Breakeven chapter 7



"How can we still even love someone we haven't seen for months? Why does our heart still beat fast as we remember their faces and the moments we shared togehter?"

***

Jakarta, September 2012
Grand Indonesia

Abbyan memarkirkan mobilnya sambil tertawa kecil antara lega dan geli melihat pacarnya yang ketakutan setengah mati. Setiap kali pergi bersama Sabira, ia akan selalu melihat gadis itu menggenggam pegangan pintu dengan tangan kirinya dan menarik baju Abbyan dengan tangan kanannya. Sabira tidak suka ketinggian, ia akan panik setengah mati setiap kali memasuki gedung parkir gedung.
Sore ini Grand Indonesia cukup ramai, namun tidak seramai weekend. Di hari Rabu ini memang Abbyan dan Sabira sengaja mengosongkan jadwal mereka sebagai jadwal belajar bersama yang sering disalah gunakan. Kadang mereka malah hanya sekedar nongkrong, pergi ke toko buku sampai berakhir nonton satu film romantis di bioskop yang jadi bahan tawa mereka seharian.

Abbyan sebenarnya cukup menyukai cerita drama tapi Sabira lebih realistis, menurutnya cerita cinta di film tidak akan terjadi dengan sebegitu mudahnya jika berada dalam kehidupan nyata. Abbyan pun mematikan mesin mobilnya lalu mereka berdua turun dari mobil dan berjalan menuju pintu masuk dari gedung parkir. Jika pergi ke Mall, mereka biasanya pulang dulu untuk berganti pakaian dan pergi lagi sekitar satu sampai dua jam setelah pulang sekolah.

Sabira hari ini sedang ngambek, ia tidak mau diajak ke Toko Buku sebenarnya tapi Abbyan menyeretnya ke Grand Indonesia untuk pergi mencari beberapa buku pendamping untuk bahan ajar Biologi. Abbyan ingin lebih mendalami sisi Biologi dengan tujuan ia bisa mendapatkan feel yang lebih untuk menjadi seorang dokter.

“By By By By!! Abbyan!” Sabira mengerang dari belakang Abbyan, ia berhenti berjalan karena tidak bisa menyamakan langkah kaki Abbyan dan dirinya. Abbyan berbalik lalu mengejar Sabira lagi, “Apa Biaaaaa, kok ketinggalan mulu sih?”
“Kamu jalan kayak lari-lari, aku pake rok panjang nih!” Sabira menunjuk roknya yang panjang, Abbyan tertawa lalu berjalan mendekati Sabira. Ia lalu meraih tangan Sabira dan tersenyum kecil, “manja lo!”
“Biarin, abis gue punya cowok kakinya panjang panjang amat sih!” Seru Sabira ketus. Abbyan makin tertawa, “sini gue tuntun biar gak ketinggalan, kayak nenek nenek ye.. Susah jalannya.”
Sabira langsung cemberut dan melepaskan genggaman Abbyan, "ih Abyyyy! Kalo gak niat gandeng Bia gak usah sok sok gitu deh lo!"
"Duh ngambek mulu sih elu, Bi! Kenapa sih sayaaaaang?" Abbyan menaruh kedua telapak tangannya di pipi gadis tersebut. Jantung Sabira berdegup lebih kencang dari sebelumnya, padahal mereka sudah pacaran beberapa tahun belakangan ini tapi Abbyan selalu berhasil membuatnya jatuh cinta berulang ulang kali.

"Jangan jalan cepet cepet, bisa? Kaki kamu tuh jauh lebih panjang daripada aku, sadar diri dong.."
"Iya, bawel!" Abbyan tertawa kecil lalu berkata, "aku gak akan ninggalin kamu kok.." Tangan Abbyan bergerak meraih tangan Sabira lalu menggenggamnya. "Tapi kamu juga harus janji kamu gak akan ninggalin aku, oke?"

Sabira tersenyum lalu mengangguk, "iya, aku janji."

