Overlook episode 11
"Belajarlah membedakan; rindu dan being nice."
***
SEBELUMNYA DI OVERLOOK: If you could turn back the time, what would you do?
Kalo kalian sudah aku biasakan mendengar cerita dari perspektif Lana, ada baiknya mulai sekarang akan aku perkenalkan kalian dari perspektif Gibran. Karena teman teman sejujurnya gak enak hidup dalam keadaan kamu menebak nebak isi hati orang lain, apalagi mereka yang sebenarnya belum bisa jujur atas keinginan hati sendiri.
Selamat membaca the entire of story!;)
Selamat membaca the entire of story!;)
***
1. Who Are You - Fifth Harmony
GIBRAN PUTRA RAYYA
Gue gak pernah suka hujan.
Meski Lana berkali-kali bilang kalo hujan itu romantis,
tapi tetap aja buat gue itu cheesy.
Persetan dengan dia yang bisa senyum senyum sendiri sambil mengadahkan tangan
di tengah gerimis tapi gue bukanlah satu di antara pria yang mencintai hujan.
Walau yang lo harus tahu adalah gue akan selalu jadi pria paling romantis untuk
Lana –setidaknya begitu sampai akhirnya dia ketemu sama pria yang seagama
dengan dia dan tentu saja lebih baik dari gue. Tapi tunggu dulu, siapa yang
bisa lebih baik untuk dicintai Lana daripada Gibran Putra Rayya? I bet no one can beat
me.
Huh, ngapain lagi pagi pagi ngomongin orang sombong itu?
Lana hilang sepanjang akhir pekan kemarin. Tidak ada
satupun pesan yang dia kirim dan namanya tidak lagi ada di urutan paling atas insta story gue.
Bagi pengguna Instagram pasti tahu mitos hitungan alogaritma (walau gue sendiri
gak tahu sih kebenarannya, tapi gue percaya Ester) yang mengatakan bahwa akun
akun di urutan teratas dari daftar orang yang melihat insta story kita
adalah mereka yang paling sering melihat update-an kita. Lucunya
nama itu masih dipegang oleh Revina Lana Allezia Wijaya sampai dua hari
terakhir ia hilang dari peradaban.
Gue berusaha untuk tidak memikirkan kemana perginya
perempuan itu beberapa hari ini. Maksud gue, Lana sudah cukup dewasa untuk
menentukan pilihan, kan? Seperti ketika pada akhirnya gue menemukan cewek itu
mengunggah sebuah video di insta story dengan latar restoran padang kesukaan
kami dan juga cowok lain. It was ours, pada masanya, sebelum
akhirnya berpisah. Padahal gue suka banget makan sate padang bareng dia, tapi
semenjak pisah dan gue sering menemukan dia mencari gue kesana, gue berhenti
makan sate padang lagi. Gue hanya tidak ingin terus menerus membuat dia ingat
gue, karena melupakan dia juga butuh waktu untuk gue... Oke, gue mulai
kedengeran desperate guy yang masih memperhatikan mantan.
Well, bukan itu fokus cerita gue. Tapi lihat, Lana sudah jalan sama cowok lain?
Gila juga dia.
Kak Andrea lalu lalang di depan pintu ruangan sambil
sesekali ikut menggumamkan nada dari lagu Haven't Met You Yet - Michael Buble
yang gue putar di Spotify. Kehadirannya cukup membantu gue melupakan Lana
sejenak -setidaknya untuk beberapa menit ke depan sampai ia datang dengan kotak
sandwich nya yang akan menjadi sarapan kami pagi ini. Oh tentu saja itu salah
satu kebiasaan baru yang membuat gue bisa sedikit menghemat pengeluaran dan
memiliki Revina Lana seutuhnya.
Bisa lebih geli lagi gak sih bahasa gue?
