Lover The Series: I Forgot That You Existed

Delapan tahun telah berlalu setelah mengakhiri fan fiction Speak Now, akhirnya aku memutuskan untuk membuat season 2 dari cerita tersebut. Untuk kamu yang penasaran, namun aku harap sih tidak, bisa kunjungi di website-ku www.tipluk.com kalau ingin membacanya. Speak Now (2012) adalah project cerita bersambung fan fiction mengenai Taylor Swift yang aku tulis saat masih SMP dan menjadi buku pertamaku yang diterbitkan melalui nulisbuku.


Seluruh bab dalam cerita ini akan dikaitkan dengan setiap lagu yang ada di album Lover - Taylor Swift (2019). Karena niatnya untuk mengenang masa fangirling gila jaman SMP, jadi mohon maaf sekali kalau update-nya mungkin nggak sesering itu HEHEHE. Selain itu Lover The Series akan dirilis juga di aplikasi Joylada Semoga terhibur dan selamat bertemu kembali dengan Taylor Alison Swift a.k.a Alice!



***





Jakarta, 31 Desember 2019


Jika bukan karena Demi, aku mungkin tidak akan duduk di antara teman - teman SMP-ku ini. Rasanya baru saja kemarin lulus dari SMP Pelita Harapan, namun ternyata banyak sekali yang terjadi setelahnya. Sudah empat tahun berlalu sejak aku berhasil kabur ke Adelaide, Australia untuk kuliah dan kini ketika harus kembali ke Indonesia seakan tidak ada satupun kesempatan untuk kabur dari mereka. Bukannya aku tidak suka melihat sahabatku, Edward yang kini sudah memiliki anak bersama Selena (well, surprise surprise. Hidup memang sebercanda itu) atau mungkin Nick yang jadi artis FTV padahal dulu dia paling tidak suka tampil di depan orang banyak. Oh, Nick Jonas-ku sayang. Kenapa dulu aku malah berakhir bersama Daniel bukannya dengan kamu?

Aku bergidik sendiri ketika nama itu melintas di kepala. Sementara Taylor Daniel Lautner yang duduk sejurus jarum panjang ke angka 5 dariku sedang asyik menenggak minumannya. Demi yang duduk di sampingku terdengar menggerutu. Mungkin ia melihat tatapan mataku pada laki-laki itu. Oh iya, tatapan ini pasti mengganggu reuni manis yang direncanakan Demi. Tetapi siapa yang bisa baik-baik saja jika kisah manis diakhiri dengan perselingkuhan seperti aku dan Daniel.

Oh yeah, forever is a bullshit.

Joe yang duduk dii hadapanku sepertinya ikut sadar dengan gerutu Demi. Maka dari itu ia melambai-lambaikan tangannya di hadapanku sambil berujar, "yaudah kali nggak usah diliatin kayak gitu."

"Lah? Gue nggak liatin dia. Gue bahkan lupa dia hidup di dunia," gerutuku sambil mengambil gelas yang ada di meja. Aku pun menenggaknya sambil mencoba menahan emosi karena sejujurnya bukan hanya Joe yang kaget dengan akhir cerita Alice-Daniel, tetapi aku sang pemeran utamanya juga tidak tahu kalau semesta akan bercanda sebegininya.



Demi terkekeh, "jangan benci-benci banget. Siapa tahu nanti balikan?"

"Iya sih, gue tau yang hidupnya prank nggak cuman gue.. Ya elo juga," ujarku sambil melirik ke arah Edward yang sedang bercanda dengan Selena dan beberapa teman-teman dari kelas 7D lainnya. Aku lalu melanjutkan, "tapi nggak usah ajak-ajak gue buat berdamai deh, karena nggak ada yang perlu didamaikan dari gue sama Daniel."

"Alice," suara Joe terdengar melemah, "Demi bener, jangan benci-benci banget. Kayak elo sama Cody, inget nggak?"

Bibirku yang sedari tadi dikerucutkan karena bicara tentang Daniel pun langsung melemah. Senyum kembali tersungging darinya. Aku tidak bisa menahan senyum ini bila bicara tentang Cody Simpson. Mantanku yang aku tolak setengah mati namun ternyata jadi orang yang paling berjasa di hidupku ini.

