[FLASH FICTION] Setengah Hati
Sop durian yang ada di hadapan Serafine baru ia makan beberapa sendok. Lidahnya tidak merasakan kebahagiaan seperti biasanya. Tangannya hanya sibuk menari nari di atas layar handphonenya sambil sesekali mengangkat dahunya dan meratapi hujan. Jakarta di bulan November bukanlah hal favoritnya; tidak pernah tertebak layaknya permainan kartu tanpa pola. Bisa berubah-ubah sesuai kehendak pemainnya.
Sore ini hujan lagi dan Serafine tahu itu bukan bertanda baik. Cowok itu akan kembali mengulur waktu untuk mengantarkan script radio yag harus mereka ulas bersama. Berkali-kali Serafine mencoba menghubunginya, namun nihil. Tidak ada tanda tanda kehidupan. Untungnya Serafine punya wakil yang sangat bisa ia andalkan, jadi ketika cowok itu tidak membalas pesannya, Serafine akan meminta Joshua yang mengubunginya.
Bukan salah cowok itu jika ia memilih untuk menjauh dan meninggalkan Serafine, bahkan itu haknya sebagai orang yang tersakiti. Serafine sudah mencoba mengerti perasaan kecewa cowok itu, tapi bukan kehendak Serafine jika semua orang memilihnya daripada cowok itu.
Serafine memang tidak pernah mau menjadi Presiden dari club radio di kampusnya dan ia tahu betul betapa cowok itu menginginkan posisi tersebut. Serafine selalu berusaha mendukungnya karena ia begitu menyayangi cowok itu. Namun tidak ada yang pernah tahu apa yang terjadi kedepannya, seisi kabinet malah menunjuk Serafine untuk maju. Awalnya mereka hanya sebatas renggang, namun setelah Serafine dinobatkan menjadi Presiden Club dan pemenang suara terbanyak kedua otomatis menjadi wakilnya, cowok itu menghilang begitu saja.
Serafine tahu cowok itu berhak kecewa. Tapi tiga bulan tidak bicara, apa sebenarnya yang ia inginkan?
Beberapa saat kemudian pintu cafe dekat kampus Serafine terbuka. Cowok dengan jaket hitam dan berbehel karet biru menghampirinya. Seperti minggu minggu sebelumnya, cowok itu harus duduk satu setengah jam untuk briefing acara dengan Serafine karena cowok ini adalah koordinator divisi program yang harus melaporkan pekerjaannya pada Presiden Club.
"Gue udah lihat kiriman lo di grup, emang kenapa sama isi acara gue? Itu kan program unggulan, makanya gue taruh di prime time." Sahut cowok itu dengan suara agak kesal.
"Lo kenapa?" Tanya Serafine tanpa menghiraukan omongan cowok itu.
Cowok itu akhirnya mengangkat kepalanya, "gue gakpapa."
"Lo bohong sama gue, Nazry.. Masa kita yang deket banget jadi berubah super awkward gini cuma gara gara elo gak jadi Preside-"
"Ini bukan cuma, Serafine. Bukan cuma. Gimana perasaan lo kalo elo yang berjuang tapi orang lain yang ngedapetinnya? Apalagi temen baik lo sendiri?"
"Tapi... Maafin gue Zry.. Gue gak bisa apa apa.. Kan ini bukan kehendak gue, Zry..." Jawab Serafine dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. "Lo bilang lo cinta radio, seharusnya jabatan gak menjadi sesuatu penghalang dong... Bukannya kita akan berusaha untuk sesuatu yang benar benar kita sukai?"
"Tapi gimana kalo apa yang kita usahakan malah menghasilkan sesuatu yang tidak kita harapkan?"
Serafine menghela napas, "lalu kenapa lo gak mundur? Gue udah tanya dari awal ya, Zry. Kalo ada yang gak mau, gak usah melanjutkan."
"Gue cinta sama radio, tapi ketika apa yang gue dapat gak sesuai sama apa yang gue mau, apa gue gak boleh ngerasa kecewa?"
"Tapi itu mempengaruhi kinerja lo, Zry.. Kenapa lo tetap stay kalo lo gak mau?"
"Gue stay disini karena gue mau tetep sama elo, Ser!" Bentak Nazry dengan suara bergetar.
"Kalo lo mau sama gue, kenapa lo begini?"
"Gue tanya sama lo, gimana caranya elo bisa bertahan ketika elo sayang sama orang yang telah mematahkan harapan elo?" Tanya Nazry sembari menggenggam tangan kiri Serafine.
Serafine tersentak kaget. Jadi selama ini Nazry juga memiliki perasaan yang sama untuknya? Serafine selama ini terus bertanya tanya, namun akhirnya ia menemukan jawabannya juga. Nazry juga ternyata memiliki rasa yang sama dengannya. Nazry bahkan mengorbankan perasaannya untuk bertahan padahal ia kecewa pada apa yang ia dapatkan.
Nazry.. Oh Nazry..
Di satu sisi Serafine merasa ia yang bersalah, namun disisi lain Nazry juga tidak bisa dibela karena ia tidak memperjelas apapun selama ini. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Profesional atau memikirkan hati?