***

Sam melajukan mobil Nissan Juke hitamnya melintasi jalanan Jatinangor menuju Bandung dengan perlahan, tidak terlalu terburu-buru seperti biasanya. Jalanan Jatinangor malam Sabtu cukup ramai walau tidak seperti perkiraannya, padahal ia berharap terjebak kemacetan dalam arah menuju Bandung. Ia tersenyum sumeringah setiap kali melirik ke arah kirinya. Seorang gadis yang baru ia kenal kurang dari satu minggu ini benar-benar menyita perhatiannya.

Kegiatan studi  banding mahasiswa kedokteran memang penuh setiap hari, namun hanya  berlangsung mulai jam 7 sampai jam 5.45 sore sehingga pada malam hari biasanya mereka jalan jalan ke daerah Bandung. Tapi ada juga yang memilih untuk tinggal di asrama dan beristirahat. Apalagi mereka yang kebagian jadwal untuk pergi ke kampung kampung pada keesokan harinya.

Di tengah lagu Let Me Love You dari DJ Snake featuring Justin Bieber yang diputarkan oleh radio malam ini, Sabira berdehem, "aku mau cerita dong soal masa kecilku. Sam mau denger gak?" Tanya Sabira lalu diikuti anggukan Sam. Gadis itu pun mulai bercerita dan Sam berusaha berkonsentrasi dengan jalanan walau sesekali ia terus mencuri pandang pada Sabira.

Sam sudah sering mendengar siaran Sabira. Gadis ini mempunyai suara yang cukup khas, agak berat namun terdengar manis. Tawanya selalu terdengar renyah dan setiap kata yang ia ucapkan akan meninggalkan bekas yang mendalam di benak Sam. Untuk beberapa saat semenjak ia menemukan Sabira dari saluran radio tersebut, Sam bisa melupakan suara cewek masa lalunya.

Selama ini Sam hanya berkutat dengan masa lalunya dan mencoba menikmati hidupnya tanpa menyentuh cinta. Dia sudah tidak lagi mencintai gadis dari masa lalunya, tapi dia terlalu takut untuk memulai lagi karena dia pernah mencintai seseorang dengan cara yang salah. Ketika semua korban friendzone adalah ia yang cintanya tidak terbalaskan, menurut Sam yang menjadi korban malahan orang yang kita cintai tapi tidak bisa membalas cinta kita. Sam setiap hari mencoba mencari gadis itu untuk meluruskan hubungan mereka dan kembali bersahabat lagi, namun gadis itu hilang entah kemana dan Sabira tiba-tiba muncul di kehidupannya.

Sabira cantik walau tidak secantik gadis dari masa lalunya. Rambut Sabira ia potong pendek dan pakaian Sabira tidak pernah macam macam -mungkin juga karena ia adalah seorang mahasiswa fakultas kedokteran sehingga pakaiannya akan selalu rapi. Wawasan Sabira dalam berbicara cukup luas karena ia juga seorang penyiar. Apa lagi yang Sam cari? 

Ketika gadis itu jatuh ke tangannya di hari pertama pembukaan acara fakultas kedokteran, Sam sudah merasakan getaran yang cukup dahsyat untuk diartikan sebagai suatu ketertarikan antara pria dan wanita. Lagian sudah lama juga Sam tidak bertemu dengan gadis lain karena sibuk dengan kehidupannya. 

Namun masalahnya adalah Sabira juga masih terjebak dalam kesalahannya. Ia juga tidak akan mungkin memulai sesuatu jika belum benar-benar mengakhiri masa lalunya.

Tiba-tiba handphone Sabira berdering. Gadis itu meliriknya lalu mendengus pelan. Sam pikir Sabira akan menerima panggilan tersebut sehingga ia pun mematikan radionya namun gadis itu malah kembali berceloteh dan tidak menghiraukan panggilan tersebut. Beberapa saat kemudian handphone Sabira berdering lagi. Sabira menghela napas lalu mengangkatnya.