Kalo orang bilang perang antar negara itu membunuh, justru
menurut gue perang dengan diri sendiri jauh lebih menyakitkan. Lo pernah gak
sih merasakan gigi lo terselip makanan tapi lidah lo gak bisa menjangkaunya,
gak sopan untuk mencoba mengambilnya dengan jari tapi restoran ini tidak
memiliki tusuk gigi sama sekali? Rasanya kadang seperti tidak ada, atau lo akan
bersugesti bahwa lo akan baik baik saja meski dia tetap tinggal di sana tapi lo
gak bisa mengabaikan fakta bahwa dia cukup mengganggu lo.
Dan itulah dia, Revina Lana. Seperti daging sapi yang
seringkali menyelip di antara gigiku jika Mama memasaknya dengan kurang empuk.
Gue sudah melakukan berbagai macam cara untuk mengusirnya, tapi dia selalu
kembali -atau gue yang kembali ya? Harusnya jika kami hanya dua manusia normal
yang pernah bersama, kami bisa juga berpisah layaknya manusia normal lainnya.
Namun bagai ada gravitasi milik sendiri, gue dan Lana gak pernah benar benar
berpisah. Lana dan segala hal rumit yang harus gue ceritakan rasanya tidak
pernah cukup untuk membuat gue bisa berhenti memikirkannya.
Oh shit, sekarang gue
merasa lebih brengsek daripada siapapun.
Mungkin lo sudah tahu bahwa gue meninggalkan Lana beberapa
tahun yang lalu? Oke, alasan gue cukup simpel. Lana gak juga berubah untuk gue,
kami udah gak cocok lagi. Kata gak cocok mungkin terdengar cheesy -dan adik gue
pasti menampar gue saat dia tahu gue masih membicarakan masalah ini, tapi itu
yang gue rasakan pada saat itu. Gue merasa benar benar giving up dengan Lana.
Bukan karena gue gak sayang sama dia, tapi karena gue rasa
dia gak bisa gue sayangin makanya gue memutuskan menyelamatkan dulu diri dan
hati gue. Kedengarannya egois, tapi disaat ketidakpastian adalah fondasi dari
sebuah hubungan, tinggal tunggu siapa yang lebih kuat dari siapa, kan?
"Gib, udah dateng?"
And here we are, the legendary of used-to-be important
person in my life, Revina Lana.
***
REVINA LANA ALLEZIA WIJAYA
Jika aku
bisa menuntut Pratama Gerardo Wijaya, maka salah satu tuntutanku adalah
berhenti membuatku melakukan eksperimen konyol seperti ini. Setelah Ko Gerry
memintaku untuk berhenti menghubungi Gibran dan mencoba untuk pergi dengan Revan, pagi ini ia mengambil kotak bekalku dan berkata, "udah ya gak usah
sarapan sama Gibran lagi."
Kalau aku
boleh jujur, bagian paling menyenangkan setiap harinya adalah duduk
berdampingan dengan Gibran lalu berbincang banyak hal dengannya. Dengan Gibran
aku bisa membicarakan apa saja. Bahkan aku tidak keberatan jika harus
mendengarkannya bercerita tentang pacuan kuda yang ia datangi atau sekedar
tonton di YouTube. Namun bila mengingat apa yang terjadi di antara Ko Gerry dan
Luna, rasanya aku ingin berhenti. Aku tidak mau lagi membuat diriku terperdaya
dengan Gibran. Setiap ketidakjelasannya memperjelas bahwa ia tidak serius
denganku.
Jadi pagi
ini aku berusaha senormal mungkin memasuki ruang kantor dan menemukan Gibran
dengan.. Oh shit, my favorite shirt! Not today, please! Aku
paling tidak bisa menahan diri jika Gibran tampil dengan pakaian super rapi
menuju rapat dengan client besar. Hari ini Gibran mengenakan kemeja hitamnya
dan jas hitam andalannya.
Fakta
lucu lainnya adalah aku tidak pernah suka laki laki mengenakan kaca mata namun
Gibran dapat mengenakannya dengan sempurna. Matanya terlihat jauh lebih besar
dan aura kedewasaan dapat dipancarkan langsung dari dirinya.
Jadi
siapa yang berniat menolak Gibran?
Iya, aku.
