[FLASH FICTION] Kamu Harus Jujur

"Siapa yang tahu masa depan?" 

Winie menarik dirinya jauh jauh dari ruang siaran sambil membawa kertas berisi jadwal siaran seminggu ke depan. Ia mencoba menahan air matanya yang sudah menggenang sedari tadI. Ia pun berjalan menuju tangga dekat musholla dan langsung terduduk. Tangisnya pun pecah seiring lagu Intuisi dari Yura Yunita mengalun di speaker kampus.

"Ayo kamu pulang.."

Suara itu terdengar begitu dekat, sangat keras hingga Winie tak perlu menerka nerka siapa pemiliknya. Ia mengedipkan matanya dan seakan-akan segala hal kembali lagi di hadapannya. Mata itu, suara itu, geraknya, aromanya...

"Win, minta rundown dong. Udah dicariin Serafine, nih." Ujar Jheva dari depan pintu kantin. Winie hanya melihat selintas lalu kembali menunduk dalam diam. "Jhev, gak mood nih."
"Lho? Kenapa?" Tanya Jheva heran. "Eh, lo nangis?" Lanjutnya saat menoleh dan melihat mata Winie yang berkaca-kaca.
"Gimana kalo orang yang selama ini hilang dari hidup lo tiba-tiba muncul lagi?" Tanya Winie sembari menyodorkan kertas pada Jheva. Cowok itu memperhatikan Winie dengan saksama lalu tersenyum, "kalo lo udah gak ada perasaan sama dia, kenapa harus panik? Thank you, ya! Gue masuk lagi mau briefing sama Kak Joana."

"Aku gak bisa sama kamu.. Kita gak akan berhasil."

Winie tahu apa yang ia lakukan hari ini benar benar konyol dan tidak profesional; tiba tiba keluar dari ruang radio, meninggalkan segala pekerjaan dan menangis di tangga kampus seperti hari ini. Dia tidak seharusnya membuat keadaan sekomplikasi ini bahkan setelah beberapa bulan perpisahan mereka.

Gadis itu memang sudah memaafkan kesatria yang mengambil hatinya lalu mematahkannya. Tapi ia belum siap untuk bertemu atau bahkan sekedar menyapa. Hatinya masih patah dan kecewa. Ia tidak terima melihat dirinya hancur namun kesatria itu tampak baik baik saja.

"Aku tahu kamu gak baik-baik aja..."

Winie mengangguk sambil menangis. Iya, dia tidak baik-baik saja. Dia berbohong pada dirinya sendiri. Dia tidak siap menghadapi cowok itu di ruangan yang sama dan harus bicara baik baik. Dia tidak bisa membuat keadaan nyaman dan hangat seperti saat pertama kali mereka bertemu. Ia tahu ia seharusnya tidak begitu, tapi bagaimana caranya ia bisa baik-baik saja jika sebenarnya ia tidak bisa menerima keadaan yang ada?

Beberapa saat kemudian seorang cowok duduk di sampingnya dengan baju seragam yang sama dengan yang Winie kenakan. Cowok itu berdehem lalu berkata, "maaf ngagetin kamu tiba-tiba siarannya sama kamu.."

Winie terdiam, ia langsung menutup wajahnya dan menangis. Ia tidak menyangka cowok itu akan menghampirinya sampai keluar ruangan. Cowok itu tidak menatap wajah Winie namun ia berbisik, "am I hurt you so much?"

Winie mengangguk kecil, "maaf pura-pura baik-baik aja.. Bukan kamu yang salah."
"Kamu gak harus bohong, kamu bisa ngasih tau apapun sama aku.."
"Aku gak bisa.."
"Justru gimana kamu bisa lupain aku kalo kamu terus bohongin diri kamu? Kamu harus jujur. Aku gak mau lihat kamu gini terus. Aku gak mau kita terus terusan diem-dieman gini. Maafin aku, tapi ini emang yang terbaik buat kita."

Gadis itu tetap diam sampai cowok itu menoleh dan berkata, "kamu ngomong sama aku.. Kamu kenapa?"

"Aku kangen sama kamu, Rizky." Suara Winie terdengar begitu lirih, belum sempat cowok itu menjawabnya, Winie sudah membuka mulutnya lagi, "Apakah itu terlalu egois?"




Lebih baik kamu sakit karena kebenaran atau kamu berusaha baik-baik saja di atas kebohongan?



Jakarta, November 23rd 2016
Untuk beberapa hati yang harusnya baik-baik saja setelah berpisah,
tapi saking sakitnya,
tidak ada kata baik-baik saja dalam kamusnya.

Tidak ada komentar:

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.