"Apa sih, Rey?" Tanyanya ketus, cukup ketus -malah terlewat sangat ketus untuk Sabira yang Sam pikir akan sangat lembut dan ramah pada semua orang.
Samar samar Sam bisa mendengar suara dari sebrang telpon, "aku cari kamu kemana mana, katanya kamu malah ke Bandung."
"So what? Aku kan bilang kita udah putus, kenapa masih bisa cari cari aku?"
"Dan aku kan juga bilang, aku tuh masih sayang sama kamu! Aku gak terima kamu putusin gitu aja, aku yakin bisa pacaran lebih dari 3 bulan sama kamu!"
"Rey.. Reyhan!" Sabira agak membentak, "you should have known kalo yang bikin aku gak betah sama kamu adalah kamu yang selingkuh! Kamu yang jadiin aku pilihan sama cewek lain, I've asked you to choose, lho. You have your choice tapi kamu gak bisa milih dan mengutarakannya. So I'm done with you."
"But still.. Itu cuman tes aja dari aku, seperti yang kamu tahu.. Karena rumornya kamu gak bisa pacaran lebih dari 3 bulan, aku mau ngetes kamu apakah kamu beneran sayang sama aku-"
"Cinta gak bisa dites tes kayak gitu, Rey. Lagian I can't love you any longer."
"Is it because of that guy?"
Sabira mengerutkan dahinya, "what do you mean?"
"Abbyan.. Anak kedokteran UNSOED itu.. Aku tahu semua tentang dia, walau kamu gak pernah kasih tau aku."
"There's nothing..." Sabira menghela napas, "ever ever ever will be works between us, so please.. Leave."
"Tapi, Bia-"
Sabira menghela napas, "don't you dare to call me Bia, goodbye."

Sabira menghentikan panggilan tersebut dan langsung mengacak acak rambutnya sambil menghela napas. Kesal, ia kesal bukan main. Kenapa Rey begitu memaksa dirinya untuk berada di kehidupan Bia? Memangnya tidak ada cewek lain?"

Setelah beberapa saat akhirnya Sam berani membuka suara. Ia berdehem kecil, "itu mantan kamu?"
Sabira mengangguk kecil.
"Kamu.. Emang gak bisa pacaran lebih dari 3 bulan?"
Sabira mengerutkan dahinya lalu menoleh menatap Sam. Tatapannya begitu tajam. Sam bergidik ngeri, "ih kenapa kamu, Sabira?!"
"Iya, aku gak bisa pacaran lebih dari 3 bulan kalo aku gak bener bener sayang sama cowok itu."
"Jadi kamu gak sayang sama... Siapa namanya?"
"Rey." Sabira menghela napas kesal.
Sam mengangguk angguk, "iya, Rey.. Jadi kamu gak sayang sama Rey?"
"Justru dari semua mantanku, Rey yang menurutku paling prospektif buat menggantikan posisi Abbyan. But somehow, dia gak mencintaiku dengan tepat. Bisa bisanya dia minta aku tetap stay padahal dia main belakang dengan cewek cewek lain. Kenapa dia memaksa orang untuk tetap bersama dia padahal dia sendiri menyakiti orang tersebut? Kamu gak kaya gitu kan, Sam?"

Sam menarik napas cukup panjang, ia tidak menjawab apapun.
"Dia datang ke aku, ngumbar ngumbar cinta. Aku cewek, aku suka dicintai. So I've  tried my best buat mencintai dia juga. Tapi usahaku gak sebanding sama apa yang dia kasih, dia malah selingkuh sama gak tau deh cewek mana yang dia deketin.. Tapi setelah aku putusin, dia koar koar sebagai korban. Lho? Aku bukannya korban juga?"
Sam terus mengemudikan mobilnya tanpa bicara apa apa.
"Aku harap kamu bukan cowok yang seperti itu, Sam.."

"Kenapa..." Sam menoleh, "kenapa kalo saya cowok yang seperti itu?"
"Hmm, gak tahu aja.. Aku cuman berharap-"
"Saya sama kayak Rey sebenarnya dan saya gak sempat minta maaf sama cewek itu."
Sabira menggeleng, "no way.. Gak mungkin kan kita terjebak di-"
"Saya mencintai dia, sehingga saya berusaha keras untuk menjadikan dia milik saya tanpa sadar saya telah melukai hatinya. Miris banget, deh. Makanya saya takut jatuh cinta lagi."
"Kamu takut kan mencintai seseorang karena kamu pernah mencintai dengan cara yang salah?"

