Before We Begin The Series : Wonder


Empat tahun kemudian…


Solar menutupi wajahnya yang kesilauan karena matahari pagi ini sambil berjalan dengan segelas hot americano-nya. Ia beberapa kali mengangguk membalas sapaan orang-orang yang lalu lalang sambil mencoba tersenyum ceria. Ini padahal momen yang ditunggu-tunggu oleh Solar. Masa di mana ia bisa memiliki waktu lebih banyak untuk dirinya serta orang-orang terdekatnya daripada sibuk bekerja dari panggung ke panggung selama sepuluh tahun terakhir. Bukannya dia sebegitu bahagianya dengan keputusan hiatus sejenak dari Mamamoo, namun tidak bisa berbohong, ada kalanya kita ingin berhenti sebentar untuk bernapas, bukan?



Setelah melakukan world tour untuk merayakan sewindu bersama Mamamoo, Solar tidak memiliki banyak aktivitas sebagai public figure. Beberapa kali ia melakukan variety show tanpa membernya dan jelas membuatnya merasa kesepian. Meski sekali dalam seminggu ia masih sering pergi dengan Moonbyul, menelpon WheeIn untuk membicarakan resep terbaru yang mereka coba masak serta membantu Hye-jin mengerjakan album solo ketiganya, tapi tetap saja Solar merasakan sesuatu berbeda pada dirinya. Seperti ia kehilangan separuh dirinya.


Perempuan itu tertawa kecil sambil menekan tombol lift ke atas. Kalau sudah bicara tentang kehilangan, ia jadi teringat pria yang mengabaikannya selama empat tahun terakhir. Eric tidak pernah membalas satupun pesan Solar, kecuali pesan terakhir saat ulang tahunnya di 2020. Sejak saat itu Solar pun menyerah. Ia mundur dan mencoba melupakan Eric. Meski mungkin bagi Eric hubungan mereka sudah kandas sejak Solar memutuskannya, namun bagi Solar selalu ada yang tersisa dari laki-laki itu. Tawanya, candaan Amerikanya yang sering kali membuat Solar kesal sendiri karena tidak lucu, masakannya, caranya memeluk Solar atau mungkin setiap pesan singkatnya yang hanya bisa ia dapatkan beberapa kali dalam sehari.


Bahkan setelah bertahun-tahun pun, ia masih sering merasa kehilangan Eric.


Kadang Solar tenggelam dalam what if scenario-nya. Apakah Eric pernah memikirkannya? Bagaimana kalau 5 tahun lalu, saat mereka bertemu di stasiun radio itu, Solar menyapanya dengan baik? Bagaimana kalau dia tidak pernah minta Hye-jin untuk bilang ke Eric kalau dirinya sudah punya pacar? Atau… Bagaimana hubungan mereka sekarang kalau mereka tidak pernah memulai?


Mungkin Eric akan menjadi teman terbaik untuknya.


Ponsel Solar bergetar saat lift itu terbuka. Solar pun melangkah masuk sambil mengangkat telpon itu.


“Halo?” Sapanya pelan.

“Yongsun Unnie di mana?” Suara managernya membuyarkan pikiran Solar tentang Eric.

“Oh, lagi di lift.”

“Ah, iya.. Unnie, ada yang mau aku kasih tau sama kamu. Aku bersumpah, aku juga baru tau tadi.”


Solar mengernyitkan dahinya sambil menekan tombol untuk menutup pintu lift. Namun ketika pintu itu perlahan mulai tetutup, sebuah tangan muncul dan mencoba untuk menahannya. Sontak Solar pun memencet tombol untuk membuka pintu lift dengan panik.


“Apa, Wooyoung?” Tanyanya dengan terburu-buru.

“Ah.. Ternyata ada pergantian pairing guest judges-nya hari ini. Unnie akan berpasangan sama.. Eric Oppa.”

“HAH?”


Di saat yang bersamaan, pintu tersebut terbuka dan seorang laki-laki melangkah masuk dengan raut wajah sama kagetnya dengan Solar. Ia melangkah masuk dengan canggung lalu berdiri di samping Solar.



