pengumuman setelah upacara.
Althaf begitu mengetahuiku dan
membuatku merasa sangat nyaman tapi justru hal itu yang membuatku tak bisa
dengannya. Aku selalu teringat pada Satria ketika aku bersama Althaf. Sementara
itu, El datang menghampiriku. Dia berbeda, dia cuek tapi dia cukup manis.
Entah mengapa kedua adik kelasku itu
sukses membuatku pusing. Mereka berdua terus mengirimiku kode sementara aku
sendiri tak begitu memperdulikannya. Namun Lina selalu menceramahiku untuk
memilih salah satu supaya aku tak lebih lama lagi mengantungkan harapanku.
Namun berat rasanya untuk memilih
satu di antara mereka saat kutahu mereka berdua adalah sahabat dekat. Aku takut
merusak persahabatan mereka. Aku selalu berharap yang terbaik akan datang
untukku dan aku tak pernah berfikir bahwa manusia semacam Satria akan kembali
mengisi hariku. Aku ingin bersama Althaf, tapi aku tak mau hidupku dihantui
oleh banyangan Satria ketika bersamanya.
Aku harus memilih walau kutahu pada
akhirnya akan ada hati yang terluka karena ini…
***
Althaf Zhafran’s POV
Aku tak mau melihat Shasa lagi.
Kuputuskan untuk berlari menuju
kelasku ketika kulihat Shasa dan Kak Lina sedang berdiri di depan pintu kelas
mereka. Aku tahu sikapku ini begitu bodoh dan tidak dewasa, tapi Shasa begitu
membuatku kecewa. Setelah semua hal yang kami lakukan bersama, kenapa ia malah
memilih El?
Aku sendiri merasa dilema apakah
rasa kesalku atas pilihan Shasa ini tepat atau tidak. Ada yang mengatakan cinta
senang melihat orang yang dicintai bahagia. Ada juga yang mengatakan
berkorbanlah untuk kebahagiaan sahabatmu jika kau ingin bahagia pada akhirnya.
Tapi mengapa semua pengorbanan ini menyisakan luka?
Kupasang earphone-ku sambil membuka
buku tugas Matematika. Aku menghela nafas mendengar musik yang terputar, Sad dari
Maroon 5. Aku tak pernah patah hati sebelumnya. Aku tak pernah perduli jika
gadis yang kusuka menolakku. Tapi kenapa dengan Shasa berbeda?
Dan untuk pertama kalinya, lagu dari
Maroon 5 terasa hambar ditelingaku…
***
Shanindya Shakira’s POV
“Kalo kamu sayangnya sama Althaf
kenapa milih aku, Sha? Kenapa? Kamu pikir aku gak sakit kamu giniin?” Cecar El
ketika menemukan buku puisiku. Aku terdiam sambil menangis. Aku tahu El pasti
sangat marah melihat puluhan puisi yang kubuat selama 5 bulan ini semuanya
untuk Althaf..
“Kenapa aku gak pernah sadar kalo
Althaf juga deketin kamu? Kenapa aku seegois itu? Kamu juga tahu kan kami
berdua sahabat seperjuangan, Sha?” Geramnya.
“Shasa juga bingung, El. Aku nyaman
sama kalian berdua walaupun hati ini memberi tempat lebih besar pada Althaf.
Tapi Althaf selalu mengingatkan aku sama Satria dan aku….”
“Jadi kamu memilih aku karena kamu
gak mau sakit hati dengan teringat sama mantan kamu, Sha? Kamu sadar gak kamu
itu egois?” Tanya El sambil menatapku tak percaya. Aku terus menangis. Aku tahu
aku salah, tapi aku tak mengerti aku harus bagaimana..
“Aku sayang sama kamu dengan setulus
hatiku, Sha. Tapi kamu milih aku karena kamu takut selalu teringat sama Satria
kalo milih Althaf?” Tanya El dengan wajah sangat kecewa.
“Maafkan aku, El..”
