Kepada Pria Bernama Tanpa Bahan Untuk Bicara
Hai, pria bernama.
Bolehkah kita bercakap?
Mari saling berbagi tatap..
Namun tenang saja, aku takkan berharap.
Apa kabar hidupmu sekarang? Hari itu kita berbincang layaknya teman. Aku membuka masa laluku, kamu membuka masa lalumu. Lalu kita sama sama bertanya, "serius lo digituin?" dan berakhir menertawakan diri masing - masing.
Kita sering berselisih jalan, namun seringkali tak bisa menyapa layaknya teman. Ada mereka yang bersorak sorai seakan kita adalah pasangan. Tidak. Belum. Mungkin nanti? Atau tidak ada jalan lagi? Tapi mungkin kali ini aku setuju dengan buku bacaanku, kita terlalu menikmati hidup dan mempunyai target, sehingga kita tak benar benar tertarik pada apa yang berdiri di depan mata.
Ku dengar kamu punya kriteria, ya? Kau pasti dengar aku masih mendendam dan sulit untuk melupa. Kita adalah dua manusia yang berlari lari di bumi, sedang mengejar impian dan kepuasan diri sendiri. Meski orang bilang tidak salah bila saling jatuh cinta, tapi apakah itu berguna jika keduanya masih sama sama takut untuk menggapai cinta?
Cita dan cinta. Mana yang lebih kamu pilih, wahai pria bernama tanpa bahan untuk bicara?
Anehnya bila aku mengajakmu bercanda, situasi berubah canggung di antara kita. Bila kamu membuka percakapan dengan sebuah tema, aku hanya bisa menjawabnya dengan beberapa kata. Lalu sisa hari hari kita diisi dengan saling tersenyum, melambaikan tangan dan pura pura tak memandang satu sama lain.
Ini kejujuranku. Jika aku mendekat, kamu lari. Jika kamu mendekat, aku bergegas pergi. Tapi setidaknya kamu berhasil membuat getar di hati ini. Kamu berhasil membuatku menulis lagi.
Wahai pria bernama tanpa bahan untuk bicara, haruskah kita sudahi semua ini atau mari memulai lagi? Tanpa sorak sorai kanan kiri, tanpa ekspektasi terlalu tinggi. Hanya saling bicara dan buka hati. Maka takkan ada rasa penasaran lagi.
Kita memulai terlalu cepat, karena ekspektasi dari rakyat, dan kamu terlalu memikat, sedang kamu tampakknya tak mau diikat. Bisakah kita mengenal lagi? Bicara tanpa canggung, bicara tanpa berusaha membuat lawannya kagum?
Bagaimana masyarakat? Apa kami bisa saling mengikat?
Tapi sayangnya dia sepertinya takut jatuh cinta, makanya aku tak bisa apa - apa. Meski bumi dan alam semesta terus berkata, bahwa aku punya jalan untuk bersamanya, namun tak akan pernah berarti apa - apa, bila tak ada yang mau buka mata. Bila kami memang sedang menikmati masa muda, maka tak bisakah Tuhan dan semesta alam membiarkan kami jatuh cinta?
Untuk pria bernama tanpa bahan untuk bicara,
jika nanti kita berpapasan lagi, akankah kita dapat membuka cerita dengan saling bertanya atau hanya sapaan yang terlontar nantinya?
Bolehkah kita bercakap?
Mari saling berbagi tatap..
Namun tenang saja, aku takkan berharap.
Kita sering berselisih jalan, namun seringkali tak bisa menyapa layaknya teman. Ada mereka yang bersorak sorai seakan kita adalah pasangan. Tidak. Belum. Mungkin nanti? Atau tidak ada jalan lagi? Tapi mungkin kali ini aku setuju dengan buku bacaanku, kita terlalu menikmati hidup dan mempunyai target, sehingga kita tak benar benar tertarik pada apa yang berdiri di depan mata.
Ku dengar kamu punya kriteria, ya? Kau pasti dengar aku masih mendendam dan sulit untuk melupa. Kita adalah dua manusia yang berlari lari di bumi, sedang mengejar impian dan kepuasan diri sendiri. Meski orang bilang tidak salah bila saling jatuh cinta, tapi apakah itu berguna jika keduanya masih sama sama takut untuk menggapai cinta?
Cita dan cinta. Mana yang lebih kamu pilih, wahai pria bernama tanpa bahan untuk bicara?
Anehnya bila aku mengajakmu bercanda, situasi berubah canggung di antara kita. Bila kamu membuka percakapan dengan sebuah tema, aku hanya bisa menjawabnya dengan beberapa kata. Lalu sisa hari hari kita diisi dengan saling tersenyum, melambaikan tangan dan pura pura tak memandang satu sama lain.
Ini kejujuranku. Jika aku mendekat, kamu lari. Jika kamu mendekat, aku bergegas pergi. Tapi setidaknya kamu berhasil membuat getar di hati ini. Kamu berhasil membuatku menulis lagi.
Wahai pria bernama tanpa bahan untuk bicara, haruskah kita sudahi semua ini atau mari memulai lagi? Tanpa sorak sorai kanan kiri, tanpa ekspektasi terlalu tinggi. Hanya saling bicara dan buka hati. Maka takkan ada rasa penasaran lagi.
Kita memulai terlalu cepat, karena ekspektasi dari rakyat, dan kamu terlalu memikat, sedang kamu tampakknya tak mau diikat. Bisakah kita mengenal lagi? Bicara tanpa canggung, bicara tanpa berusaha membuat lawannya kagum?
Bagaimana masyarakat? Apa kami bisa saling mengikat?
Tapi sayangnya dia sepertinya takut jatuh cinta, makanya aku tak bisa apa - apa. Meski bumi dan alam semesta terus berkata, bahwa aku punya jalan untuk bersamanya, namun tak akan pernah berarti apa - apa, bila tak ada yang mau buka mata. Bila kami memang sedang menikmati masa muda, maka tak bisakah Tuhan dan semesta alam membiarkan kami jatuh cinta?
Untuk pria bernama tanpa bahan untuk bicara,
jika nanti kita berpapasan lagi, akankah kita dapat membuka cerita dengan saling bertanya atau hanya sapaan yang terlontar nantinya?
***
This is the time, girl you can do it!
Your eyes have met, love is timing!
You might regret it if you miss this chance,
Love is coming, coming!
Please have more courage!
Don't hestitate anymore!
He might think I'm weird,
But I can't help it, I've fallen for him,
You're my heart shaker, I don't wanna miss this chance.
You're my heart shaker, what should I do?
- Heart Shaker, Twice
jika takut jatuh cinta mengapa tidak menggapai cita bersama terlebih dahulu? manatau dia akan luluh
BalasHapusKita coba ya Kak;))
HapusPasrahkan pada yang maha kuasa, luluhkan hatinya lewat doa...
BalasHapusEntah kenapa setuju banget sama statement kakak^^
HapusHai
BalasHapusIya hai
HapusPercayakan pada waktu
BalasHapusAamiin..
HapusSo sweet....semoga pria bernama tidak membuat patah asa ya...
BalasHapusAamiin:"}
Hapus