Sam mengangguk kecil, "ya gitu deh, tapi kalo kamu kan lari jadi ganti-ganti cowok.. Kalo saya, saya gak bisa.. Dengan begitu perasaan bersalah saya makin menumpuk. Saya udah gak ada hasrat ingin miliki dia, saya cuman pengen dia dan saya balik bersahabat lagi.."
"Friendzone?" Sabira tertawa kecil.
"Semacam itulah.." Jawab Sam malu-malu.
"Aku udah bertekad untuk berubah waktu pacaran sama Rey, tapi ternyata gak bisa seperti itu. Apalagi sekarang.. Dia balik lagi dan aku gak tahu gimana cara bicara lagi sama dia. Kayak.. Kami tuh biasanya bicara, tapi sekarang aja aku udah lupa suaranya.."
"Menurut saya bukan sepenuhnya salah kamu lho.." 
Sabira menaikkan kedua alisnya, "maksud kamu?"
"Ya iya.." Sam menyalakan kembali radionya, "kamu meninggalkan Abbyan begitu saja karena kamu juga udah mencoba untuk memperbaiki dia kan? Lagian alasan kamu cukup logis sebenarnya; gimana dia bisa mencintai kamu seutuhnya kalo dia aja gak bisa mencintai dirinya sendiri?"

"Hmm.. Makanya aku takut.."
"Apa kamu takut untuk mulai lagi, Bi?"
Sabira mengangguk kecil, "iyalah.. Kalo kamu emangnya enggak?"
"Saya juga..." Sam terdiam lalu menoleh, "tapi semenjak ketemu kamu beda, Bi. Mungkin karena kita ada di zona yang sama, antara impas dan gak impas dengan masa lalu kita. Saya merasa... Seperti ada harapan untuk kembali jatuh cinta..."



Sabira terdiam, ia hanya menjawab tatapan mata Sam dengan senyum kecilnya. Untuk pertama kalinya perasaan yang Abbyan pernah berikan muncul kembali. Detak jantung yang begitu kencang dengan irama yang tidak karuan..

Bisa jadi ia akan jatuh cinta pada pria di hadapannya.

***

Beberapa hari kemudian...

Pagi ini seluruh anggota acara studi banding mahasiswa fakultas Kedokteran se-Indonesia di ajak untuk pergi ke daerah daerah pinggiran Bandung untuk meneliti lingkungan dan mengadakan acara kerja bakti. Sabira sudah beberapa hari ini menghindari Abbyan karena pertemuan terakhirnya dengan Abbyan sangat dingin sekali. Ia merasa mungkin Abbyan butuh waktu dan Sabira sendiri masih ragu antara harus bersikap biasa saja atau langsung meminta maaf pada Abbyan.

Sabira sangat berharap untuk tidak bertemu Abbyan di acara kerja bakti seperti ini karena Sabira tahu, Abbyan tidak terlalu suka dengan hal hal seperti ini. Sabira tidak ingin membuat Abbyan merasa tidak nyaman. Cukup, sudah cukup. Sabira saja yang menanggung rasa tidak enakan ini.

Namun ternyata hari ini adalah hari sial Sabira. Semua ketua tim dari masing-masing universitas harus berada di satu bus yang sama dan entah bagaimana alam merencanakannya, Universitas Indonesia yang berada di Depok harus bersanding dengan Universitas Jendral Soedirman dari Purwokerto.

Sabira melangkah lunglai menuju busnya sementara Karen dan Arul malah tertawa. Mereka akhirnya tahu bahwa Abbyan adalah mantan Sabira setelah tragedi Sabira pingsan di koridor asrama.

Karen tertawa terbahak, "mampus lo ketemu mantan lagi! Baru aja kemarin kemarin jalan sama calon baru..."
"Ishh Karen.." Wajah Sabira memerah. Kedua anak timnya itu sudah beberapa hari ini tidak henti hentinya menggoda Sabira sejak melihat Sam menjemput Sabira untuk pergi makan malam.
"Kalo menurut gue sih prospeknya ada di Aby.." Ujar Arul. "Maksud gue gini deh, elo berdua sama-sama dokter gitu.. Asik kan?"
"Asik apaan, orang ke gue kayak gak kenal gitu!"
Karen menggeleng, "no! Gue lebih setuju sama Sam! Lagian ngapain sih balikan? Udah tutup buku juga kan?"
"Duuuh terserah lo pada deh!" Seru Sabira. "Kita bertiga kan pisah tempat, baik baik ya lo semua. Please inget, kita bawa nama Universitas Indonesia.."
"Siap Bu!" Mereka berdua memberi hormat kepada Sabira lalu tertawa bersama.