Revina Lana Allezia Wijaya dengan sombong dan gagah beraninya melangkah
memasuki ruang kantorku dan berujar, "Gib, udah dateng?"
Cowok itu
menoleh dan dengan senyum separuhnya ia menjawab pertanyaanku. Gibran tidak
pernah benar benar membuatku merasa istimewa dengannya namun aku selalu
menyadari bahwa ada ruang tersendiri untukku pada diri Gibran.
Aku
berdehem, "tumben udah dateng."
"Iya."
Jawabnya singkat, "gue mau ke klien."
"Oh..
gitu... Udah sarapan?"
Oke Lana
kamu bodoh. Kamu lemah. Kamu kalah.
Gibran
menggeleng kecil, "belum.." Ia menatapku lalu mengalihkan
pandangannya. Seakan mencari kotak makan yang biasanya sudah ku keluarkan
bahkan di detik pertama aku sampai ke ruang kerja.
"Oh..
Yaudah." Jawabku agak ketus. Aku mencoba kembali mempertahankan bentengku
yang sempat goyah akibat pertanyaan "udah sarapan" itu. Selama
beberapa menit selanjutnya aku berusaha membungkam mulutku supaya tidak bicara
sepatah katapun. Butuh keberanian lebih dalam lagi untuk bisa mendiamkan Gibran...
"Hey
Na.."
Ya Tuhan,
apakah aku bisa?
***
GIBRAN PUTRA RAYYA
Oke
Lana, what's wrong with you?
Setelah
hampir 3 hari tidak mengirimi satu pun pesan, tidak muncul pada daftar akun
yang melihat insta story, tidak membawakan sarapan pagi dan.. Dia bahkan tidak
mengomentari baju gue sama sekali! Apa Revan berhasil membawa pergi Lana secepat
itu?
Mugkin ini salah satu keuntungan dari gue sering nonton film dengan genre
adventure. Gue terlatih untuk menghadapi situasi - situasi semacam ini. Man,
minggu kemarin dia baik baik saja dan kami berbincang layaknya dua orang yang
saling mengerti satu sama lain. Tapi kenapa tiba tiba begini?
Gue jadi teringat salah satu film cheesy yang terpaksa gue tonton karena
permintaan Lana, 'He Is Not That Into You.' Film yang bercerita mengenai
seorang cewek yang berusaha keras mencari pacar supaya melupakan seseorang,
namun ia tidak sadar bahwa ia malah jatuh cinta dengan orang yang membantunya
mencari pacar baru. Bukan, gue bukan cowok yang membantu Lana mencari pacar
baru. Tapi gue semakin lama merasa seperti cowok itu. Pada film tersebut, si
tokoh cowok awalnya hanya merasa nyaman sebagai teman sehingga ketika cewek
tersebut berusaha meminta lebih, dia tidak mau dan langsung menolak. Namun
dalam perjalanannya, dia sendiri yang malah tersiksa melihat cewek itu dengan
orang lain. Tapi seperti film cheesy Lana lainnya, gue memang pintar menebak
ending, karena akhirnya cewek tersebut berhasil bersatu dengan cowok yang jual
mahal tadi.
Semua hal di dunia ini bisa gue tebak kecuali Lana dan perasaan gue sendiri.
Gue gak seharusnya bicara tentang ini karena Ester pasti marah banget kalo
denger gue punya pikiran tolol kaya gini; gue dan Lana mungkin bersatu hanya
untuk saling menyenangkan satu sama lain. Gila, siapa yang gak suka dipuji?
Tapi Lana selalu tahu gimana caranya memuji gue tanpa membuat gue merasa dia
berbohong. Setulus itu perasaannya untuk gue, semanis itu sampai gue selalu
nyaman memamerkan segala hal yang gue punya supaya dia semakin terkesima pada
gue. Oke, kata kata gue semakin cheesy kaya Lana kalo lagi ngambek.