Demi mengangguk kecil, "betul. Nggak ada yang tahu kalo suatu hari lo malah membutuhkan Daniel di hidup lo. Coba deh lo inget-inget... Siapa yang bisa bawa elo sampe ke San Fransisco selain Cody? Dia yang bantu lo apply beasiswa.. Dia juga yang bantu lo bertahan hidup di sana."

"Ya kan kebetulan aja dia emang kuliah di sana."

"Nggak ada kebetulan di dunia yang nggak membawa alasan, Baby."

Aku mengernyitkan dahiku, "tumben sih lo bener, Dem. Kebetulan juga gue buka Instagram Daniel dua tahun lalu dan nemuin chat dia sama perempuan itu. Kebetulan banget gue mau minta dia follow campaign kantornya Yana, dan kebetulan juga perempuan itu chat Daniel."

"Yah ilah.. Bukan itu maksud gue."

"Yaudahlah, gue mau move on. Emang mungkin gue sama Daniel nggak bisa aja, dan yaudah."



Joe menggelengkan kepalanya, "gue rasa cerita lo sama Daniel belum selesai, Lice."

"Jangan bercanda," sergahku pelan, "he did me wrong means.. He want to quit us. Jadi kalo gue sudah melupakan keberadaan dia, emang jalan yang dibenarkan oleh semesta dong?"

Demi dan Joe hanya menggeleng mendengar kalimatku, sementara aku tetap duduk di sana sambil meneguk minumanku. Namun satu hal yang tidak pernah mereka tahu, meski aku bersikeras melupakan Daniel, mata ini ternyata tidak bisa berhenti menatapnya.


***


Keesokan harinya aku terbangun terburu-buru karena janji dengan Yana, kakak angkatku untuk pergi ke ITC Ambassador. Hal rutin yang selalu kami lakukan beberapa tahun belakangan ini adalah membeli berbagai baju cantik dengan harga miring setiap awal. tahun. Yana akan menikah tahun ini, maka dari itu ia harus menghemat lebih banyak lagi.

Karena baru pulang dua minggu dari San Fransisco, maka aku tidak berani menyetir sendiri di Jakarta. Letak kemudi yang berbeda kadang membuatku gila. Beruntung Logan, teman baikku kini sedang menjadi seorang pengacara alias pengangguran banyak acara. Sebenarnya bukan keberuntungan, sih. Dia kasihan juga karena lagi-lagi tidak cocok di kantor terakhirnya. Namun di sisi lain ini seakan menjadi rejeki bagiku. Aku jadi punya teman keliling Jakarta dan... Tidak merasa sendirian.

Setelah Daniel ketahuan selingkuh, aku jadi lebih takut untuk berhubungan dengan orang lain. It's kinda trust issues, you know? Gimana nggak ngerasa gitu kalau mengingat aku dan Daniel sudah pacaran sejak kami SMP. Kami baru putus dua tahun yang lalu. Dua tahun yang sangat panjang sampai aku berkesimpulan untuk tidak mau jatuh hati lagi pada siapapun. Tidak. Cukup dengan patah hati.

"Kamu nggak bawa mobil? Mau bareng?"

Suara itu sontak membuatku melangkah lebih cepat meninggalkan lobby kawasan rumah Nick. Namun pemilik suara tadi sepertinya pantang menyerah. Aku mendengar langkah kakinya mengikutiku. Segera aku mengeluarkan handphone dari tas lalu menelpon Logan namun setelah beberapa kali berdering tidak ada jawaban. Damn. I didn't plan to see him now.



"Al.. Alice.. Please, don't runaway."

Tangan Daniel menggenggam tangan kiriku dengan erat. Ia terdengar menghela napas lalu berkata, "sejak hari itu kamu nggak jawab satupun chat aku. Let me explain--"

"Who the fu*k you are?" tanyaku sambil berdiri, "because the Daniel I knew isn't existed anymore."


Tidak ada komentar:

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.