[FLASH FICTION] Second Thoughts
Tidak biasanya Bianca memilih air mineral botolan daripada milk tea. Semua orang di sekitar gadis gemini itu tahu bagaimana Bianca senang memanfaatkan keadaan ketika bisa keluar dari rumah. Mana boleh minum gula sebanyak ini kalau di rumah Bianca? Terakhir kali ia minum teh dengan dua sendok gula dan es yang begitu banyak di gelasnya adalah ketika Mas Gian, sepupunya, datang berkunjung. Selebihnya, Bianca akan memanfaatkan momen-momen di luar rumah untuk memuaskan lidahnya yang selalu craving akan makanan dan minuman manis.
But today, she changed her habit when spending time with the one and only, Aledion Irawan. Karena beberapa saat lalu, Ale sempat ngamuk melihat Ketua Vokalnya sibuk minum teh botol terus menerus. Padahal, jadwal manggung SGV sudah dekat. Ale bilang ia tidak mau penampilan SGV jelek karena salah satu anggota padusnya sakit. Tetapi, semua anggota band The One —kecuali Bian— percaya kalau ada yang berbeda dari laki-laki paling nggak jelas di dunia itu. Ale jelas pernah pacaran dengan Tatiana, namun akhir-akhir ini dia lebih affectionate pada Bianca yang notabene hanya teman satu band-nya. Anehnya, Bianca si pecinta manis itu menurut begitu saja.
“Kalo ini bukan sama-sama naksir, gue nggak tahu lagi apa namanya,” celetuk Dikta yang baru datang setelah memesan minuman di kasir Tea House. Hari ini, The One memang kumpul untuk bonding sambil meeting. Tetapi, baru Bianca, Rama, dan Dikta yang hadir. Padahal, Aledion adalah ketua band ini. Tetapi, belum ada tanda-tanda kehadirannya sama sekali.
“Dapet ide dari mana bisa ngomong gitu?” Bianca si jago ngeles nomer satu. Bianca si perempuan paling nggak suka dibikin malu tapi maafin Ale mulu.
“Lo suka banget manis, Nyet. We all know,” timpal Rama.
“Dan, Ale yang nyuruh lo minum air putih daripada manis-manis terus.”
Pipi Bianca bersemu. Seluruh tubuhnya merasakan sensasi geli khas manusia sedang salah tingkah. Padahal ini bicara tentang Ale. Aledion Irawan yang kalo ngomomg ketus, kasar, tapi surprisingly punya perawakan sama seperti tipe ideal Bianca. Dia itu nggak baik. Tapi, kenapa Bianca harus salah tingkah segala?
“Gue sama Ale cuman temen,” tegas Bianca.
“Semua juga mulainya jadi temen, Bi. Tapi, gue ingetin, belum jadi pacar aja dia udah bentak lo kemarin. Dia sekasar itu. Gimana kalo udah pacaran?” Rama langsung ngomel tanpa aba-aba. Sementara, Bianca malah tertegun.
Tapi, dia minta maaf sama gue. Dia nggak sekasar yang kalian pikir, kok.
Diam-diam, Dikta memperhatikan wajah Bianca yang berubah. Sebelumnya, ia terlihat malu-malu. Kini, ia terlihat agak terusik. Seakan ucapan Rama tadi tidak benar. Seakan ada sebuah rahasia yang hanya diketahui oleh dirinya dan Ale.
“Tapi, kalo udah suka, yang jelek pun akan ketutupan, ya?” Dikta membuka hening itu. “Gue sama Rama cuman mau ingetin aja, suka sama siapa pun itu boleh. Tapi, belum tentu orang yang lo sukai cocok untuk ada di sebuah hubungan sama lo. Nggak semua orang bisa dijadikan pasangan, Bi.”
Kalimat terakhir Dikta membuat Bian berpikir lebih keras lagi. Dari yang tadi sibuk mengelak statement Rama, menjadi Bianca yang mulai mengucapkan satu kalimat itu. Satu kalimat yang selalu diucapkan ketika kita terlalu menyukai seseorang sampai lupa untuk melihat orang tersebut dari kaca mata lain.
Ya, bener juga, sih …
Bianca mulai ragu dengan perasaannya sendiri.
Tidak ada komentar:
Leave me some comment! Thank you, guys:}