“Maaf? Semudah itu, Sha? Kalo kamu
mau dapat maaf dariku, jangan pergi kemana mana.” Kata El sambil meraih buku
puisi itu lalu berlalu meninggalkanku di meja 5 restoran cepat saji favorit
kami. Andai saja aku bisa mengulang waktu...
***
Althaf Zhafran’s POV
Mobil El terparkir rapih di halaman
ketika kusadari ada yang tak beres dari cara jalannya memasuki rumahku. Ia
menenteng buku hitam tebal dengan raut wajah kecewa. Aku tak tahu apa yang
terjadi padanya dan kuharap ia tak bercerita tentang Shasa lagi.
Sudah 5 bulan mereka berdua
berpacaran dan aku selalu menjadi pendengar setia keluh kesah sahabatku. Entah
aku yang terlalu tertutup atau El yang tidak sadar bahwa aku pernah menyukai
Shasa tapi tampaknya ia tak pernah menyadari kegelisahanku setiap mendengar
ceritanya. Aku tak pernah nyaman dan mengdengarkan dengan seksama. Aku ingin
melupakan Shasa.
Aku tak pernah berpikir bahwa suatu
hari aku akan jatuh hati pada Shasa, tapi aku tertarik padanya dan perasaan itu
ternyata terus tumbuh sampai hari ini. Rasa rindu tak pernah padam walau kutahu
Shasa telah memilih El.
El tak duduk di kursi ruang tamuku.
Ia tersenyum tipis. “Ikut gue yuk, Al.”
Tanpa basa basi aku langsung saja
mengikutinya. El menyetir dengan cukup santai namun ia tak bicara sepatah
katapun. El membawaku menyusuri jalanan kota Cirebon yang cukup ramai sambil
memutar CD Overexposed – Maroon 5. Keherananku semakin memuncak sore hari ini.
Aku tahu betul El tak menyukai Maroon 5. Namun pikiranku beralih pada Shasa. El
pacar Shasa, Shasa suka Maroon 5, jadi karena siapa lagi El berusaha menyukai
band ini kecuali pacarnya?
Kami berhenti di salah satu restoran
cepat saji lalu El turun dan menenteng buku itu. Aku tak tahu apa yang El
pikirkan sore ini. Apa dia membawa Death Note? Aku tertawa kecil sambil
menutupi kegelisahanku.
El membawaku menuju meja nomor 5
lalu ia duduk tepat di samping seorang gadis dengan dress berwarna putih. Aku
tersentak kaget menyadari bahwa gadis itu adalah Shasa. Ingin rasanya aku pergi
tapi aku masih menghormati sahabatku, jadi aku duduk di depan El.
El menyodorkanku buku hitam itu
sementara Shasa sibuk menutupi hidungnya dengan tisu. Matanya terlihat sembab.
Apa yang terjadi padanya? Aku membuka buku itu lalu membaca halaman demi
halaman yang berisi puisi manis. Semakin lama kubaca semakin aku terbayang
siapa penulisnya. Di halaman ke 10 aku melihat foto seorang cowok yang sedang
memegang piala di depan mimbar halaman
sekolah. Setelah kuperhatikan aku terkejut mendapati fotoku berada disana. Aku
menatap El dan Shasa bergantian.
“Maksudnya apa?” Tanyaku tak
mengerti. Shasa terisak sementara El menarik nafas.
“Kenapa lo gak bilang aja kalo lo
suka sama Shasa?” Tanya El tiba-tiba. Aku terkejut. Aku tak tahu harus menjawab
apa. Aku memutarkan bola mataku sambil berpikir bagaimana caranya mengelak.
“Gak usah bohong, Al. Gue udah tahu
semuanya. Kenapa lo gak jujur aja?”