Sejak pertama kali kami bertemu, flirting bodoh antara gue dan Lana gak pernah
bisa gue hentikan. Meski gue sendiri bertanya - tanya apakah kami murni
memainkan permainan "siapa yang memainkan siapa", tapi seringkali
Lana kalah di medan perang. Ketika gue hanya bermain dengan kata dan dia
bermain perasaan, yang ada gue pusing setengah mati. Kalo sudah begitu, rasanya
gue pengen kabur dan ninggalin dia karena gue gak bis bertanggung jawab akan
perasaan dia. Tapi itu hanya sebulan dua bulan pertama sampai gue melihat dia
benar benar berusaha untuk gue. Duh, kenapa gue terdengar semakin egois?
Long story short, ini bukan kali pertama Lana ngediemin gue dan gue harusnya
merasa baik - baik saja. Karena di fase seperti ini Lana cuman lagi bingung sama
hatinya, bingung menghadapi gue yang masih gak jelas seperti ini. Padahal gue
tahu kami sama sama menikmati permainan ini. Hanya saja bedanya ketika Lana
berusaha keluar dari permainan dan menjadikan ini kenyataan, gue, Gibran Putra
Rayya masih jadi laki - laki brengsek yang waras.
Karena jika ia tidak pergi ke Masjid, gue lah yang ditampar oleh nyokap bokap.
***
REVINA LANA ALLEZIA WIJAYA
Aku
menoleh dan berusaha tidak bicara sampai akhirnya Gibran bergumam, "boleh
minta foto pas kita OTS ke perusahaannya Ko Henri gak? Tolong kirim ke e-mail
gue ya! Makasih.."
Orang ini
maunya apa ya? Hasil foto OTS kami sudah ada di grup LINE dan WhatsApp kantor.
Bukannya aku tidak bertanggung jawab akan tugasku sebagai seksi dokumentasi.
Namun sungguh, jika ini cara Gibran menguji apakah aku masih mau menjadi orang
yang cinta mati sehingga apapun yang dia minta akan aku berikan atau tidak, aku
akan menjawabnya.
"Ada
di WhatsApp." Jawabku singkat.
Gibran
tertawa kecil, "Oh gitu.. Gak bisa kirim e-mail gue ya?"
"Gak
bisa usaha?"
"Lho
lho jadi sekarang maunya diusahain?" Tanya Gibran berusaha mencairkan
suasana.
"Ada
kalanya orang juga capek kali Gib usaha mulu tanpa diusahain." Jawabku
sambil mengalihkan pandanganku kembali menuju layar laptop.
Perlu
kamu tahu Gibran, aku butuh mengerahkan seluruh semesta alam untuk
menyelamatkan hati ini. Berbeda dengan kamu yang hanya butuh membalikkan
telapak tangan untuk membalik balikkan hati ini. Aku hanya ingin seperti
manusia normal lainnya Gib, bisa mencintai kamu dan dicintai sepenuh hati.
Bukan main - main lagi.
***
GIBRAN PUTRA RAYYA
Oh,
shit..
Bisa
lebih ditolak daripada ini gak?
Gue
mencoba mencairkan suasana, "lho lho jadi sekarang maunya diusahain?"
Sebuah pertanyaan yang akan membuat senyum itu kembali terlihat di bibirnya.
Namun Lana tidak tersenyum seperti harapan gue. Perempuan itu malah melengos
begitu saja dan berujar, "ada kalanya orang juga capek kali Gib usaha mulu
tanpa diusahain."
Andai lo
tahu, Na. Gue harus mengerahkan seluruh semesta alam untuk menjaga diri supaya
setiap hal yang gue lakukan gak akan menyakiti lo. Ini gak segampang
membalikkan telapak tangan, Na. Gue hanya ingin seperti manusia normal lainnya
bisa bercanda dan membahagiakan satu sama lain dengan lo. Tapi lo sendiri tahu
kan kalo kita gak berujung?
To be
continued...
Wah, ada film 'He Is Not That Into You' tuh. Aku juga udah liat. Keren, ditunggu lanjutannya :)
BalasHapusIyaa harus nonton ya!! Siapp, thank you;)
Hapus