[FLASH FICTION] Selesaikan, katanya.

Sore itu Helen menatap gue lebih dalam dari biasanya. Ada ragu yang tersirat dari pandangannya, tetapi lebih banyak kasihan dan amarah yang bercampur jadi rasa tanpa nama. Pada akhirnya gue akan selalu begini; berharap dia berubah, mencoba menjalani hubungan ini lagi, kemudian kembali nangis ke Helen di tengah jam kantor. Helen paling tahu kalau gue nangis bukan karena kerjaan di Highlights Radio yang kayak tumpukan dosa gue sendiri, tetapi karena cowok yang sama. Gibran Putra Rayya.



“Selama ini lo memaafkan pake kata bukan pake rasa. Jadi sampai kapan pun lo akan terus bertemu hal yang sama kalo belum diselesaikan, Tara.”


Gue menggeleng mengelak, “ya tapi apa, Len? Apa yang belum selesai? Gue aja nggak ngerti. Gue sama Gibran udah selesai lama, jir. Harusnya gue udah maafin dia.”


“Ada Tar. Helen nggak bisa bilang apa itu, tapi selama lo ngga bisa maafin dia seutuhnya, lo akan terus teringat kembali sama dia.”


“Tapi, Len ...” Gue masih mencoba menyangkal, padahal hati gue tahu Helen nggak bohong. Gue yang terus menerus denial.


“Tar ...” Helen menatapku dalam dalam, “inget ya elo itu pantas bahagia, Tar. Jadi jangan lagi halangi kebahagiaan lo karena lo teringat masa lalu kelam sama dia. Selesaikan, Tar. Selesaikan. Jangan jadiin orang lain yang malah tersiksa karena ini.”


***


Jangan ya. Jangan jadiin siapa pun pelampiasan.

Rewrite hari ini, ditulis 2 tahun yang lalu.

Tidak ada komentar:

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.