“Oke, gue dulu emang naksir sama
Shasa. Tapi lo bilang lo udah suka sama Shasa, ceweknya milih elo dan gue pun
mundur. Lagian itu udah setengah tahun yang lalu. Gue juga udah gak berhubungan
sama Shasa karena menghormati elo. Lo juga udah bahagia kan sama dia? Kenapa
elo malah ngungkit ini sih?” Jelas Althaf keheranan. El tersenyum kecil lalu
mengusap kepala Shasa.
“Makasih ya, Al. Maafin gue.. Jagain
Shasa, ya.” Ujar El lalu berlalu meninggalkan kami. Shasa menoleh lalu dengan
suara tercekat ia berkata, “maafin aku, El…”
El tak berpaling, ia terus berjalan
keluar dari restoran. Aku tak mengerti dengan semua ini. Apa Shasa yang menulis
semua ini? Untukku? Tapi kenapa dia malah memilih El?
“Maafin aku, Al. Aku dulu milih El
karena aku gak mau sama kamu. Kamu begitu manis dan membuat aku nyaman, tapi
setiap kali aku sama kamu, aku selalu teringat sama Satria. Mangkanya aku milih
El. Tapi ternyata memilih El malah membuat aku tambah sengsara. ” Jelas Shasa
sambil terisak.
Aku menatap Shasa tak percaya. “Kamu
serius, Sha? Tapi kenapa kamu harus kayak gitu? Apa kamu gak sadar kamu udah
nyakitin kami berdua?”
“Awalnya aku cuman tertarik sama
kamu, entah kenapa aku jadi sayang banget. Maafin aku Al buat kamu terluka. Aku
gak bermaksud buat kamu dan El jadi merasa seperti itu. Aku sayang sama kalian
berdua. Tapi aku gak bisa bohong kalau sebenarnya hati ini sepenuhnya untuk
kamu.. Bukan karena kamu mengingatkan aku akan Satria, tapi karena kamu
berhasil membuatku merasa begitu nyaman…”
Aku meraih tangan Shasa lalu
menggenggamnya. “Kalau saja kamu berani langsung memilih aku.. Aku gak bisa
sama kamu sekarang, Sha. Aku memang sayang sama kamu. Tapi El..”
“Aku juga gak minta salah satu
diantara kalian kembali kok. Aku sadar diri, aku yang salah..”
Shasa terus menangis sementara aku
tak tahu harus bagaimana. El memintaku menjaga Shasa, tapi otakku tak mau
melakukannya karena Shasa telah membuat kepercayaanku padanya hilang. Tapi aku
tak bisa bohong, aku masih menyayangi Shasa.
Mungkin Shasa pernah salah dan
mungkin ini adalah waktu dimana Shasa bisa berusaha berubah. Berubah melupakan
masa lalunya, berpikir lebih jauh sebelum memilih dan tak mengecewakan apa yang
telah ia pilih. Mungkin Shasa bisa mendapat satu kesempatan…
“Sha…” Aku menggenggam tangan gadis
itu lebih erat. “Mungkin kamu pernah melakukan kesalahan, tapi aku ngerti kok
kamu cuman gak mau sakit lagi kan? Hati memang harus menjaga dirinya, tapi kamu
harus bisa mikirin perasaan orang lain. Kamu harus mau perduli sama orang
lain.”
“Althaf.. Maaf..” Shasa menatapku
dalam dalam lalu tersenyum kecil.
“Kamu mau aku maafin? Bantu aku
bikin lagu Maroon 5 tak terdengar hambar lagi, ya?” Tanyaku pelan. Shasa tersenyum
lebar dan mengangguk yakin. Kupatahkan pemikiranku bahwa Shasa tak pernah
menyukaiku. Nothing impossible.
Selama kamu percaya, berusaha dan berdoa yang terbaik, sejauh apapun dia pergi,
dia akan pulang jika kamu adalah tempatnya kembali.
Diikut sertakan dalam lomba cerpen Love Never Fails by nulisbuku
Februari, 2014
Baper kak bacanyaa:"v
BalasHapusih jangan baper atuuuh:D
Hapus