Setelah itu mereka bertiga berpisah dan dari kejauhan, Sabira sudah melihat Abbyan duduk di bangku dekat dengan jendela. Ia meringis agak kesal, ia tidak pernah suka duduk dekat jalan. Tiba-tiba Sam sudah berjalan disampingnya dan membawa dua kotak susu coklat. Ia menyodorkannya pada Sabira tanpa bicara apa apa.

Sabira tertawa kecil, "duh gue kok dipepet terus tiap hari gini yaa.."
"Hahaha, saya gak mau kecolongan, Bi." Ujar Sam terang terangan. Wajah Sabira sontak memerah, padahal ia hanya melontarkan candaan pada Sam.
"Aku duduk sebelahan sama Aby.."
"Saya tahu.." Jawab Sam santai.
Sabira menghentikan langkahnya lalu menoleh, "jangan-jangan kamu..." Sam pun ikut berhenti lalu tertawa. Ia mengusap usap kepala Sabira lalu berkata, "saya satu bus sama Karen yaa.. Good luck, Bia."

***

Duduk di sebelah mantan yang sudah meninggalkanmu tanpa alasan dan menghilang selama dua tahun sudah bagaikan berada di antara pintu neraka dan surga bagi Abbyan. Pasalnya, ia tidak tahu harus melakukan apa. Apakah dia harus baik-baik saja dengan Sabira? Apakah dia harus menanyakan kabar Sabira? Kenapa gadis ini diam saja? Kenapa dia tidak bicara apa apa?

Sudah hampir satu jam dan mereka berdua diam satu sama lain. Padahal orang orang yang lain sudah ribut dengan paangan tempat duduk masing-masing. Abbyan merasakan kesialan yang luar biasa. Ia sangat rindu sampai-sampai memeras jemarinya sendiri untuk menahan diri supaya tidak menyentuh Sabira.

Namun Sabira sedari tadi tidak sekalipun menoleh pada Abbyan. Dirinya cukup gengsi, kenapa Abbyan tidak mencoba memakinya saja? Supaya ia bisa mengatakan semuanya dan meminta maaf. Kenapa Abbyan diam saja? Apa setelah satu tahun ia mencoba mencari Sabira dan tidak ada hasil apa apa, ia memutuskan untuk melupakan Sabira begitu saja? Apakah Abbyan melupakannya semudah itu?

Mereka berdua saling menghela napas dan ketika sadar melakukan hal yang sama, baik Abbyan dan Sabira langsung bergumam, "apaan sih."

Gengsi mereka mengalahkan rasa rindu.

***

Jakarta, Agustus 2014

Abbyan rela berangkat sehari sebelum ospeknya dimulai demi bertemu dengan Sabira. Ia telah mencari Sabira beberapa minggu terakhir namun tidak ada kabar sama sekali. Semua social media dan messanger Abbyan di blokir oleh Sabira. Abbyan mencoba menelpon ataupun mengirim SMS tapi selalu gagal. Ketika Abbyan ke rumah Sabira, baik pembantunya ataupun Kila akan berdalih bahwa Sabira sedang pergi ke tempat les atau membantu Bunda di apotek. Tapi tidak ada tanda-tanda kehadiran Sabira di tempat lesnya. Bahkan ketika Abbyan pergi ke apotek milik keluarga Sabira yang dulu sempat menyatu dengan rumahnya pun Sabira tidak ada di sana.

Sabira menghilang dimulai dari saat pengumuman SNMPTN dan dia tidak lolos. Abbyan pikir, gadis itu hanya butuh waktu untuk belajar menuju SBMPTN nya karena ia tahu Sabira tidak akan bisa menjadi seorang dokter jika ia tidak masuk perguruan negeri. Orang tuanya tidak akan mau membiayai Sabira untuk berkuliah di perguruan tinggi swasta mengingat Mas Majid juga tidak pernah memberi kabar kepada orang tuanya lagi. Namun Bundanya sudah berjanji jika Sabira bisa masuk ke Universitas Indonesia, Bunda akan membiayai Sabira walaupun Ayahnya tetap saja menentang.

