belum ikhlas

Kata Mucha, hidup itu bukan marathon. Jadi, ngapain buru-buru nyari ikhlas kalo emang hatinya belum bisa nerima?





Iya, sampai sekarang belum bisa nerima kalo banyak kesalahan membuat akhir cerita jadi nggak menyenangkan. Mencoba baik-baik aja juga nggak membuat semuanya jadi baik-baik aja. Orang berubah, gue berubah, lo berubah, semuanya berubah. Yang ada di kepala hanya cerita masa lalu dan apa yang terjadi di hari terakhir bertemu. Lupa, suka lupa kalau manusia bergerak dan berubah.


Nggak ada yang salah dari pilihan orang untuk mundur dan menjauh, karena kita sebagai manusia juga pasti pernah memilih seperti itu. Kalau nggak cocok, kalau ngerasa dimanfaatin, kalau ngerasa nggak nyaman di sekitar mereka. Sudah lumrah, namanya perjalanan, selalu ada garis akhir untuk menjadi tanda perpisahan. Tapi bisakah kita menerima? Bisakah kita ikhlas menghadapinya?


Waktu katanya menyembuhkan, usia katanya mendewasakan. Tetapi masalah kecewa dan ikhlas ternyata beda persoalannya. Kecewa selalu jadi perjalanan panjang, begitu pula kehilangan yang kadang termakan waktu sampai kita berada di fatamorgana keikhlasan. Ketika orang-orang itu muncul, ada gerakan hati untuk berlaku biasa saja, karena kenangan baik masih melekat di kepala. Tapi, yang ada di kepala mereka jelas berbeda. Karena mereka adalah individu yang berbeda, seperti gue juga yang bisa memilih pada siapa gue akan tetap berlaku biasa, pada siapa gue benar-benar menghentikan kontak sampai memblokir WhatsApp-nya.


Kacau. Belum ikhlas membuat kacau. Belum ikhlas jadi bikin nggak bisa fokus sama apa yang di depan mata. Belum lagi kalau berusaha baik-baik saja padahal tidak. Jadi, gue lari. Gue lari dan bilang gue baik-baik aja. Tapi, Mucha bilang hidup itu bukan marathon. Nggak perlu buru-buru. Udah banyak hari yang gue lewati, tapi ikhlas nggak kunjung menghampiri.


Sampai sekarang cuman satu yang bisa gue pegang, omongan Almarhum Babeh. Babeh dan gue punya koneksi, nggak bisa disamakan dengan orang lain, karena setiap hubungan punya getarnya masing-masing. Babeh bilang, dalam hidup kita cuman bisa berusaha, tapi resaksi orang lain nggak pernah ada di kendali kita. Nggak ada yang perlu diratapi, hanya sedih karena masih terlalu naif kalau banyak orang yang mungkin sama seperti gue, mencoba berdamai beberapa tahun kemudian dan memperlakukan orang itu seperti biasanya.


Tapi, nggak semua orang seperti gue, dan hidup ini bukan marathon. Nggak perlu buru-buru.


Tidur. Sekarang mau tidur. Lelah. Hati nggak kunjung ikhlas, dada sesak tiap harinya. Ingin istirahat. Kalau bisa, mau re-start, atau nggak, mau jadi orang lain yang nggak kepikiran hal-hal buruk yang pernah lewat.


Padahal, tanpa mereka, gue gak apa-apa. Tapi, gue belum ikhlas. Jadi, harapan konyol dan kenangan baik-baik aja mencoba mengelabui gue. Sudahlah.


Ini bukan marathon, kata Mucha. Jadi, nggak perlu buru-buru walau ikhlas belum dimiliki gue hari itu.

Tidak ada komentar:

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.