Obrolan Pagi Tentang Mereka yang Pergi
Jakarta, 26 Oktober 2017
Family Mart Apartment Sudirman Park
Suatu pagi yang cerah dan menyenangkan untuk sekedar mengingatkan diri bahwa kehilangan akibat ditinggalkan mungkin jauh lebih baik daripada meninggalkan.
Meski hal yang paling gue percaya hingga saat ini adalah tidak ada pertemuan yang sia sia, seperti juga tidak ada perpisahan yang tidak memiliki makna. Hanya saja gak semua orang bisa menerima perpisahan itu dengan dewasa: mungkin gue contohnya.
Topik "meninggalkan dan ditinggalkan" bukan lagi hal yang baru untuk gue bahas disini. Di usia gue yang hampir 20 tahun, gue merasakan dua hal sekaligus dan cara gue menanggapinya pun berbeda dari sebelum sebelumnya. Tapi kali ini gue ingin mematahkan kalimat "yang ditinggalkan akan berubah lebih baik, yang meninggalkan akan menyesal." Karena gak selamanya begitu...
Justru kali ini gue sangat menyesal membuat dia pergi dan melihat beberapa orang gak lagi ada di circle kehidupan gue. Tapi satu hal yang selalu gue percaya bahwa kalo gue gak pernah kehilangan, gue gak akan belajar untuk menghargai momen lebih baik lagi dari sebelumnya.
Gue belajar bahwa ketika orang orang yang kamu anggap penting malah di ambil oleh Tuhan dari kehidupanmu, Ia akan menggantikannya dengan orang orang baru. Mungkin tidak sama, mungkin jauh berbeda, tapi Tuhan selalu tahu yang terbaik untuk kita.
Dari segala kehilangan, kehilangan kali ini paling pahit di mana dia masih berkeliaran di hidup gue, berinteraksi dengan teman teman gue tapi gue bahkan tidak mengenal dia lagi. Yang gue miliki hanya kenangan manis antara gue dan dia, kami yang bertengkar, saling mencaci, kesal, memuji, menyayangi, menjaga... Hanya kenangan yang gue miliki.
Mirisnya ketika kenangan itu berdatangan bak bintang jatuh, orang yang ada di hadapan gue bukanlah orang yang sama lagi. Dia masih dia, tapi sikapnya hingga kesehariannya tidak lagi gue kenali. Mungkin seperti dia juga melihat gue.. Gue yang sekarang seperti ini.. Mungkin masih berwujud sama, tapi cara bicara gue dan kegiatan gue gak sama lagi..
Gue tidak dewasa dalam menerima perubahan, tapi gue mengerti akan orang orang yang gak akan selalu tinggal.
Kadang gue sedih, bahkan bisa dibilang kecewa, ketika gue lihat dia memperlakukan gue masih beda dengan yang lainnya padahal gue menyetarakan dia seperti teman teman dekat gue. Tapi kadang gue merasa bersyukur. Kadang juga gue pengen lari dan nge-block semua akun dia. Tapi kadang gue malah send foto ke dia, sekedar cerita walau mungkin gak di respon.
Kedengarannya seperti desperate girl, but I couldn't deny, I really hope he will stay, but his arms left mine and we're not in the same track anymore.
Untuk gue pribadi, menerima kebiasaan yang gak lagi jadi biasa di saat gue dituntut harus bisa biasa aja adalah bagian paling sulit dari perpisahan ini. Kadang gue berpikir harusnya gue saja yang menyudahi, tapi tololnya di lain hari gue bersyukur dia duluan yang pergi supaya gue gak ngerasa menyesal sama sekali.
Mereka bilang kalo gue sibuk gue akan lupa. Yes, it works. Tapi kadang dia mampir di mimpi gue, dia melakukan sesuatu yang bikin gue mikir "shit, we shouldn't be like this kali" atau dia bikin gue mikir "ya ampun how lucky I am to be here kalo gak ada dia gak tau kali gimana gue."
Seharusnya gue sudah terbiasa dengan perpisahan, tapi yang kali ini harus diapakan ya?
Gue benci, sebenci itu sama dia, sampe gak bisa benci lagi.
Kenapa kamu harus datang, singgah begitu lama dan pergi?
Pertanyaan klasik itu terus gue lontarkan bak anak kecil bertanya kenapa langit Biru dan kenapa koala gak tinggal aja di laut...
Jawaban multak, jawaban yang teoritis, jawaban yang gak bisa diganggu gugat. If he wants you, he will fight for you.
kak Titi, kenapa sangat ngena?:')
BalasHapusSemangat ya?;)
Hapus