[FLASH FICTION] Honestly
Manik mata Dimas tidak kunjung beranjak dari papan catur di ruang kerja kakaknya. Sudah setengah jam ia tenggelam dalam permainannya sendiri sembari membiarkan pikirannya berlari ke sana ke mari. Ada Alana sebagai pion berwarna putih dan Revina Lana di sisi lain dengan warna hitam. Tidak, itu hanya perandaian di kepala President Pelita Jaya Radio ini saja. Dan ya, bahkan di papan catur pun Dimas mempermainkan keduanya.
“Mbak tahu nggak kenapa Revina Lana nggak lagi menyenangkan?” bisik Dimas memecah hening yang mengisi ruangan kecil itu. Kakaknya, Raisa, memilih untuk bergeming dan fokus bermain ludo di ponselnya. Kedua buah hati keluarga Aidan ini memang sama-sama berjiwa anak rumahan. Mereka lebih suka menghabiskan waktu di rumah dengan berbagai mainan dan hobinya sendiri. Somehow, it feels safe for them.
“Kalo Revina Lana tuh udah tahu lemahnya Dimas. Dia bisa autopilot bergerak di papan catur ini, menjatuhkan satu persatu lawannya dan jadi pemenang. Kalo Alana tuh nggak. Alana penuh ragu. Dia juga punya banyak sisi yang belum Dimas tahu. Makanya, Dimas suka.”
“Tapi, mereka nggak ada yang suka diduain.” Mbak Raisa akhirnya buka suara.
“Nggak ada yang Dimas duain,” timpal adiknya dengan wajah senga. “Dimas kan nggak punya hubungan apa-apa sama mereka. Kami menghabiskan waktu tanpa dasar ikatan, jadi nggak ada yang punya kewajiban untuk tetap tinggal.”
Raisa menaruh ponselnya kemudian menatap adiknya lekat-lekat. “Kalau nggak ada ikatan dan kewajiban, apa kamu nggak apa-apa nantinya?”
“Maksudnya?”
“Mereka akan pergi lagi. Mereka akan nggak ada, Dim. Nggak apa-apa?”
Pertanyaan itu membuat Dimas memutuskan untuk membuat gerakan pada pion putih milik Alana. Ada rasa kesal karena tidak bisa menjawab pertanyaan itu, ada juga rasa penasaran karena dia belum tahu hatinya ingin menjawab apa. Tetapi, terlepas dari semuanya, Dimas masih percaya jika sesuatu yang jadi kewajiban akan berubah tidak lagi menyenangkan.
“Sejujurnya, Dimas juga nggak tahu. Tapi, hubungan tanpa status itu selama ini works, kok.”
Raisa tersenyum tipis. “Orang yang nggak mau pasang status, sebenarnya juga tahu kalau di antara mereka udah ada hubungan tanpa dikasih nama. Sebuah nama di dalam hubungan berguna buat jadi jaminan akan tanggung jawab perasaan satu sama lain. Dan, kalau pun kamu nggak mau kasih status atau nama di hubunganmu, sebuah hubungan tetap aja hubungan. Ada hak dan kewajiban. Ada sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan.”
Lelaki jangkung itu memilih untuk membungkam mulutnya. Ia tidak ada tenaga untuk mengelak, namun terlalu berat juga untuk mengiakan. Tetapi, obrolan ini membuat dirinya semakin yakin ada rasa yang lebih dalam untuk Alana ketika Revina Lana juga sudah jatuh bergitu jauh padanya. Lagi-lagi Dimas harus memilih, siapa yang harus ia pertahankan.
Alana atau Revina Lana, ya?
Yang jelas, siapa pun pilihannya, ia tidak mau ditinggalkan lagi seperti di masa lalunya.
Memang ujung2nya nggak tau ya, mau pilih yg mana, gitulah kalau orang yg nggak suka punya hubungan berlabel ��
BalasHapusSemangat ya Dimas ❤️
HAHAHA bener bangeeet❤️😭 makasih udah ke sinii!!!
Hapus