Setelah empat tahun lamanya, Solar selalu mengutuk semesta karena tidak pernah mempertemukan mereka. Segala kemungkinan dan dialog yang ia inginkan terjadi sering muncul di kepalanya ketika ia merindukan laki-laki ini. Namun ketika waktunya benar-benar tiba, Solar malah tidak punya keberanian untuk bicara apa-apa. Dirinya terdiam membisu. Tubuhnya seketika merasa dingin. Dadanya sesak bukan main.


Sementara lelaki di sampingnya juga tidak bicara apa-apa. Ia berdiri dengan begitu cangung sambil memutar ulang apa yang ia pikirkan sebelum datang ke stasiun TV ini. Dia mendengarkan lagu perempuan itu di mobil dengan airpods-nya sambil memastikan bahwa tidak ada satu pun orang yang tahu bahwa ia rindu pada perempuan ini.


She is his forever ‘the one that got away’ girl, Kim Yongsun.


***


“Boleh gabung?” Tanya Solar sambil membawa dua gelas minuman yang ia dan Eric sudah pesan terlebih dahulu. Eric yang sedari tadi sibuk membalas e-mailnya pun langsung tertawa kecil dan menutup laptopnya.



“Kalo aku bilang nggak boleh gimana?” Goda Eric sambil tertawa.

Solar langsung mencibir, “nggak mungkin kamu nolak aku, Yundo.”

“Omooo, mau coba taruhan?”

“Hehehe ini ice americano.” Sahut Solar menyodorkan pesanan Eric.

Eric mengernyitkan dahinya saat melihat gelas lain yang Solar bawa juga sama-sama berisi ice americano, “sejak kapan minum americano?”



“Sejak… Empat tahun? Lima tahun? I don’t know.”

“Wow, berarti setelah putus sama aku biar nggak kangen jadi minum kopi favoritku ya? Nice strategy.”

Solar menggeleng, “aniya! Jangan kegeeran deh! Hahaha. Kamu sejak kapan di Seoul?”

“Sejak.. I’m not sure, maybe six months ago? Aku lebih banyak habisin waktu di Amerika.”

“Kalo dari Amerika nggak bisa bales chat ya?”

Eric tersedak minumannya sendiri, “uhuk! Yongsun-aaah…”

“Hahahaha, aku pengen banget ngomong itu kalo ketemu kamu.”

It’s just.. I don’t know. It just… It doesn’t feel right to texting with you at that moment.”

Solar menyipitkan matanya, keheranan, “kenapa?”

“Karena kita nggak akan kembali dan tetap berhubungan sama kamu tanpa masa depan akan buat aku semakin susah keluar dari lingkaran itu lagi.”

Solar mengangguk mengiyakan.


“Kamu juga mikir gitu?” Tanya Eric penasaran.

“Nggak bisa bohong sih, awal tahun 2021 aku ngerasa bodoh banget setiap bulan bisa kirimin beberapa pesan sama kamu dan nggak pernah dibalas. Padahal aku lihat kamu aktif di Instagram. Aku kira kita bisa balik jadi temen lagi… Tapi ternyata nggak bisa semudah itu ya, Oppa.”


“Yah… Mungkin karena kita terlalu berharap kalo ini semua akan berjalan dengan lancar, Yongsun. Jadi ketika ini berantakan, kita jadi sibuk saling menyelamatkan diri dan juga menyalahkan. Ah, tapi aku lega banget, sekalinya semesta bercandain kita, kita malah bisa ngobrol tenang gini. Berarti kita udah bisa lewatinnya dengan baik kan?”


Eric menatap Solar dengan penuh harap. Namun perempuan itu malah mengalihkan pandangannya dan menyeruput kopinya, “enak deh habis kerja bisa santai gini. Schedule-ku nggak sepadet waktu Mamamoo lagi aktif-aktifnya. Tapi kangen sih, cuman we deserve a break enggak sih?”


Eric menghela napas ketika menyadari perempuan itu mengganti topiknya. Ia tahu dirinya bicara terlalu dalam untuk pertemuan pertama setelah hampir lima tahun.

“Iyalah, 10 tahun lho. Tapi kalian berniat akan come back?”

“Kalau ada kesempatan, pasti come back. Ini hanya hiatus sementara kok.”

I see..”

“Oh iya, album album kamu bagus, Oppa. Nggak nyangka Bahasa Inggris kamu sebagus itu. HAHAHA.”


Karena Solar mencoba mencairkan suasana, Eric pun berusaha tertawa, “hahaha, mantan suami kamu ini orang Amerika lho. Masa lupa?”