Orang tua Sabira pada awalnya sangat marah pada Mas Majid apalagi Ayahnya. Namun belakangan ketika Mas Majid tidak kunjung pulang ke rumah, Ayahnya yang mulai sakit sakitan pun mencari dan mencari. Fokus keluarga ini pun terpecah di antara mengurusi apotek, Ayah yang sakit dan mencari Mas Majid. Sabira tidak terlalu diperhatikan, namun ia harus memperhatikan semua orang. Apalagi Kila, adiknya yang masih SMP. Walaupun jalan Kila masih panjang, tapi Sabira lah yang bertanggung jawab atas pendidikan dan karakter adiknya karena Bunda sangat sibuk mengurusi apotek mereka.

Beberapa bulan sebelum UN diadakan, Abbyan bisa merasakan kegelisahan Sabira. Sabira jadi lebih pendiam dan tidak banyak menuntut. Ia lebih sering pergi  belajar bersama Abbyan atau benar benar hilang tanpa kabar. Tapi setiap paginya mereka akan berangkat bersama karena Abbyan akan terus menunggu di depan rumahnya.

Namun hari ini Abbyan harus bertemu dengan Sabira sebelum keretanya menuju Purwokerto berangkat pukul 2 siang. Abbyan sudah menitipkan pesan kepada semua teman teman, keluarga bahkan guru les Sabira untuk meminta Sabira datang ke stasiun Gambir.

Jam tangan Abbyan menunjukkan sudah pukul 1 siang. Abbyan duduk di salah satu kursi tunggu dengan dua koper yang cukup besar dan ransel yang ia kenakan. Ia mencoba menghubungi Kila tapi tidak diangkat juga. Ia tahu Sabira pasti sedang stress karena besok adalah pengumuman ujian masuk mandiri di Universitas Indonesia atau yang lebih dikenal SIMAK UI. Abbyan tahu segala kegiatan Sabira beberapa bulan belakangan ini hanya dari Kila, Nath dan Adel. Tanpa mereka, Abbyan benar benar buta informasi tentang pacarnya.

Ketika sedang menunggu, Abbyan terus mengucapkan nama Sabira. Sabira. Sabira dan Sabira. Entah mengapa dari kejauhan ia melihat seorang gadis dengan tank top putih, jeans biru dan rambut hitam yang tergerai berjalan ke arahnya. Matanya terlihat sembab dan pipinya sangat merah.

Abbyan langsung  berdiri ketika mendapati gadis itu adalah seseorang yang ia tunggu tunggu selama ini, Ashadiya Sabira Pane.

"Bia... Bi, Bia.. Kamu apa kabar, sayang? Kamu baik baik aja? Kenapa gak ada kabar sama sekali? Aku udah bilang kan aku keterima di FK Unsoed.. Keluargaku bangga banget dan ingin berterima kasih sama kamu. Makasih ya sayang, aku pasti bisa jadi dokter dan kamu pun begitu..." Abbyan langsung memeluk gadis itu seerat mungkin. Ia begitu merindukan Sabira.

Namun.. Kenapa tidak membalas pelukannya?



"Aby.. Bia mau putus aja."



Mata Abbyan membelalak. Ia melepaskan pelukannya. Gadis itu mulai menangis, "aku mau putus aja..."



***

Ketika mulai memasuki daerah berupa tanjakan, Sabira langsung gemetaran. Ia tidak pernah suka ketinggian. Pernah terjatuh dari pohon ketika SD membuatnya sangat trauma dengan segala hal yang berbau ketinggian. Sementara itu Abbyan yang sedari tadi melamun langsung menoleh ke arah Sabira saat menyadari jalanan semakin menanjak.

Entah setan apa yang merasuki Abbyan namun cowok itu meraih tangan Sabira lalu menggenggamnya. Ia pun berkata, "jangan takut, Bia.. Ada Aby disini.."


To be continued....

Tidak ada komentar:

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.