Obrolan pukul 00.45

Lelah itu hadir karena aku mengerjakan sesuatu bukan karena mauku. Seringnya ia yang harusnya jad sesuatu menyenangkan malah menjadi beban karena aku mengerjakannya secara asal; buru-buru, tidak fokus, multi-tasking.


Di usia 18-an aku sangat bangga punya kebisaan lain menjadi sebuah gurita; multitasking banyak hal dalam satu waktu bersamaan. Hingga 2020 lalu semuanya baik-baik saja. Sampai akhirnya aku ada di titik seperti malam ini; baca cerita karena teman-teman sudah baca jadi mau juga baca biar nggak left out lalu berujung nggak menikmati sama sekali. Kapan hari kejadiannya terjadi sama menulis fiksi, makanya aku sudah tidak mau memaksakan lagi. Kalau aku nggak bisa nulis sebuah cerita, setidaknya sebuah kalimat di Twitter atau curhat di sini bisa tertulis. 


Memang paling nggak enak melakukan sesuatu tanpa ketulusan. Nggak cuman menulis yang jelas-jelas menghasilkan sesuatu, tetapi membaca yang sifatnya menerima informasi saja tidak menyenangkan kalau tidak tulus. Maka dari itu aku belajar kembali ke dasar; tulus. Ngapain sih baca? Oh buat bikin aku seneng. Ngapain sih aku nulis? Oh buat bikin aku seneng.


Aku berharap di masa depan bisa makan dari sesuatu yang aku suka dan kabur untuk bahagia dengan menulis sesuatu di mana saja. Aku harap di sebuah buku yang diterbitkan dan bisa dibeli di Gramedia, rak best seller. Sekarang tugasku adalah kembali menjadi manusia yang tulus dalam bertindak apa pun.


Karena aku percaya, rasa tulus bisa membantuku bertemu dengan kata senang yang kadang dinilai dari materi. Lalu kalau aku sudah merasa senang, kemungkinan bertemu bahagia lebih besar dan segala opportunities dan threats yang ada di hadapanku bukan masalah.


Bukan masalah. Iya, kan?



Tidak ada komentar:

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.