Seketika mereka berdua terdiam tanpa bicara pada satu sama lain. Wajah mereka terlihat sama-sama tersipu malu bercampur canggung. Namun entah keberanian dari mana, hari ini Solar bertekad untuk tidak melewatkan momennya lagi.


Mungkin saja ini takdir yang Eric bicarakan tempo hari.


Takdir yang akhirnya mempertemukan mereka lagi.


Solar menggeleng pelan, “nggak akan pernah bisa lupalah.”

“Ah.. Hehehe..”

Oppa, aku punya janji sama diriku sendiri.”

“Kenapa?”

“Kalau suatu hari takdir mempertemukan kita lagi dan aku sedang bersama orang lain, aku akan berjanji untuk tidak mencari-cari tahu tentang kamu lagi.”

“Ka… Kamu cari tahu tentang aku?” Tanya Eric dengan suaranya yang agak tercekit.

Solar mengangguk, “iya.”

“Lalu sekarang? Apa situasinya?”


“Setiap aku punya pacar baru, selalu saja ada masa-masa di mana aku berpikir tentang kamu, Oppa. Segala what if scenario bermunculan di kepalaku tentang kita. Itulah saat di mana aku sadar kalau aku begitu menyesal karena memutuskan kamu. Tapi waktu itu aku nggak bisa apa-apa. Aku punya tanggung jawabku sendiri dan kamu juga begitu. Setelah waktu berlalu, aku jadi belajar di hubungan manapun pasti memiliki kendalanya masing-masing. Hal yang harus kita lakukan adalah saling percaya dan menghadapinya bersama-sama.”


“Benar.. Hal yang nggak kita lakukan pada saat itu. Harusnya saat itu aku nggak cuman mikirin tentang hubungan kita, tapi aku juga melihat dari sisi kamu dan fans-fans kita. Aku salah..”


“Enggak, Oppa. Ini nggak cuman salah kamu. Tapi dulu.. Sebelum kita memulai pun, aku mengabaikan hal itu, sampai waktu kita lagi pacaran yang ada aku stress sendirian. Padahal aku punya kamu, tapi aku nggak mau nyakitin kamu yang akhirnya malah nyakitin kita berdua. Makanya setelah kamu benar-benar menghilang, aku berjanji sama diriku. Kalau memang takdir itu benar-benar ada dan berpihak pada kita, kalau kita ketemu lagi…”


Eric mengerjap, “kenapa kalau kita ketemu lagi?”

“Aku..”

“Apa Yongsun?!”

Solar tersenyum lebar, “aku pastikan nggak ada hal-hal yang membuat diriku takut untuk bersama kamu jadi aku nggak akan pernah melepaskan kamu lagi.”


***


Seoul, November 2022


Malam itu di tengah-tengah pertunjukkannya, Eric memberi jeda beberapa saat sebelum mempersembahkan lagu terakhirnya. Lagu ini bahkan bukan lagu yang ia tulis sendiri, namun tiga tahun yang lalu saat mendengarnya dalam bentuk demo, Eric tahu lagu ini tidak boleh ia lepaskan.


Berkali-kali ia pulang ke Seoul dan menggelar konser serta melakukan come back, ia selalu berharap ada satu kali saja semesta berpihak padanya dan mempertemukan ia dengan perempuan itu. Namun setiap kali juga ia berharap, ia malah berakhir bertemu dengan perempuan baru. Kadang ia berpikir, mungkin semesta ingin memberi tanda bahwa dirinya sudah tidak bisa lagi menaruh harap pada kisah cinta tragis itu. Tapi ia percaya pada takdir.


Everything will fall back at it’s place.


Jadi sambil menahan keinginannya untuk berlari duluan menghampiri perempuan itu, ia mengumpulkan seluruh jiwa raganya untuk mempersembahkan lagu terakhirnya. Sambil berharap barangkali semesta mau membantunya lagi dan membuat perempuan itu mendengarnya kemudian menyadari… Bahwa Eric masih berharap dirinya akan kembali.



What if you weren’t so depressed and

What if I wasn’t obsessed with love when we met

Maybe then it’d be different

You wouldn’t be scared and I’d learn to listen yea


What if you didn’t want closure

And it wasn’t really over

Do you wonder like I do?

I wonder…


Tidak ada komentar:

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.