"Kalo lo cinta, lo gak akan setengah hati begini."
Sore ini hujan lagi dan Serafine tahu itu bukan bertanda baik. Cowok itu akan kembali mengulur waktu untuk mengantarkan script radio yag harus mereka ulas bersama. Berkali-kali Serafine mencoba menghubunginya, namun nihil. Tidak ada tanda tanda kehidupan. Untungnya Serafine punya wakil yang sangat bisa ia andalkan, jadi ketika cowok itu tidak membalas pesannya, Serafine akan meminta Joshua yang mengubunginya.
Bukan salah cowok itu jika ia memilih untuk menjauh dan meninggalkan Serafine, bahkan itu haknya sebagai orang yang tersakiti. Serafine sudah mencoba mengerti perasaan kecewa cowok itu, tapi bukan kehendak Serafine jika semua orang memilihnya daripada cowok itu.
Serafine memang tidak pernah mau menjadi Presiden dari club radio di kampusnya dan ia tahu betul betapa cowok itu menginginkan posisi tersebut. Serafine selalu berusaha mendukungnya karena ia begitu menyayangi cowok itu. Namun tidak ada yang pernah tahu apa yang terjadi kedepannya, seisi kabinet malah menunjuk Serafine untuk maju. Awalnya mereka hanya sebatas renggang, namun setelah Serafine dinobatkan menjadi Presiden Club dan pemenang suara terbanyak kedua otomatis menjadi wakilnya, cowok itu menghilang begitu saja.
Serafine tahu cowok itu berhak kecewa. Tapi tiga bulan tidak bicara, apa sebenarnya yang ia inginkan?
Beberapa saat kemudian pintu cafe dekat kampus Serafine terbuka. Cowok dengan jaket hitam dan berbehel karet biru menghampirinya. Seperti minggu minggu sebelumnya, cowok itu harus duduk satu setengah jam untuk briefing acara dengan Serafine karena cowok ini adalah koordinator divisi program yang harus melaporkan pekerjaannya pada Presiden Club.
"Gue udah lihat kiriman lo di grup, emang kenapa sama isi acara gue? Itu kan program unggulan, makanya gue taruh di prime time." Sahut cowok itu dengan suara agak kesal.
"Lo kenapa?" Tanya Serafine tanpa menghiraukan omongan cowok itu.
Cowok itu akhirnya mengangkat kepalanya, "gue gakpapa."
"Lo bohong sama gue, Nazry.. Masa kita yang deket banget jadi berubah super awkward gini cuma gara gara elo gak jadi Preside-"
"Ini bukan cuma, Serafine. Bukan cuma. Gimana perasaan lo kalo elo yang berjuang tapi orang lain yang ngedapetinnya? Apalagi temen baik lo sendiri?"
"Tapi... Maafin gue Zry.. Gue gak bisa apa apa.. Kan ini bukan kehendak gue, Zry..." Jawab Serafine dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. "Lo bilang lo cinta radio, seharusnya jabatan gak menjadi sesuatu penghalang dong... Bukannya kita akan berusaha untuk sesuatu yang benar benar kita sukai?"
"Tapi gimana kalo apa yang kita usahakan malah menghasilkan sesuatu yang tidak kita harapkan?"
Serafine menghela napas, "lalu kenapa lo gak mundur? Gue udah tanya dari awal ya, Zry. Kalo ada yang gak mau, gak usah melanjutkan."
"Gue cinta sama radio, tapi ketika apa yang gue dapat gak sesuai sama apa yang gue mau, apa gue gak boleh ngerasa kecewa?"
"Tapi itu mempengaruhi kinerja lo, Zry.. Kenapa lo tetap stay kalo lo gak mau?"
"Gue stay disini karena gue mau tetep sama elo, Ser!" Bentak Nazry dengan suara bergetar.
"Kalo lo mau sama gue, kenapa lo begini?"
"Gue tanya sama lo, gimana caranya elo bisa bertahan ketika elo sayang sama orang yang telah mematahkan harapan elo?" Tanya Nazry sembari menggenggam tangan kiri Serafine.
Serafine tersentak kaget. Jadi selama ini Nazry juga memiliki perasaan yang sama untuknya? Serafine selama ini terus bertanya tanya, namun akhirnya ia menemukan jawabannya juga. Nazry juga ternyata memiliki rasa yang sama dengannya. Nazry bahkan mengorbankan perasaannya untuk bertahan padahal ia kecewa pada apa yang ia dapatkan.
Nazry.. Oh Nazry..
Di satu sisi Serafine merasa ia yang bersalah, namun disisi lain Nazry juga tidak bisa dibela karena ia tidak memperjelas apapun selama ini. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Profesional atau memikirkan hati?
"Kalo lo cinta, lo gak akan setengah hati begini."
Jakarta, November 15th 2016
Teman ya teman
Kerjaan ya kerjaan
Sakit hati pun ya tetap harus kerja
Masalah hati ya belakangan;)
Tidak ada komentar:
Leave me some comment! Thank you, guys:}