Cerita Sebelum Fajar; Kecewa
Selamat pagi.
Rasanya aku gak mau beranjak bangun dari tempat tidurku. Aku masih mau memejamkan mataku. Aku kesal bukan main. Hatiku gelisah.
Ini bukan hanya cerita di hari hari pertama datang bulan. Orang bilang cewek akan jauh lebih sensitif dan mudah terluka. Memang, memang seperti itu.
Rasa bersalah muncul mana kala aku ingat, aku terlalu kasar kemarin malam. Aku gak pernah sejutek itu pada siapapun. Tapi setiap kali namanya muncul, hanya rasa kecewa yang ada dan bayangan bahwa dia telah berbohong.
Dia telah berbohong pada apa yang kuanggap sebagai kejujuran.
Aku percaya dia tapi dia berbohong. Apakah aku tidak pantas untuk kecewa?
Pagi ini rasanya lebih buruk dari kemarin. Bukan sekedar ingin menangis lagi. Aku rindu dia yang baik baik saja. Aku rindu perasaan senang setiap malam setelah bicara dengannya.
Dia sadar malam itu aku berbeda. Dia sadar obrolan kami benar benar tidak menyenangkan seperti biasanya. Tapi biasanya itu harus seperti apa jika setiap aku membuka chatroomku dengan nya dan yang aku ingat adalah di detik yang sama dia juga mengirimkannya pada orang lain?
Aku percaya dia selalu membuatku senang. Tapi aku gak percaya akan bertemu hari di mana aku begitu membenci dia sampai sesak di dada gak tahu kapan hilangnya.
Aku sampai lupa kapan terakhir kali aku merasa sangat suka bicara padanya.
Aku berharap dia sadar aku kecewa padanya. Nyatanya topik di kepalanya jauh dari apa yang menyebabkanku tidak ingin bicara dengannya.
Pernahkah kamu gak ingin bicara tapi berharap dia berusaha menghubungi?
Aku. Kemarin. Pertama kalinya.
Aku jujur padanya. Aku sangat rindu.
Aku bilang aku rindu dia. Dia bilang aku bohong. Aku bilang dia juga suka bohong. Dia tertawa. Aku diam, aku bingung harus bagaimana sekarang.. Aku percaya bahwa rasa butuh ruang, rasa butuh waktu dan rasa juga butuh konflik. Tapi.......
Aku emang takut dia pergi. Takut ditinggalkan untuk kesekian kalinya membuat aku sadar aku telah membuat ekspektasi yang menimbulkan kekecewaan luar biasa untuk batinku sendiri.
Dia tanya lagi aku kenapa. Aku bilang aku tidak apa apa. Dia bilang aku bohong. Aku bilang dia juga berbohong padaku. Dia lagi lagi tertawa, katanya bingung denganku. Aku harap dia tahu, tapi tampaknya dia tidak tahu. Walau aku mulai sadar......
Dia tertawa mungkin karena dia memang begitu. Dia memang berbohong padaku.
nice post
BalasHapusterima kasih...
Hapus