[FLASH FICTION] Trouble With You : Mimpi Dua Anak

 Jakarta, Januari 2015

"Mon? Lu yakin jawaban lu bener? Yakin nih begini jawaban soal kurva dan harga keseimbangan?" gertak Gana dengan wajah tidak percaya. Ia berusaha keras menatap kedua manik mata Mona yang berlari-lari menghindar dari guru lesnya itu. Tetapi sayang, Mona tidak bisa kabur ketika kedua pipinya ditangkup oleh tangan besar dan hangat milik Gana.


Ya Allah, gini amat sih dapet guru les? keluh Mona dalam hati sebelum akhirnya menyerahkan diri dengan tatapan memelas pada Gana. 


"Apa? Apa? Apa? Mona salah melulu, nih, di mata Abang," sahut Mona dengan nada minta dikasihani. Bibir mungilnya mengerucut karena tidak terima diomeli terus sejak satu jam yang lalu namun pipinya agak memanas karena disentuh Gana tadi. Perasaan semacam ini selalu jadi makanan Mona setiap sedang les Ekonomi dengan Gana Adithama. Ada rasa jengkel karena selalu disalahkan, namun ada kuncup bunga yang merekah di dirinya setiap kali berinteraksi dengan laki-laki ini.


Gana membelai rambut Mona lembut seraya berujar, "yuk pinter yuk, Sayang. Niat nggak, sih, masuk Universitas Indonesia?"


Sayang katanya, ulang Mona dalam hati. Dengan sigap Mona membalas, "mimpi Mona bukan itu aja kali."


"Terus apa dong?"


"Mona mau nikah sama Bang Gana. Titik nggak pake koma!" seru Mona tanpa malu-malu. Sontak Gana pun mengernyitkan dahinya sambil menahan tawa. Perempuan yang berbeda 6 tahun lebih muda darinya ini selalu punya celoteh aneh namun mampu membuat bebannya seakan terangkat setiap mendengarnya.


"Bagus, lanjutkan daya imajinasi lo selagi masih bocah ya, Cil," puji Gana sarkas. "Baru juga kenal udah mau nikah sama gue. Yakin siap gue omelin tiap hari?"


"Ya nggak papa, yang penting dipanggil Sayang juga tiap hari."


"Dih?" Gana terkekeh sendiri. "Nggak perlu nikah sama gue kok kalo mau dipanggil Sayang."


"Tapi kalo udah nikah, kan, Abang sayang beneran sama Mona," lirih Mona.


"Kalo sekarang udah sayang juga, gimana?" 


Pertanyaan Gana barusan mengundang lemparan bantal kecil ke arahnya dari tangan Mona. Yang melempar tadi langsung menutup wajah dengan buku persiapan Ujian Nasional sembari mengerang manja. "Apaan, sih? Ntar kalo Mona baper gimana?!"


"Lah, emang sekarang belum baper?" goda Gana.


"YA UDAHLAH PAKE NANYA LAGI."


"Hahaha nggak usah ngegas gitu dong, Bocil," sahut Gana sambil menarik buku tebal itu dari depan wajah Mona. "Nggak usah mikirin nikah sama gue dulu. Mending mikirin Ujian Nasioal, SBMPTN sama nyokap lo. Itu lebih penting."


"Tapi buat Mona, Abang lebih penting," elak Mona.


Gana pun menggaruk kepalanya kebingungan. Ia lupa kalau yang di hadapannya adalah Raisha Ramona Bramantyo, anak muridnya yang tidak menerima penolakan sama sekali. Jadi untuk mengakhiri sesi halu ini lebih cepat, Gana pun mengambil jalan pintas.


"Katanya pasangan lo adalah cerminan diri lo," ujar Gana. "Gue pengen punya pasangan dengan semangat tinggi untuk memperjuangkan mimpinya. Gue pengen ketemu orang yang percaya kalau sekecil apapun harapan, selalu ada kesempatan kalau mau usaha. Jadi gue berusaha menjadi orang seperti itu," Gana memberi jeda beberapa saat sembari menatap Mona dalam-dalam, "jadi kalo lo mau gue sebagai pasangan lo, jadilah orang yang pantas bersama gue. Paham, Bocil?"


Mona pun mengangguk cepat kemudian kembali menatap bukunya, "jadi salah aku di mana tadi, Bang? Biar aku belajar lagi."


"Dasar bucin," kekeh Gana seraya mendekatkan diri pada Mona.


Mona mendecih, "dih biarin."


Ketika pandangan mereka hanya dibatasi oleh jarak beberapa sentimeter, dua manusia ini bukannya fokus dengan soal yang ada di buku namun malah berperang dengan suara-suara di kepala yang saling beradu. Ketika Mona melirik Gana dengan ekor matanya, ia seakan melihat harapan yang hilang selama ini. Ia merasakan perlindungan dan sandaran dalam hidup yang tidak pernah ia temukan. Jadi ketika Gana memberikan kesempatan, ia akan memperjuangkannya mati-matian.


Tetapi suara di kepala Gana memiliki topik yang lain. Bicara tentang pernikahan membuatnya berpikir perempuan seperti apa yang bisa menemaninya untuk berjuang meraih mimpi? Karena terakhir kali ia bertemu, Gana harus berpisah dengan perempuan itu. Jadi siapa orangnya? Apakah Gana bisa menemukannya?


Tanpa disadari keduanya terjebak dalam sebuah rantai yang entah akan berhenti di mana; untuk Mona, Gana adalah mimpinya. Untuk Gana, Mona yang membuat ia tersadar kalau untuk mewujudkan mimpi besarnya, dibutuhkan seorang pendamping di sisinya. Sayangnya, tidak ada nama Raisha Ramona Bramantyo di pikiran Gana ketika hanya Gana Adithama yang Mona pikirkan setiap harinya.


Tidak ada komentar:

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.